Mohon tunggu...
Devan Frisky Vizal Finanta
Devan Frisky Vizal Finanta Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Program Studi Antropologi Universitas Airlangga

An anthropology student who likes cultural things and historical Stuff. Saya memiliki concern dalam bidang kesenian dan senang mendalami mengenai perkembangan serta pengaruhnya, khususnya dalam kebudayaan Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menuju Kesempurnaan Diri Dalam Lakon Pewayangan Begawan Ciptaning

30 November 2022   09:23 Diperbarui: 30 November 2022   09:33 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang bangsa Denawa (raksasa), penguasa negeri Imaimantaka mengobrak-abrik istana Kaendran. Prabu Niwatakawaca berhasrat untuk memperistri Batari Supraba, yang merupakan salah satu bidadari utama yang tinggal di taman kahyangan Batara Indra. Keinginan ini tentu bertentangan dengan kodrat bangsa Denawa (raksasa) yang tidak boleh menikah dengan golongan Batari. Hal tersebut membuat keadaan Kahyangan menjadi tak terkendali, ketika tidak ada seorangpun Dewata yang bisa menandingi kedigdayaan raksasa penguasa Imaimantaka itu.

Di Bale Manik Marcukundha yang berada dalam Kahyangan Jonggring Saloka Sang Hyang Batara Guru, miyos siniwaka atau datang dengan dihadap Batara Narada, Batara Indra, dan segenap Dewata lainnya. Batara Guru meminta laporan mengenai raja Denawa dari Imaimantaka yang hendak memaksakan kehendaknya untuk memperistri Bidadari Supraba sebagai seorang istri.

Batara Narada pun menyarankan supaya para dewa mencari jago untuk mengimbangi kekuatan Prabu Niwatakawaca. Karena Prabu Niwatakawaca sangat sakti dan dia tidak segan untuk menghancurkan dan memporak porandakan kahyangan apabila keinginannya menikah dengan Batari Supraba tidak terwujud. Sebelumnya para Dewata telah menemui utusan dari Sang Prabu yang bernama Patih Mamangmurka untuk meminang Batari Supraba. Namun, karena pinangan tersebut ditolak oleh Batara Indra dan para dewa yang lain, terjadilah perang dan Patih Mamangmurka pun dikutuk menjadi babi hutan dan meluruh ke lereng  Gunung Indrakila. 

Dari perundingan yang telah dilakukan oleh para dewa tersebut, telah diambil sebuah nama yakni seorang pertapa muda bernama Begawan Ciptaning yang tengah bertapa menyempurnakan sukma dalam Gua Pamintaraga yang terdapat di Gunung Indrakila. 

Batara Guru memerintahkan kepada Batara Indra untuk nimbali (memanggil) tujuh bidadari utama Kaendran yakni Batari Wilutama/Tilotama, Batari Warsiki, Batari Surendra, Batari Gagarmayang, Batari Lengleng Danu/Lengleng Mulat, dengan Batari Supraba sendiri sebagai pemimpinnya.

Segera setelah itu, Batara Indra mengutus ketujuh bidadari itu untuk turun ke marcapada untuk menggagalkan tapa Begawan Ciptaning sehingga dia bisa menolong para dewa untuk mengalahkan Prabu Niwatakawaca.

Di Gunung Indrakila, Begawan Ciptaning sedang bertapa dengan khidmat dan tidak bergerak maupun beranjak dari tempat dia bertapa dalam Gua Pamintaraga. Dia bertapa dengan bertelanjang dada hanya menggunakan jarik, tanpa perhiasan atau ornamen, dan rambutnya pun yang biasanya digelung kini diurai panjang sambil menyandarkan sebuah gendewa di pundak kirinya.

Kemudian, perlahan-lahan aroma di sekitar gua berubah menjadi harum semerbak, angin sepoi-sepoi masuk, dan membawa kelopak-kelopak bunga tujuh rupa masuk ke gua tempat Begawan Ciptaning bertapa.

Dari langit-langit gua yang bercelah, cahaya mentari yang sayup-sayup masuk ke dalam perlahan-lahan beralih rupa menjadi figur-figur wanita yang begitu cantik, molek, dan mereka menari-nari mengelilingi batu tempat Begawan Ciptaning duduk untuk bertapa.

Sesekali mereka mendekat kemudian bersandar, memeluk, dan mengelus rambut panjang terurai dari Begawan Ciptaning, sambil menyunggingkan senyum, dan bujuk rayu yang bagi manusia biasa hal tersebut begitu menggoda dan menggairahkan.

Namun, godaan dan rayu-rayuan dari ketujuh bidadari itu hanyalah angin lalu dan sama sekali tidak digubris oleh Sang Begawan Ciptaning. Malahan, para bidadari itu lah yang malah tergoda dan kesengsem oleh keteguhan dan ketampanan dari manusia yang mereka goda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun