Mohon tunggu...
Devy Permatasari
Devy Permatasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana NIM 55521120046 Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

Universitas Mercu Buana - NIM 55521120046 - Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak - Magister Akuntansi - Mata Kuliah Pajak Internasional dan Mata Kuliah Pemeriksaan Pajak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Habermas sebagai Alternatif Penyelesaian Pemeriksaan Pajak

9 Maret 2023   23:33 Diperbarui: 9 Maret 2023   23:49 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jrgen Habermas, merupakan seorang filsuf dan teoritisi sosial dilahirkan di Kota Dusseldorf, Jerman pada tanggal 18 Juni 1929. Ia adalah generasi kedua dari Mazhab Frankfurt, dan penerus dari teori kritis yang ditawarkan pendahulunya, Max Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse. Teori kritis, yang dilahirkan oleh Mazhab Frankfurt, mempunyai maksud membuka seluruh selubung ideologis dan irasionalisme yang telah menghilangkan kebebasan dan kejernihan pemikiran manusia modern.

Teori kritis menentang sistem filosofi yang tertutup, yang selanjutnya mengubahnya menjadi metode dialektis yang diterapkan pada fenomena sosial. Jrgen Habermas menambahkan konsep komunikasi di dalam teori kritis yang ia kemukakan. Menurut Habermas, komunikasi dapat menyelesaikan hambatan teori kritis. Habermas membedakan pekerjaan dan komunikasi (interaksi). Pekerjaan adalah tindakan instrumental, jadi sebuah tindakan yang bertujuan untuk mencapai sesuatu. Sedangkan komunikasi ialah tindakan saling pengertian. Dalam tradisi Mazhab Frankfurt, teori dan praksis tidak dapat dipisahkan. Praksis dilandasi oleh kesadaran rasional, dimana rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan-kegiatan yang berkerja terus menerus, akan tetapi interaksi dengan orang lain menggunakan bahasa sehari-hari.

Menurut pandangan Habermas, filsafat harus mempunyai hubungan dan bekerjasama dengan disiplin ilmu lainnya seperti ilmu sosial dan ilmu empiris pada umumnya. Keterkaitan antara filsafat dengan ilmu empiris dihadirkan dalam bukunya "Theory of Communicative Action". Rekonstruksi kritis Habermas terhadap permasalahan rasionalitas mengambil dasar dari teori kritis tentang kritik terhadap rasio instrumental.  Bagi Habermas, rasionalitas tidak selalu milik pengetahuan tertentu, tetapi lebih kepada bagaimana subjek berbicara dan bertindak memperoleh dan menggunakan pengetahuan. 

Teori tindakan komunikatif membangun ulang rasionalitas dengan menggunakan bahasa sebagai fondasi, yang disebut dengan "sikap performative" bahasa. Dimana, Bahasa merupakan salah satu media untuk tindakan koordinasi. Koordinasi menggunakan Bahasa, menuntut para penutur untuk mengadopsi sikap praksis yang berorientasi pada pencapaian pemahaman bersama atau konsensus yang merupakan tujuan melekat dari suatu tuturan (speech).

Saat para penutur satu sama lain menggunakan sikap praksis semacam ini, mereka melakukan apa yang disebut dengan tindakan komunikatif (communicative action). Dengan demikian, Habermas membangun ulang konsep rasio praktis menjadi konsep rasio komunikatif.

Habermas meyakini bahwa tindakan antar manusia dalam sebuah masyarakat tidak terjadi secara semena-mena, akan tetapi bersifat rasional. Sifat rasional tindakan tersebut di dalam pandangan Habermas bersifat instruktif. Habermas mengasumsikan bahwa para partisipan dalam berkomunikasi mengorientasikan diri pada pencapaian pemahaman satu sama lain. Pemahaman disini artinya mengerti suatu ungkapan Bahasa yang digunakan. Pemahaman juga bisa diartikan sebagai persetujuan atau konsensus.

Rasio komunikatif menuntun tindakan komunikatif untuk mencapai tujuan bersama, berupa konsensus tentang sesuatu. Konsensus tersebut tidak secara tiba-tiba terjadi begitu saja. Prasyarat utama terjadinya konsensus adalah adanya saling mengerti dan adanya pertukaran perspektif. Setiap pihak harus mencoba memahami permasalahan orang lain atau mencoba berperan sebagai yang lain, guna mengetahui persoalan yang dihadapi orang lain.

Dengan demikian, pola komunikatif dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu sengketa. Sengketa menurut Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin ditafsirkan sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu keyakinan bahwa aspirasi pihak-pihak yang bersengketa tidak dicapai secara simultan sebab adanya perbedaan kepentingan.

Sedangkan, John G. Merrills memahami suatu persengketaan sebagai terjadinya perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau obyek yang diikuti oleh pengklaim oleh satu pihak dan penolakan di pihak lainnya. Richard L. Abel, mengartikan sengketa sebagai pernyataan publik mengenai tuntutan yang tidak selaras (inconsistentclaim) terhadap sesuatu yang bernilai karena aspek ketidaksesuaian para pihak tentang sesuatu yang bernilai.

Sengketa sendiri, dapat terjadi diberbagai ranah kehidupan. Tidak terkecuali terjadi diranah perpajakan. Berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dimana dijelaskan Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Dimana seperti diketahui bersama, sebelum sengketa pajak timbul dan dibawa ke Pengadilan Pajak, semuanya didahului lewat proses pemeriksaan pajak. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009, pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan wajib pajak atau tujuan lain dalam melaksanakan peraruran undang-undang perpajakan dimana dilakukan secara objektif dan profesional, melalui serangkaian kegiatan, yaitu menghimpun dan mengolah data, keterangan, bukti .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun