Ejekan itu saya anggap kicauan burung yang bersiul lalu. Saya tidak melawan apalagi menjawab dengan satu kata pun, untuk apa? Mereka tidak selevel, mereka tidak akan mengerti dengan ujaran saya yang sudah di atas mereka. Kemudian saya yakin, bahwa, apapun tentang saya, bagaimana saya, siapa saya, bagaimana rupa saya hanya saya sendiri yang tahu, hanya saya sendiri yang bisa menentukan.Â
Kesedihan dan kebahagiaan saya bukan mereka yang mengatur. Saya tidak akan menangis karena mereka! Saya tidak akan menyerah dengan kesuksesan saya kelak hanya karena discouragement dari mereka!
Tapi memang semuanya perlu waktu. Pada akhirnya, mereka akan bosan karena saya tidak menunjukkan reaksi seperti yang mereka harapkan. Pada akhirnya, mereka akan tercengang bahwa saya sama sekali tidak seperti apa yang mereka hujatkan. Dan, kali ini saatnya pembuktian. Saya masih dalam proses untuk itu.Â
Namun, sudah mulai terlihat hasilnya, bukannya meremehkan, pembully saya itu jauh di belakang saya, baik dari segi pendidikan, pengalaman dan pekerjaan. Namun saya belum mau berbangga hati, saya belum puas ‘menampar’ mereka dengan elegan.
Stop Bullying. Bantu anak, adik, kakak, teman atau saudaramu dengan memberikan dukungan dan tumbuhkan kembali self esteem mereka. Jangan biarkan pembully merasa berhasil dan tertawa puas dengan pembunuhan karakternya terhadap orang lain.
Satu petikan untuk kamu yang merasakan hal yang sama:
No one can make you feel inferior without your consents (Eleanor Roosevelt)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H