Mohon tunggu...
Devita NurJasmine
Devita NurJasmine Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Pembangunan Jaya

hobi melukis dan membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cinta Tidak Boleh Buta

20 Desember 2023   00:11 Diperbarui: 20 Desember 2023   00:26 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kekerasan dalam Hubungan. FOTO/iStockphoto 

Salah satu jenis kekerasan tersebut adalah dating violation. Dating violation adalah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh salah satu pasangan yang sedang menjalani hubungan dengan pasangannya dan belum ke jenjang pernikahan. 

Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku dating violation ini menyerang fisik maupun verbal korban. Korban yang mengalami dating violation ini di paksa untuk tunduk kepada pelaku dan di ancam dengan berbagai alasan. Tetapi ada juga pelaku yang menjanjikan kepada korban ia akan berubah dan apa yang dilakukan itu semua untuk kebaikan korban. Sehingga korban tidak bisa lepas dengan alasan bahwa ia masih mencintai pasangannya dan berharap pelaku akan berubah.

Orang terdekat saya, Refa adalah salah satu korban dating violation ini. Pasangan nya seringkali tidak dapat mengontrol emosi nya dan kerap main tangan, ketika Refa bertemu dengan teman lawan jenisnya. Tidak hanya memukul tetapi pasangannya selalu mencaci maki dan mengintimidasi ketika Refa tidak mau mengikuti keinginan pasangannya. 

Alasan Refa tidak bisa meninggalkan pasangannya adalah bahwa dia memaklumi semua tindakan pasangannya sebagai bentuk cinta pada pasangannya. Bahkan korban berpikir bahwa pasangan korban bersikap kasar karena adanya kesalahan dari diri korban, sehingga korban percaya bahwa pasangannya akan berubah dan tidak akan kasar seiring waktu.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Kenapa Refa tidak memilih lepas dari hubungan tersebut? Hal ini di jelaskan dalam artikel yang diketik oleh Dewi Syukriah yang berjudul "Ketika Seseorang Bertahan dalam Hubungan yang Penuh dengan Kekerasan". Dijelaskan bahwa teori yang dapat di gunakan untuk memahami psikologi korban yang bertahan dalam hubungan tersebut adalah teori Stockholm Syndrom milik Graham, dkk (1995). 

Stockholm Syndrome adalah suatu kondisi paradoks psikologis dimana timbul ikatan yang kuat antara korban terhadap pelaku kekerasan.  Ikatan ini meliputi rasa cinta korban terhadap pelaku, melindungi pelaku yang telah menganiayanya, menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab kekerasan, menyangkal atau meminimalisir kekerasan yang terjadi (Graham, dkk., 1995).

Meskipun korban mendapatkan bekas luka fisik ataupun tidak bukan berarti kekerasan dalam hubungan dapat diterima begitu saja. Apabila korban tidak bisa lepas, efek yang di timbulkan bisa lebih berbahaya karena berupa trauma dan hilangnya rasa percaya diri. 

Trauma ini dapat berkembang ke kekerasan fisik maupun psikis yang lebih parah dengan akibat yang serius. Ketika korban sudah tidak mampu melepaskan diri dari pelaku, maka dukungan dari orang terdekat seperti keluarga dan teman lah yang harus melepaskan korban dari genggaman pelaku kekerasan. Kenali lah pasangan kalian sebelum ke jenjang pernikahan. 

Jangan hanya mengaku cinta, lalu terima saja di perlakukan semena mena oleh pasangan kita. Ingatlah bahwa kita semua berharga, sehingga tidak ada seorang pun yang pantas diperlakukan dengan kasar, termasuk pasangan kamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun