Mohon tunggu...
Devita Wijayanti
Devita Wijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010180

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea Pada Kasus Korupsi di Indonesia

3 Desember 2024   12:34 Diperbarui: 6 Desember 2024   09:58 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PPT Dokpri Kuis 12
PPT Dokpri Kuis 12

Modul PPT Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si. Ak
Modul PPT Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si. Ak
Modul PPT Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si. Ak
Modul PPT Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si. Ak

      Edward Coke adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah hukum Inggris. Lahir pada 1 Februari 1552 di Mileham, Norfolk, ia menempuh pendidikan di Norwich Grammar School dan Trinity College, Cambridge. Coke diangkat menjadi anggota Bar di Inner Temple pada tahun 1578 dan segera menjadi pengacara terkemuka. Kariernya berkembang pesat selama pemerintahan Ratu Elizabeth I, termasuk menjabat sebagai Solicitor General dan Attorney General serta terlibat dalam persidangan terkenal.

      Pada tahun 1606, Coke diangkat sebagai Ketua Hakim di Pengadilan Umum dan mulai menegaskan supremasi hukum umum atas prerogatif kerajaan. Ia menyatakan bahwa "raja tidak dapat mengubah bagian mana pun dari hukum umum." Namun, ketegangan dengan Raja James I menyebabkan pemecatannya pada tahun 1616, tetapi ia tetap aktif di Parlemen dan berperan penting dalam penyusunan Petition of Right pada tahun 1628.

      Coke juga memberikan kontribusi signifikan dalam literatur hukum; karyanya yang terkenal, Reports dan Institutes of the Lawes of England, menjadi teks dasar dalam hukum Inggris dan memengaruhi prinsip-prinsip konstitusi Amerika. Edward Coke meninggal pada 3 September 1634, meninggalkan warisan sebagai salah satu ahli hukum terbesar pada masanya.

Konsep Actus Reus dan Mens Rea Menurut Edward Coke

      Konsep Actus Reus dan Mens Rea menurut Edward Coke merupakan dua elemen penting dalam menentukan apakah suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai kejahatan. Berikut adalah penjelasan detail tentang kedua konsep ini menurut Edward Coke:

1. Actus Reus

Actus Reus merujuk pada tindakan fisik atau perilaku yang melanggar hukum. Coke mengartikan bahwa suatu kejahatan harus melibatkan Tindakan yang melanggar hukum. Untuk suatu tindakan dianggap sebagai Actus Reus, beberapa elemen harus dipenuhi:

  • Tindakan Sukarela: Terdakwa harus melakukan tindakan secara sukarela, bukan akibat kelalaian.
  • Sifat Kriminal: Tindakan tersebut harus memiliki sifat kriminal, tidak sekadar kesalahan perdata.
  • Kausalitas: Harus ada hubungan sebab-akibat antara tindakan dan kerugian yang ditimbulkan.
  • Kerugian: Tindakan tersebut harus mengakibatkan kerugian bagi individu atau masyarakat. 

2. Mens Rea

Mens Rea merujuk pada keadaan mental atau niat individu pada saat melakukan kejahatan. Coke menekankan bahwa untuk dapat dihukum, harus ada bukti niat atau kelalaian yang menyertai Tindakan mereka. Bentuk-bentuk Mens Rea yang perlu dipertimbangkan meliputi:

  • Niat: Bertindak dengan tujuan tertentu.
  • Kelalaian: Mengabaikan risiko substansial yang dapat mengakibatkan kerugian.

PPT Dokpri Kuis 12
PPT Dokpri Kuis 12

Apa Hubungan Antara Actus Reus dan Mens Rea Dalam Menentukan Tanggung Jawab Pidana Seseorang?

      Hubungan antara Actus Reus dan Mens Rea sangat penting dalam menentukan tanggung jawab pidana seseorang, karena kedua elemen ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk menjatuhkan hukuman. Actus Reus merujuk pada tindakan fisik yang melanggar hukum, sementara Mens Rea mencerminkan niat jahat pelaku saat melakukan tindakan tersebut. Keduanya saling terkait dan tidak dapat dipisahkan; prinsip "Actus non facit reum nisi mens sit rea" menegaskan bahwa suatu tindakan tidak dapat dianggap sebagai kejahatan tanpa niat jahat. Oleh karena itu, untuk dapat dipidana secara adil, kedua elemen ini harus ada. Tanpa niat jahat, perbuatan yang melanggar hukum mungkin tidak memenuhi syarat untuk dihukum, mencerminkan pentingnya keadilan dalam sistem hukum pidana yang melindungi individu dari hukuman yang tidak adil.

PPT Dokpri Kuis 12
PPT Dokpri Kuis 12

Mengapa konsep Actus Reus dan Mens Rea relevan dalam penegakan hukum terhadap korupsi?

      Konsep Actus Reus dan Mens Rea sangat relevan dalam penegakan hukum terhadap korupsi karena keduanya merupakan elemen kunci untuk menentukan tanggung jawab pidana pelaku. Actus Reus merujuk pada tindakan fisik yang melanggar hukum, seperti penggelapan atau suap, sedangkan Mens Rea mencerminkan niat jahat atau kesadaran pelaku atas dampak dari tindakannya. Dalam konteks kasus korupsi, penerapan kedua konsep ini membantu penegak hukum untuk membuktikan bahwa tidak hanya ada tindakan yang melanggar hukum, tetapi juga ada niat untuk merugikan keuangan negara atau memperkaya diri sendiri secara ilegal.

      Penerapan Actus Reus dan Mens Rea menjadi penting untuk memastikan keadilan dalam proses peradilan. Misalnya, meskipun seseorang melakukan tindakan yang dapat dianggap korupsi, mereka tidak dapat dihukum tanpa adanya bukti bahwa mereka memiliki niat jahat pada saat melakukan tindakan tersebut. Hal ini melindungi individu dari penuntutan yang tidak adil dan memastikan bahwa hanya mereka yang benar-benar bertanggung jawab atas tindakan mereka yang dihukum.

PPT Dokpri Kuis 12
PPT Dokpri Kuis 12

Bagaimana cara pengadilan Indonesia menerapkan prinsip Actus Reus dan Mens Rea dalam proses pengadilan kasus korupsi?

      Pengadilan Indonesia menerapkan prinsip Actus Reus dan Mens Rea dalam proses pengadilan kasus korupsi dengan cara yang sistematis. Actus Reus, yang merujuk pada tindakan fisik yang melanggar hukum, harus dibuktikan terlebih dahulu. Dalam konteks korupsi, ini bisa berupa tindakan seperti penggelapan dana atau suap, yang harus terbukti secara konkret. Setelah itu, pengadilan harus membuktikan Mens Rea, yaitu niat jahat pelaku saat melakukan tindakan tersebut. Ini mencakup bukti bahwa terdakwa memiliki kesadaran untuk melakukan tindakan korupsi dan merugikan keuangan negara.

      Proses ini melibatkan analisis bukti dan saksi untuk menunjukkan hubungan antara tindakan yang dilakukan dan niat di baliknya. Jika hanya Actus Reus yang terbukti tanpa adanya Mens Rea, terdakwa mungkin tidak dapat dihukum. Sebaliknya, jika ada niat jahat tetapi tidak ada tindakan fisik yang jelas, maka pertanggungjawaban pidana juga dapat dipertanyakan. Dengan demikian, penerapan kedua prinsip ini membantu memastikan keadilan dalam proses peradilan dan mencegah penuntutan yang tidak adil terhadap individu.

Contoh Kasus di Indonesia yang Melakukan Tindakan Kejahatan Korporasi yang Memiliki Kekuatan Hukum Tetap yang dilakukan Penindakan Hukum Oleh KPK

Kasus PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE)

      Kasus PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE), sebelumnya dikenal sebagai PT Duta Graha Indah (DGI), merupakan contoh penting dalam penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi di Indonesia. Kasus ini menarik perhatian publik dan menandai langkah signifikan dalam pemberantasan korupsi yang melibatkan perusahaan. PT NKE terlibat dalam proyek pemerintah, termasuk pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana pada tahun anggaran 2009-2010. Namun, dalam pelaksanaannya, perusahaan diduga melakukan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara, seperti penggelembungan biaya proyek dan kolusi untuk memenangkan tender secara ilegal.

      Pada tahun 2018, setelah penyelidikan mendalam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan PT NKE sebagai tersangka dan mengajukan tuntutan pidana. Jaksa Penuntut Umum menuntut perusahaan ini membayar denda Rp1 miliar dan uang pengganti Rp188,7 miliar. Proses hukum ini menjadi sorotan karena melibatkan korporasi besar yang beroperasi di sektor konstruksi. Pada 3 Januari 2019, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis PT NKE bersalah atas tindak pidana korupsi, menjatuhkan denda Rp700 juta dan mewajibkan pembayaran uang pengganti Rp85,4 miliar, serta mencabut hak perusahaan untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama enam bulan.

      Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, KPK mengeksekusi aset PT NKE untuk menutupi kewajiban pembayaran denda dan uang pengganti. Kasus ini menjadi sejarah penting dalam penegakan hukum korporasi di Indonesia karena merupakan kasus pertama di mana sebuah korporasi dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi. Keputusan ini diharapkan memberikan efek jera bagi korporasi lain dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya integritas dalam pelaksanaan proyek pemerintah. Dengan penegakan hukum yang tegas terhadap praktik korupsi, diharapkan tercipta lingkungan bisnis yang lebih sehat dan kompetitif di Indonesia.

Kesimpulan

      Edward Coke adalah tokoh berpengaruh dalam sejarah hukum Inggris, lahir pada 1 Februari 1552 di Mileham, Norfolk. Ia menempuh pendidikan di Norwich Grammar School dan Trinity College, Cambridge, sebelum menjadi anggota Bar di Inner Temple pada tahun 1578. Kariernya berkembang pesat selama pemerintahan Ratu Elizabeth I, termasuk menjabat sebagai Solicitor General dan Attorney General serta terlibat dalam persidangan terkenal.

      Pada tahun 1606, Coke diangkat sebagai Ketua Hakim di Pengadilan Umum dan menegaskan supremasi hukum umum atas kekuasaan raja. Ketegangan dengan Raja James I menyebabkan pemecatannya pada tahun 1616, tetapi ia tetap aktif di Parlemen dan berperan penting dalam penyusunan Petition of Right pada tahun 1628. Karyanya yang terkenal, Reports dan Institutes of the Lawes of England, menjadi teks dasar dalam hukum Inggris dan memengaruhi prinsip-prinsip konstitusi Amerika. Edward Coke meninggal pada 3 September 1634, meninggalkan warisan sebagai salah satu ahli hukum terbesar pada masanya.

      Edward Coke juga mengembangkan konsep Actus Reus dan Mens Rea yang merupakan elemen penting dalam menentukan kejahatan. Actus Reus merujuk pada tindakan fisik yang melanggar hukum, sementara Mens Rea mencerminkan niat jahat pelaku saat melakukan tindakan tersebut. Keduanya harus ada untuk menetapkan tanggung jawab pidana secara adil. Konsep ini sangat relevan dalam penegakan hukum, termasuk kasus korupsi, karena membantu memastikan bahwa hanya mereka yang benar-benar bertanggung jawab yang dihukum.

Daftar Pustaka

Anwar, M. "Penerapan Prinsip Actus Reus dan Mens Rea dalam Kasus Korupsi di Indonesia." Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 50 No. 3 (2020): 345-360.

Prasetyo, Aji. "Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Unsur Actus Reus dan Mens Rea." Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 8 No. 2 (2022): 123-134.

Schneider, R.D. "History of Mens Rea and the Evolution of the Concept of Criminal Responsibility." In Criminal Law. 2017.

PPT Dokpri Kuis 12
PPT Dokpri Kuis 12

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun