Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Dimana Ruang Terbuka Hijau Kota Medan?

30 September 2015   07:04 Diperbarui: 4 April 2017   16:25 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Habitat Dunia (HHD) yang jatuh pada minggu awal Oktober setiap tahunnya merupakan sebuah simbol dan refleksi dari upaya dan wujud kepedulian terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan dan pemukiman serta lingkungan hidup yang baik untuk masyarakat dunia secara menyeluruh. Habitat sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai ruang hidup yang aman dan nyaman. Hari Habitat Dunia ini seyogyanya menjadi sebuah wadah untuk saling berdiskusi dan mencari solusi atas isu-isu lingkungan yang tengah atau berpotensi terjadi dan dapat mengusik keberlangsungan habitat manusia. Event ini juga dapat menjadi wadah berkaca bagi pemerintah untuk menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar pemenuhan kebutuhan perumahan dan pemukiman serta lingkungan hidup menjadi semakin baik, serta sebagai upaya menyadarkan masyarakat untuk memiliki dan menjaga rumah tinggal agar menjadi tempat yang nyaman dan layak. Hari Habitat Dunia pada dasarnya bertujuan untuk menjadi pengingat bagi masing-masing kita bahwa manusia sedang membutuhkan sebuah ruang tinggal yang berkelanjutan.

Untuk tahun ini PBB mengangkat tema“Public Space for All” sebagai topik yang akan dibahas terkait keberlanjutan ruang hidup ditengah masyarakat. Public space, atau dalam bahasa Indonesia merupakan ruang publik, terbagi atas beberapa jenis sesuai konteksnya, baik itu berupa landscape maupun hardscape. Landscape berupa lapangan kosong dengan penataan ruang, sementara hardscape merupakan area publik yang memiliki wujud fisik yang telah terbangun. Jenis dari ruang publik ini sendiri diantaranya ada ruang terbuka publik skala kecil, ruang terbuka publik skala kota, ruang terbuka publik dengan fungsi tertentu,, dan pasar terbuka publik. Ruang-ruang publik ini merupakan bagian dari komponen penyusun kota, dan telah memberi nafas serta kehidupan kedalam kota itu sendiri.

Ruang terbuka publik skala kecil dapat berupa ruang sekitar tempat tinggal atau lingkungan bertetangga yang sehari-hari dapat ditemui. Sementara ruang terbuka publik skala kota merupakan ruang terbuka dengan skala yang lebih besar yang biasanya menjadi pusat pelayanan dari beberapa unit lingkungan, dapat berupa taman kota, plaza, dll. Untuk ruang terbuka dengan fungsi tertentu biasanya merupakan ruang dimana aktivitas-aktivitas tertentu dilaksanakan secara intensif dan terbuka untuk umum. Ruang ini dapat berupa ruang publik di pusat komersial, sirkulasi kendaraan (jalan raya), kawasan industri, dan ruang terbuka publik untuk memorial (Carr, 1992). Sementara untuk pasar terbuka publik merupakan ruang terbuka yang biasa digunakan pedagang kaki lima berjualan pada tempat yang bersifat taman, pinggir jalan, atau area parkir (Carr, 1992).

Medan sebagai sebuah kota yang sedang berkembang pesat dari segala aspeknya jelas memiliki kesemua jenis ruang publik tersebut. Semua yang disebut kota pasti memiliki kesemua jenis ruang publik tersebut. Namun pertanyaannya adalah apakah ruang-ruang publik tersebut sudah sesuai standar dan sudah menjadi ruang yang nyaman bagi penduduk kota? Secara objektif menganalisis, kebutuhan kota terhadap ruang publik yang sesuai standar dan nyaman belum banyak terpenuhi. Definisi ruang publik yang nyaman dan sesuai standar arsitektural kerap hanya dapat dijumpai di lingkungan perumahan elit saja, yang berarti ini hanya dapat ditemui di ruang berskala kecil.  Lalu bagaimana dengan ruang publik skala kota? Mari kita ambil satu contoh isu untuk mempermudah pembahasan. Lapangan Merdeka, atau yang anak jaman sekarang lebih kenal sebagai Merdeka Walk, hakikatnya sejak awal difungsikan sebagai ruang terbuka publik di kawasan kota yang berada ditengah-tengah pusat perekonomian dan bisnis kota Medan. Lapangan Merdeka ini menjadi ruang terbuka publik dan sebuah simpang pertemuan dari fungsi-fungsi disekitarnya. Hingga saat ini Lapangan Merdeka dikenal sebagai titik nol Kota Medan.

Perlahan, perkembangan Lapangan Merdeka dan lokasi di sekitarnya pun menjadi semakin pesat dikarenakan pemerintah Hindia Belanda menempatkan pusat pemerintahan Kota Medan di lokasi tersebut dan berdekatan  dengan Sungai Deli yang dulu merupakan jalur transportasi air. Lapangan Merdeka semakin memiliki peranannya sendiri sebagai sebuah ruang terbuka publik, sebagai wadah rakyat untuk beraspirasi maupun melakukan aktivitas komunitas lainnya. Perlahan Lapangan Merdeka memiliki jiwanya sendiri seiring dengan aktivitas-aktivitas positif yang dilakukan didalamnya.

Seiring berjalannya waktu, dengan semakin pesatnya laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan, laju pembangunan pun turut meningkat. Rumah toko menjadi sebuah fenomena yang semakin banyak ditemui seiring menguatnya citra kawasan sebagai kawasan perdagangan dan bisnis. Bangunan-bangunan baru yang muncul di sekitar kawasan mau tak mau harus mengikuti fungsi yang lebih dominan untuk ‘selamat’ di masa depan. Tak ayal, para pengembang atau pribadi pun semakin gencar menjamuri Kota Medan dengan rumah toko, mengingat perniagaan dan bisnis sangat mendukung untuk dilakukan di pusat kota. Dan fenomena ini pula yang menyebabkan semakin berkurangnya ruang terbuka hijau Kota Medan hari demi hari.

Mari kita hitung sudah berapa taman Kota Medan yang terancam dihilangkan keberadaannya (tanpa mempertimbangkan nilai sejarah ataupun nilai lingkungannya) hanya karena nafsu pembangunan yang semakin menjadi? Pada dua tahun terakhir, dua taman kota di Medan terancam hilang dan kehilangan nilai dirinya.

Pertama, Taman Beringin yang pada 2013 direncanakan dihilangkan guna pembangunan masjid. Terlepas dari penentangan terhadap pembangunan masjid ataupun hal-hal bersifat pertentangan social lainnya, pengubahan fungsi taman kota menjadi bangunan kokoh sangatlah tidak tepat. Apapun fungsi bangunan itu. Disamping karena di kawasan tersebut sudah ada Masjid Agung yang jaraknya dapat diakses dengan mudah dari perumahan yang ada di sekitar Taman Beringin, luas site Taman Beringin juga bukan merupakan luasan yang tepat untuk membangun masjid. Pengalihan fungsi RTH kota menjadi fisik bangunan ini dianggap sangat tidak bijaksana mengingat RTH kota Medan yang masih dibawah standar namun harus dikurangi lagi dengan adanya pengurangan taman kota. Dan saat ini untungnya pembangunannya dibatalkan karena pengadaan fungsi taman kota lebih bermanfaat dan bersifat berkelanjutan untuk masyarakat sekitar. Pelestarian taman kota ini juga didukung oleh para aktivis pemerhati lingkungan maupun para pemerhati tata kota.

Lain halnya dengan Lapangan Merdeka yang berada di jantung Kota Medan. Lapangan Merdeka yang merupakan bagian dari RTH Kota Medan juga terancam mengalami pengurangan area hijau dikarenakan pembangunan retail-retail foodcourt dan pembangunan gedung baru lainnya di sisi barat Lapangan Merdeka. Lapangan Merdeka perlahan kehilangan jati dirinya sebagai ruang terbuka hijau karena adanya pergesekan dengan masuknya fungsi komersial. Maksud hati menjadikan Lapangan Merdeka sebuah public space yang profitable, namun malah semakin mengurangi RTH kota. RTH Kota Medan yang jauh dari 30% tidak seharusnya mengalami penurunan lagi. Jika belum dapat meningkatkan jumlah RTH kota, alangkah baiknya mempertahankan jumlah yang ada.

Lapangan Merdeka sebelumnya memiliki pasar buku di sebelah bagian Barat, namun sekarang sudah dipindahkan dan digantikan dengan adanya pembangunan bangunan dua lantai. Terlepas dari fungsi apa yang diberlakukan pada bangunan yang sedang dalam masa pembangunan itu, menurut saya bangunan joglo di tengah Lapangan Merdeka yang sejak awal sudah ada disana sudah cukup mewakili untuk menjadi komponen massif pada ruang terbuka ini.

Namun disamping itu semua, jati diri dan aktivitas yang biasa dilakukan di sebuah ruang publik tetap dijalankan dan terus ada di Lapangan Merdeka. Pengurangan area hijau di Lapangan merdeka tidak mengurangi fungsi awal sebuah ruang publik, yakni sebagai wadah aktivitas komunitas dan aspirasi rakyat. Lapangan Merdeka tetap menjadi sebuah ruang publik yang masih sering mengadakan event-event besar. Baik itu event nasional terkait pemerintahan, komunitas, hiburan, hingga event terkait komersial. Pada akhir pekan, Lapangan merdeka juga menjadi area bagi warga kota untuk saling berbagi aktivitas. Hal ini membuat Lapangan Merdeka tetap hidup jiwanya.

Yang menjadi kekhawatiran saat ini adalah jika pembangunan dan pengurangan-pengurangan area hijau di Lapangan merdeka terus terjadi, maka akan tersisa berapa luasan Lapangan Merdeka yang bisa dinikmati publik? Apakah publik harus mengalah dengan menjamurnya bangunan di ruang publik yang menjadi hak mereka namun perlahan sudah berubah menjadi milik para tenant? Kita rasa tidak. Ini saatnya pemerintah untuk lebih memikirkan tata kota kita, tata kota Kota Medan. Semoga tak ada lagi pengurangan RTH di Lapangan merdeka maupun di ruang terbuka hijau lainnya. Karena pengurangan RTH kota ini sama saja dengan meletakkan Kota Medan dalam bahaya. Kesejahteraan masyarakat, penampakan visual dan kesan kota, serta keadaan lingkungan dapat menurun seiring dengan menurunnya ruang terbuka publik dan RTH kota. Oleh karena itu, mari sama-sama kita jaga ruang terbuka hijau dan ruang terbuka publik kota kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun