Mohon tunggu...
Ni Putu Devi Wedayanti
Ni Putu Devi Wedayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama saya Ni Putu Devi Wedayanti. Saya adalah mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Pendidikan Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha. Saya berdomisili di Gianyar dan hobi yang saya miliki saat ini adalah menggambar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Tri Hita Karana : Landasan Kehidupan Yang Harmonis Dan Kearifan Lokal

23 Juni 2024   13:05 Diperbarui: 23 Juni 2024   14:08 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama : Ni Putu Devi Wedayanti

NIM  : 2311031168

No : 09

Prodi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Rombel : 32 THK

Konsep Tri Hita Karana Sebagai Landasan Kehidupan Yang Harmonis Dan Kearifan Lokal

Om Swastyastu,

Perkenalkan, saya Ni Putu Devi Wedayanti, seorang mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha. Dalam artikel ini, saya akan berbagi mengenai pembelajaran yang saya pahami selama satu semester dari mata kuliah  THK atau Tri Hita Karana . Saya tergabung pada rombel 32 yang diampu oleh bapak dosen I Wayan Putra Yasa, S.Pd., M.Pd.

Pembelajaran yang saya pahami selama satu semester yakni konsep Tri Hita Karana sebagai landasan kehidupan masyarakat yang harmonis dan kearifan lokal. Secara terminologi Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata “Tri” artinya tiga, “Hita” artinya kebahagiaan, dan “Karana” artinya penyebab. Maka, Tri Hita Karana berarti tiga penyebab terciptanya kebahagiaan hidup. Kebahagiaan ini bersumber dari hubungan harmonis dengan tuhan, dengan sesama, dan dengan alam. Istilah THK dicetuskan pertama kali oleh Dr. I Wayan Merta Suteja pada Konferensi Daerah I Badan Pekerja Umat Hindu Bali di Perguruan Dwijendra Denpasar, tanggal 11 November 1966.

Tiga aspek dalam Tri Hita Karana adalah sebagai berikut:

  • Parhyangan, merupakan hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan. Pada parahyangan nilai yang harus dijunjung yakni nilai kebenaran (Satyam). Kita sebagai makhluk ciptaan tuhan harus mengakui bahwa segala yang ada merupakan ciptaan tuhan, menerima keberagaman sebagai bentuk kemahakuasaan tuhan, bersikap welas asih pada semua mahkluk sebagai wujud keimanan dan ketakwaan kepada tuhan, disiplin dalam beribadah, dan menunjukkan integritas diri sebagai makhluk beragama.
  • Pawongan, merupakan hubungan harmonis antara manusia dengan sesama manusia. Pada pawongan nilai yang harus dijunjung yakni nilai kebajikan (Siwam). Kita sebagai makhluk sosial harus bisa menunjukkan sikap sopan dan santun dalam berbicara dan berperilaku, mampu menempatkan diri sesuai dengan posisinya dalam konteks hubungan sosial, menunjukkan sikap toleransi kepada orang lain yang berasal dari suku, agama, ras, dan golongan berbeda, menunjukkan empati serta kepedulian sosial terhadap orang lain.
  • Palemahan,merupakan hubungan harmonis antara manusia dengan alam atau lingkungan sekitar. Pada palemahan nilai yang harus dijunjung yakni nilai keindahan (Sundaram). Kita sebagai makhluk sosial harus menunjukkan kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan, memanfaatkan lingkungan dengan bijak, dan memberikan alasan bahwa hidup manusia tergantung pada alam.

Implementasi aspek Tri Hita Karana (gambar pribadi Ni Putu Devi Wedayanti)
Implementasi aspek Tri Hita Karana (gambar pribadi Ni Putu Devi Wedayanti)

THK atau Tri Hita Karana adalah konsep universal yang implementasinya tidak hanya dilaksanakan oleh umat hindu di Bali, tetapi juga dapat dilaksanakan oleh berbagai umat di Indonesia. Berikut penjelasannya:

  • THK dalam keimanan Hindu: falsafah THK sebagai kearifan lokal masyarakat Bali khususnya agama Hindu berkelindan dengan kitab suci Bhagavad- gītā. Dalam sloka III.10 disebutkan bahwa Tuhan (Prajapati) menciptakan manusia (prajā) melalui proses yajna (pengorbanan). Untuk mendukung kehidupan manusia agar bisa tumbuh dan berkembang, terlebih dulu telah diciptakan alam lingkungan (kāmadhuk). Agar hidup sejahtera dan bahagia, manusia harus melakukan pengorbanan sehingga terbangun hubungan harmoni dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan alam.
  • THK dalam keimanan Kristen: dalam keimanan Kristen, Tuhan menyatakan hakikat-Nya sebagai kasih yang berkorban dengan menjadi manusia untuk menanggung dosa manusia (Yohanes 3:16). Kepercayaan sebagai bukti iman tersebut memanggil manusia untuk mengasihi Tuhan melalui kasih kepada sesama manusia dan alam ciptaan-Nya.
  • THK Dalam keimanan Islam:  keharmonisan antara manusia dengan Tuhan serta manusia dengan manusia dan alam (hubungan vertikal dan diagonal) secara berturut- turut disebut "habluminallah, habluminannas, dan habluminalam."
  • THK dalam keimanan Buddha: tujuan agama Buddha adalah untuk mencapai kesejahteraan (kebahagiaan yang berkondisi) dan kebahagiaan yang bersifat abadi (Nibbana/ Nirvana). Untuk meraih kebahagiaan, manusia harus memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai luhur (saddhasampada), memiliki moralitas yang baik (silasampada), kasih sayang terhadap semua makhluk (cagasampada), dan terus mengembangkan kebijaksanaan untuk mencapai nibbana (panna).
  • THK dalam keimanan Konghucu: menurut ajaran Konghucu, kebahagiaan akan diraih jika umat manusia membaktikan hidupnya kepada Thian (Tuhan), mengasihi dan empati terhadap sesama manusia, serta melakukan tanggung jawabnya terhadap lingkungan hidup.

Mengingat nilai-nilainya yang bersifat universal, istilah THK berkembang luas dan menjadi landasan filosofi berbagai tatanan kehidupan yang harmonis.

THK sebagai filsafat hidup atau pandangan hidup artinya bahwa THK tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan, tetapi mengacu pula pada sikap dan keterampilan, khususnya keterampilan sosial-rela berkorban, memberikan pelayanan terbaik, dan kasih sayang terhadap Tuhan, manusia, dan lingkungan alam. 

Semua itu mengacu kepada tujuan yang ingin dicapai oleh THK, yakni: pertama, mewujudkan harmoni teologis, sosial, dan ekologis. Kedua, mewujudkan Tri Warga, yakni dharma, artha, dan kama. Ketiga, mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan. 

Dengan demikian THK sebagai filsafat, tidak saja mengacu kepada filsafat teoritis, tetapi juga filsafat praktis atau pragmatis. Artinya, THK tidak hanya memuat kumpulan pengetahuan atau teori tentang Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan secara holistik, tetapi juga bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

THK tidak saja sebagai filsafat tetapi juga sebagai kearifan lokal atau kebudayaan lokal. Pembentukan THK terkait dengan esensi manusia sebagai insan yang memiliki kecerdasan pikiran (cipta), kecerdasan perasaan (rasa), dan kecerdasan emosional (karsa). Gagasan ini berimplikasi THK sebagai kearifan lokal dapat diterima, karena ide-idenya dapat diterima secara nalar, memuat aspek perasaan dan emosionalitas. THK sebagai kearifan lokal dapat dipilah menjadi tiga, yakni:

1. Kearifan Lokal Teologis (Kearifan Lokal Parhyangan)

  • Rasa cinta dengan tuhan diwujudkan dalam bentuk bakti untuk mendapatkan berkah.
  • Pelayanan kepada tuhan akan mengembangkan kompetensi spiritual pada manusia, dan orang-orang yang memiliki kompetensi spiritual tidak akan pernah lupa untuk berdoa sebelum melakukan sesuatu.

2. Kearifan Lokal Sosial (Kearifan Lokal Pawongan)

  • Manusia adalah homo socius yang selalu hidup berkawan.
  • Manusia tidak dapat hidup layak tanpa bantuan dari orang lain sehingga perlu menjaga hubungan baik dengan sesama.
  • Kehidupan sosial berdasarkann filosofi Tri Hita Karana menekankan pada prinsip Tat Twam Asi yang bermakna "ia adalah kamu" itu dapat diartikan "saya adalah kamu" yang searah dengan adanya pengakuan seluruh umat. manusia adalah sama harkat dan derajatnya.

3. Kearifan Lokal Ekologis (Kearifan Lokal Palemahan)

  • Manusia hidup bergantung pada alam.
  • Bumi adalah rumah kita bersama, kita bernafas menggunakan udara yang sama, sehinngga kita bersaudara, umat sejagat adalah keluarga besar dan bumi adalah ibu.

Maka dari itu, Tri Hita Karana menekankan bahwa keseimbangan antara hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam adalah kunci untuk hidup harmonis. Dengan menjalankan nilai-nilai Tri Hita Karana, kita bisa mencapai kehidupan yang damai, rukun, dan selaras dengan lingkungan sekitar. Filosofi ini mengajarkan kita pentingnya spiritualitas, kebersamaan, dan pelestarian alam untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sejahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun