Mohon tunggu...
Devan Frisky Vizal Finanta
Devan Frisky Vizal Finanta Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Program Studi Antropologi Universitas Airlangga

An anthropology student who likes cultural things and historical Stuff. Saya memiliki concern dalam bidang kesenian dan senang mendalami mengenai perkembangan serta pengaruhnya, khususnya dalam kebudayaan Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menuju Kesempurnaan Diri Dalam Lakon Pewayangan Begawan Ciptaning

30 November 2022   09:23 Diperbarui: 30 November 2022   09:33 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal tersebut dapat kita lihat dari mulai konflik yang menceritakan mengenai bagaimana hasrat dari manusia tidak dapat dibendung untuk mendapatkan sesuatu yang bukan kodrat dan hakikatnya dengan simbolisasi dari Prabu Niwatakawaca. Hal ini juga menjadi struktur dasar dari manusia dalam mencari hakikat kehidupan. Kemudian, hal tersebut menimbulkan cabang berupa keinginan lubuk hati terkecil dari manusia untuk mengubah dan menata diri mereka karena mereka tau kalau hal tersebut bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Keinginan tersebut tercermin dari perumpamaan para dewa yang sedang berusaha menghentikan Prabu Niwatakawaca dengan mencari jago para dewa.

Jago para dewa di sini dapat disimpulkan sebagai sebuah pondasi atau struktur baru di atasnya supaya manusia dapat naik lebih jauh tinggi lagi. Kemudian simbolisasi Begawan Ciptaning yang ditunjuk sebagai jago dewa merupakan cara hakiki manusia menghilangkan hasrat buruk tersebut. 

Secara harfiah Begawan Ciptaning mendapatkan namanya dari harapan laku tapa brata yang dilakukannya yakni Cipta dan Ngening atau yang dapat diartikan sebagai menciptakan keheningan (kedamaian batin dan diri), sementara tempat dia bertapa yaitu Gua Pamintaraga atau Gua Mintaraga berasal dari kata Minta dan Raga yang mana Minta berarti pisah atau terpisah, sementara Raga merupakan badan kasar dari manusia, Artinya adalah gua tersebut memang ditujukan untuk manusia bertapa guna mencari diri sejati dan meninggalkan dunia yang fana atau kebahagiaan manusia yang hanya sesaat.

Begawan ciptaning merupakan tangga menuju kebaikan hakiki. Namun, semakin tinggi manusia naik, maka akan semakin banyak pula rintangan yang harus ditempuh. Hal ini disimbolisasikan dengan ketujuh bidadari yang menggoda tapa sang begawan, akan tetapi hal tersebut dapat ditepis. Raden Keratarupa sebenarnya juga merupakan salah satu pernik yang cukup penting, hal ini karena dia merupakan simbolisasi dari manusia lain yang menjadi pembakar kesadaran kita untuk melek masalah yang tengah ada di sekitar maupun dalam diri manusia itu sendiri. Baik dalam keadaan tenang maupun tidak.

Lalu kekalahan Prabu Niwatakawaca dan penobatan Raden Arjuna sebagai raja Kaendran menjadi puncak dari penantian struktur pondasi yang telah dibangun oleh manusia tersebut. Hal ini menjadi simbol bahwasanya manusia telah berhasil mencapai struktur tertinggi dari kehidupan yang dimiliki manusia, dengan mengesampingkan hasrat yang tidak perlu, mengendalikan keburukan dari hawa nafsu, dan juga sadar dan tanggap terhadap berbagai macam persoalan baik dari dalam maupun luar dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun