Mohon tunggu...
devi vionita
devi vionita Mohon Tunggu... -

jadilah orang yang mempunyai jiwa kepemimpinan dan mau berusaha setelah kegagalan, jangan merasa sombong bila sudah bias, dan jangan merasa minder bila belum bias, hidup adalah tantangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konflik Utama dalam Sebuah Jalinan Pernikahan

20 Maret 2016   16:28 Diperbarui: 20 Maret 2016   16:49 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernikahan adalah sebuah argumentasi kehidupan. Pernikahan di atas namai dengan sebuah tali cinta kasih antara laki-laki maupun perempuan. Pada saat moment yang tepat dalam sebuah tali silaturahmi antara kedua belah pihak. Pernikahan sangat membahagiakan dalam sebuah jalinan keluarga. Dalam sebuah pernikahan tentunya tidak asing dan tidak begitu munafik dengan adanya keinginan untuk memiliki sang buah hati tercinta. seiring berjalannya waktu, pada saat pernikahan ada sebuah konflik utama dalam memutuskan perkara keturunan.

Kadang kala jika keluarga sudah memiliki anak yang bergender laki-laki maka akan ada keinginan untuk memiliki anak bergender perempuan. Begitu pula sebaliknya. Jikalah para tetangga mempunyai anak laki-laki maka sebuah keluarga yang belum memiliki keturunan akan selalu berkomentar “ aduh anak laki-laki pasti nanti nakal dan juga menyusahkan!” akan tetapi jikalah ada sebuah tetangga yang melahirkan seorang anak perempuan maka sebuah keluarga yang belum dikarunia seorang anak akan berkomentar “ aduh imutnya lucunya anak perempuan!’

Pada kasus-kasus tesebut menyebabkan munculnya konflik utama dalam sebuah pernikahan. Allah SWT telah berfirman didalam kitabnya bahwasaannya kita sebagai umatnya harus mensyukuri atas apa yang telah diberikan oleh NYA.. hal itu dibuktikan dengan adanya rasa bersyukur. Jikalah kita diberikan anak laki-laki maka kita harus menyukurinya. Akan tetapi jikalah kita diberikan anak perempuan maka bersyukurlah. Anak adalah karunia sekaligus titipan dari Allah SWT untuk kita umatnya agar selalu bermuajad dan selalu mengasuhnya dengan pola asuh yang sesuai dengan kondisi gender yang ada.

Di masa sekarang ini, masa kita melihat realita yang ada pada keadaan sosial. Banyak para orangtua yang menginginkan anak pertamanya laki-laki dari pada perempuan. Mengapa hal tersebut sangat ditekankan? Karena menurut para ahli dalam kitabnya pada perkembangan anak atas karangan John Santrock pengasuhan anak laki-laki adalah pengasuhan yang melibatkan dalam dua pihak sekaligus. Misalnya saja seorang ibu adalah seseorang yang berjuang demi pengasuhan anak-anaknya. 

Ibu mengasuh fisik dan juga moral serta intelektualitasnya. Akan tetapi ayah juga berperan langsung di dalam pengasuhan anak laki-laki. Seorang ayah terlibat langsung di dalam sosialisasi anak laki-lakinya dibanding anak perempuannya.

Secara umum, orangtua lebih menginginkan anaknya laki-laki. Karena agar dapat melatih rasa tanggung jawab terhadap anak pertamnya. Hal ini menurut Peterson 1973. Dalam sebuah penelitian pada tahun 1970-an, 90% pria dan 92% wanita, menginginkan anak pertamanya laki-laki. Dalam sebuah penelitian yang baru orangtua masih lebih menginginkan anak pertamanya laki-laki, 75% pria dan 79% wanita menginginkan hal tersebut. Hal ini dijelaskan Hamilton, 1991.

Di beberapa negara terdapat konflik antara suami dan istri. Konflik mereka hanyalah satu yaitu merumuskan keturunan. Banyak keluarga atau jalinan rumah tangga tidak menyetujui akan kelahiran bayi yang dilahirkan. Dampaknya akan kembali ke anak tersebut. Anak yang tidak dianggap dilahirkan dimuka bumi ini akan diperlakukan tidak semestinya. 

Banyak ibu maupun ayah yang mengaborsi anak kandungnya akibat perbedaan gender. Adapula orangtua yang menperlakukan anaknya tidak pada gender yang mereka miliki. Para ibu pasti mengatakan “ anak saya perempuan akan tetapi saya perlakukan seperti anak laki-laki karena keluarga kami menginginkan anak laki-laki”. Hal tersebut sering terjadi pada rumah tangga yang mempermasalahkan suatu proses keturunan.

Banyak realita yang ada di kehidupan kita sekarang. Akan tetapi kita sebagai generasi penerus hendaknya berpartisipasi untuk menanggulanginya dengan penuh rasa keinginan. Penulis miris akibat tindakan orangtua yang seperti itu. Anak yang tidak berdosa dibunuh untuk menginginkan suatu hal yang berbeda. Semuanya sudah menjadi suratan takdir bagi kita semua. Takdir, maut, jodoh semuanya sudah ada di dalam lauhid mahfud seseorang. Tinggal kita yang mengantisipasinya.

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun