Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang teman dari kampus sebelah. Saat saya datang, ia dan temannya yang sedang membahas tentang bullying. Kemudian mereka menanyakan pendapat saya sebagai orang psikologi. Saya langsung teringat video ini (klik link) dan menunjukkan pada mereka.
Di video ini dipaparkan apa sih motif nya pembully --> Hasrat untuk menang. Lalu kenapa ada orang yang begitu bernafsu ingin menang bahkan sampai melakukan tindakan yang tidak pantas? Menurut saya jawabannya sederhana. FRUSTRASI.
Frustrasi, berasal dari bahasa Latin "frustratio", adalah perasaan kecewa atau jengkel akibat terhalang dalam pencapaian tujuan. Semakin penting tujuannya, semakin besar frustrasi dirasakan.Â
Rasa frustrasi bisa menjurus ke stres. Lebih jauh lagi frustrasi dapat menjurus ke perilaku agresi. Menurut teori lawas dari Dollard et al (1939) bahwa frustrasi pasti akan menimbulkan agresi dan agresi muncul karena frustrasi.Â
Teori ini dikenal sebagai teori frustrasi-agresi. Kemudian Miller (1941) merevisi teori ini. Menurutnya frustrasi tidak selalu menimbulkan agresi. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki kebebasan memilih respon yang akan dimunculkannya.
Ada bermacam respon yang dapat dihasilkan oleh frustrasi itu sendiri, sehingga tidak pasti menimbulkan agresivitas. Teori yang lebih baru Berkowitz (1989) yang mengatakan bahwa hanya frustrasi yang menimbukan rasa marah yang memicu perilaku agresif. (Mungkin ada teori yang lebih baru boleh dishare ^_^)
Lalu, coba bayangkan ada seseorang yang menginginkan sesuatu dan berusaha keras untuk mendapatkannya. Namun pada akhirnya malah orang lain (yang menurutnya) tidak berusaha sekeras dia yang mendapatkannya. Frustrasi sekali kan? Kemudian orang yang frustrasi tersebut bereaksi dengan membully hingga membuat korban bully ikut frustrasi juga.Â
Lalu apa yang terjadi? Korban bully membalas dengan menjadi pembully newbie. Begitu seterusnya hingga menjadi semacam cycle of violence. Membayangkannya saja sudah membuat frustrasi yaa :D
Di video ini, ada trik bagus dalam menghadapi pembully yaitu membalasnya dengan kasih sayang. Tentu sulit untuk standar manusia bukan setengah malaikat seperti kita untuk menyayangi pembully. Saya sendiri merasakan keefektivan cara tersebut. Namun, di satu titik saya menyadari ada orang yang semakin dikasihi malah semakin ganas.Â
Nahh, di situ saya teringat statement kepala sekolah Hogward : "dont pity the dead, pity those who live, espesially those who live without love". Kalau tidak bisa mengasihi, kita bisa mencoba mengasihani. Karena memang ada orang-orang tertentu yang tidak paham bahwa dirinya hanya butuh cinta.
Saya termasuk orang yang menentang agresi dalam bentuk apapun. Hidup memang keras dan tidak adil. Kenyataan sering kali rasanya pahit. Tapi itu bukan berarti dapat dijadikan justifikasi untuk menyakiti atau menghalangi hak orang lain. Saya yakin pasti ada cara untuk mendapatkan tujuan selain dengan agresi.Â
Saat saya katakan hal itu, teman dari teman saya berkata spontan, pasti hidup saya senang-senang saja dan tidak pernah berada di situasi sulit yang memaksa saya berbuat di luar batas. Kata siapa?? Semua orang punya masalahnya masing-masing, punya "luka" masing-masing. Setiap orang memiliki porsinya masing-masing. Hanya saja tiap orang berbeda-beda dalam bereaksi terhadap masalah yang dihadapinya.
Beberapa waktu lalu di tengah kegalauan, saya bertukar pikiran dengan seorang dosen. Beliau menasehati saya bahwa kita tidak bisa memilih kehidupan seperti apa yang datang pada kita, namun kita bisa memilih bagaimana reaksi yang kita munculkan.Â
Jika tidak mampu memilih reaksi apa yang tepat, maka tidak bereaksi menjadi pilihan yang paling tepat. Bodoh sekali yaa? Nope. Ada kalanya diam itu emas. Sakit? Iya. Tapi jika sudah melaluinya, baru sadar bahwa semua baik-baik saja. Itu lah hidup. Dan jelas itu jauh lebih baik dari pada salah bertindak, masuk jurang dan menyesal.
Semua sudah ada yang mengatur, Dia Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik.
InsyaAllah istiqomah ^__^
.
.
Just sharing, semoga bermanfaat.
Perjalanan menuju Bandung,
23 November 2017.
(Repost)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H