Mohon tunggu...
Devsar Kusuma
Devsar Kusuma Mohon Tunggu... -

Bagi saya, hidup terlalu singkat untuk dilewatkan dengan biasa - biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Apa Masalah Daerah Terpencil ini? Lifestory Based On The Field

11 Mei 2017   00:03 Diperbarui: 11 Mei 2017   01:39 3362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi kita untuk orang lain. Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang yang kita sayangi. Kehidupan adalah kesempatan untuk member manfaat bagi orang lain. Karena hidup adalah sebuah kesempatan!” – @Devsar_


Merupakan suatu keberuntungan yang teramat sangat ketika saya mendapatkan posko  desa kegiatan  PBL yang sangat terpencil di antara desa lainnya tepatnya  di Desa Wonua Kongga, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, Kendari.

dsc-0251-jpg-591343a6fe22bd276a91c32e.jpg
dsc-0251-jpg-591343a6fe22bd276a91c32e.jpg
 Ketika pertama tahu bahwa desa tersebut sangat jauh dan bisa dikatakan “desa di dalam desa” mental ku menjadi lemah dan terlintas keluhan di dalam hati : kenapa sa dapat desa jauh sekali ddi, mana susah air nda ada jaringan biar satu batang, masih bisa ji kah sa hidup? . Astagfirullah, kalau di ingat lagi sekarang betapa jahatnya diriku.

dsc-0165-jpg-59134346f17e61df2c90f840.jpg
dsc-0165-jpg-59134346f17e61df2c90f840.jpg
Memang benar kehidupan disana serba terbatas, air susah, harus menimba di sumur dulu itupun airnya berwarna kuning . Jaringan untuk komunikasi susah, mesti jalan 1 setengah kilometer untuk bisa dapat jaringan yang benar – benar penuh apalagi untuk internetan setengah mati sekali, dan akses untuk menuju sekolah ataupun masjid sekitar 2 kilometer dan untuk keluar dari desa tersebut sekitar 7 kilometer keluar dari lorongnya. di tambah jalanan yang tidak diaspal serta berbukit – bukit apalagi kalau kemarau terlihat tandus, untuk kesana rasanya jauh sekali kecuali yang mempunyai kendaraan bermotor , bagaimana yang jalan kaki? Misalnya ke sekolah ataupun keluar dari desa ?

dsc-0467-jpg-591343d3f17e61612d90f83f.jpg
dsc-0467-jpg-591343d3f17e61612d90f83f.jpg
Ketika PBL   kami di tugaskan untuk mencari permasalahan kesehatan yang ada di Desa tersebut dengan kegiatan mendata menggunakan kuesioner rumah tangga . Saya di tugaskan untuk mendata 10 rumah. Dari beberapa rumah tersebut saya mulai berjalan menuju rumah yang akan di data bersama teman saya.

kuesioner pendataan warga
kuesioner pendataan warga
di rumah pertama terlihat seorang nenek tua yang sedang berkebun, langsung saya hampiri nenek  yang punya rumah itu “ Assalamu’alaikum nek, bisa minta ki waktunya kita sebentar? Kami dari mahasiswa kesmas mau ijin bertamu sekalian mendata hehehe” nenek itu menjawab “iya boleh nak kita  naik mi dulu ke rumah”  aku pun langsung naik untuk mendata Alhamdulillah nenek itu menerima dengan baik, yang membuat saya tersentuh ketika di Tanya penghasilan perbulannya berapa, nenek itupun menjawab “ biasa nda menetap, ada mungkin nda cukup 100 ribu mau dapat, apalagi kita ini jadi petani. mana lagi suamiku meninggal mi baru anak – anak ku ada mi juga keluarganya, itu  mereka setengah mati juga makan kadang ada kadang juga tida ada. ”

terbayang penghasilan perbulan tidak cukup 100 ribu ? Disitu hati saya sangat terpukul, mungkin kalau 100 ribu itu bisa saya habiskan untuk 2 hari apalagi apa – apa sudah mulai mahal, tapi nenek ini biar 100 ribu dalam satu bulan mau dapat sebesar itu susahnya bukan main, Subhanallah! Tapi satu hal yang saya salut sama nenek ini  semangatnya untuk bertahan hidup di usianya yang sudah uzur masih membara.

Nenek – nenek saja masih semangat berjuang untuk hidupnya, kenapa saya tidak? 

Apalagi penyakitnya anak muda jaman sekarang ini sedikit – sedikit kalau ada cobaan pasti bawaannya down akhirnya malas – malas terus menyerah.  Subhanallah semoga saya nda dapat penyakit seperti ini sekarang ataupun nanti

Kemudian saya pergi ke rumah selanjutnya dan mulai mendata di rumah tersebut, pada saat saya keluar dari rumah panggung yang terbuat dari kayu untuk melakukan pengecekkan air sumur  di depan rumah itu saya kaget bukan main.warnanya tidak jernih ataupun kuning, tapi hitam! Langsung saya timba air yang hitam tersebut dan saya rasa airnya rasanya kecut. “ tante, kita masih pake kah ini air? Maunya jangan mi ini air di pakai karena hitam warnanya baru lain – lain rasanya. Kita nda takut kena penyakit kah kalau pake ini air sumur tante?” dan ibu tersebut menjawab “ bagaimana mau ambil air nak, setengah mati  juga kita mau pergi – pergi ambil air jernih di sumur lain jauh sekali baru berat. Masih bisa ji sa pakai ini untuk mencuci, masak berasku dengan mandi

Rendahnya akses air bersih terlihat jelas sekali di desa ini, mungkin di dusun  1 mereka punya sumur yang airnya jernih tapi bagaimana dusun lain? Mau ambil air jalan kaki yang berkilo – kilo di tambah berat angkatnya? Mungkin ada sebagian warga yang mampu tapi bagaimana yang kasusnya seperti tadi dan itu malah membahayakan kesehatan keluarga tersebut selama berhari – hari berbulan – bulan bahkan mungkin bertahun –tahun kalau tidak ada program yang di jalankan untuk mengatasi masalah air sumur itu.

Ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa masih banyak daerah yang berada di pelosok yang belum mendapatkan fasilitas yang mumpuni dari pemerintah baik dari lingkungan maupun  fasilitas kesehatannya.

dsc-0464-jpg-591346a2fe22bd7a6791c32d.jpg
dsc-0464-jpg-591346a2fe22bd7a6791c32d.jpg
Namun, yang menarik dari Pengalaman Belajar Lapangan ini adalah saya bertemu dengan sosok ibu yang sangat menjadi panutan yang baik bagi saya. Dia adalah ibu desa Wonua Kongga. Saya rasa ibu desa membawa pengaruh besar dalam hidup saya. Bagaimana tidak? Sebelumnya saya tidak pernah menyangka bahwa saya akan di tempatkan didaerah terpencil seperti ini. Saya pun tidak habis pikir akan mengalami pengalaman yang tidak akan saya lupakan yang sarat akan pelajaran hidup yang saya dapatkan. Terutama, BELAJAR ARTI SABAR

Ibu desa selalu bercerita tentang kehidupan masa lalunya hingga kini, dimana dia telah hidup bersama warga desa Wonua Kongga selama puluhan tahun dan tetap setia bersama warga ini. Pahit manisnya kehidupan sudah dia rasakan dan perlu saya akui tegarnya ibu desa dalam menghadapi permasalahannya.

Dia tidak mengingatkan  saya tentang  arti kehidupan, tetapi menyadarkan saya arti hidup ini.

Ibu desa bercerita desa meraka pernah ditipu oleh perusahaaan tambang, mengingat daerah desa Wonua Kongga memiliki Sumber daya Alam yakni, nikelnya sampai sekarang . Perusahaan tersebut juga tidak memiliki ijin AMDAL tetapi sudah memiliki perizinan dari pemerintah. Saya pun juga sendiri bingung, apakah perusahaan tambang diperbolehkan beroperasi jika tidak memiliki AMDAL?

Saya rasa banyak sekali persoalan di desa ini tetapi belum ada penyelesaiannya sampai sekarang. Memang ini adalah kewajiban pemerintah, tetapi bukan berarti  sepenuhnya kita harus berharap dengan pemerintah saja. Baiknya kita sebagai generasi penerus bangsa memiliki andil dalam menangani permasalahan seperti ini.

Karena kalau bukan kita siapa lagi? dan kalau bukan sekarang kapan lagi?

Untuk itu mari kita memberikan solusi dan menuangkannya di dalam aksi untuk bisa membantu masyarakat desa ini! Apapun itu aksi tetaplah bermanfaat apabila dikerjakan terlebih dapat bermanfaat bagi orang lain !

*note : 

sebenarnya saya ingin menyertakan dengan foto-foto yang lain tetapi karena ukuran filenya sangat besar jadi mohon maklum :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun