Mohon tunggu...
Devint Nehal Dhahiri
Devint Nehal Dhahiri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Punya hobi mendaki gunung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dampak Mendaki Gunung Terhadap Kualitas Spiritual Mahasiswa Pencinta Alam

8 Juni 2024   11:59 Diperbarui: 8 Juni 2024   12:26 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak
Mendaki gunung merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik dan mental, serta dapat memberikan pengalaman spiritual yang mendalam. Artikel ini mengeksplorasi pengaruh mendaki gunung terhadap kerohanian dan kedekatan dengan Allah SWT. Melalui wawancara dengan pendaki berpengalaman, ditemukan bahwa pendakian tidak hanya berfungsi sebagai olahraga atau hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mensyukuri keindahan ciptaan Allah dan memperkuat hubungan spiritual dengan-Nya. Selain itu, artikel ini menyoroti pentingnya menjalankan kewajiban ibadah seperti sholat selama pendakian dan menjaga etika terhadap alam. Memahami aturan tentang tayamum dan jamak dalam kondisi tertentu memastikan pendaki tetap taat beribadah. Kesimpulannya, mendaki gunung dapat memberikan manfaat fisik, mental, dan spiritual, serta mengajarkan pentingnya menjaga kelestarian alam sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Pencipta.

Pendahuluan
Gunung merupakan ciptaan tuhan semesta alam yang sangat indah. Gunung merupakan sebuah bentuk permukaan tanah yang letaknya jauh lebih tinggi dari pada tanah-tanah sekitarnya. Pada umumnya gunung lebih besar daripada bukit, tetapi bukit di suatu tempat bisa jadi lebih tinggi dibandingkan apa yang disebut gunung ditempat lain. Pada umumnya gunung memiliki lereng yang curam dan tajam atau bisa juga dikelilingi oleh puncak-puncak atau pegunungan. Gunung memiliki keindahan flora dan fauna seperti sabana, bunga edelweis, dan sebagainya yang membuat banyak orang ingin mengunjunginya.

Muncullah pendaki gunung yang merupakan orang yang mempunyai keinginan untuk berjalan hingga ke puncak. Pendaki bisa dikategorikan menjadi beberapa kategori diantaranya adalah pendaki pemula dan pendaki professional. Pendaki pemula adalah seorang pendaki yang kurang berpengalaman dalam mendaki gunung. Sedangkan pendaki profesional adalah pendaki yang mahir dalam pendakian seperti menguasai ilmu mountaineering dan paham akan resiko-resiko yang dihadapi, selain itu kategori pendaki professional juga dapat diartikan sebagai seseorang yang melakukan pendakian berdasarkan hobi dan memnungkinkan dijadikan profesi.

Pada jaman sekarang ini dimana banyak orang yang terlalu sibuk dengan pekerjaan ataupun kehidupan yang membuat jasmani capek dan mental stress sehingga gunung dijakan tempat untuk melepas penat. Inilah yang memunculkan kategori pendaki pemula dikarenakan keindahan gunung yang disebar lewat sosial media oleh pendaki professional. Berbeda dengan pendaki profesional yang menikmati pendakian sebagai olahraga maupun hobi.

Namun, terlepas dari semua itu banyak pendaki yang melupakan keberadaan Sang Pencipta yang merupakan pencipta dari semua gunung yang ada di dunia. Mulai dari merusak alam, tidak menjaga etika terhadap makhluk lain, dan tidak menjaga kewajiban kepada Sang Pencipta itu sendiri. Lantas apa yang harus dilakukan agar kita menjadi dekat kepada Sang Pencipta? Upaya apa yang dapat mempengaruhi kerohanian kita saat mendaki gunung? Maka dari itu artikel ini dibuat untuk mengulik pengaruh mendaki gunung terhadap kerohanian.

Pembahasan

Pendakian, umumnya merupakan sebuah aktivitas perjalanan dari kaki gunung menuju puncak gunung. Namun saat ini banyak orang yang memiliki tujuan berbeda saat melakukan pendakian itu sendiri. Seperti orang yang hanya berkemah di hamparan sabana, trail run, meneliti flora dan fauna gunung, dan sebagainya. Malah pada jaman dahulu, orang melakukan pendakian untuk berdoa atau beribadah kepada yang dipercaya. Lantas apa tujuan utama dari sebuah penkian yang mana pendakian itu sangat menguras tenaga, duit dan waktu.

Kami telah melakukan wawancara terhadap dua pendaki yang sudah berpengalaman dalam mendaki gunung. Menurut salah satu narasumber yang merupakan mahasiswa pencipta alam, sebagai pendaki yang sudah sering melakukan pendakian. Menurut dia, tujuan utama dari pendakian adalah sebagai ajang dalam berolahraga yang beda dari olahraga seperti pada umumnya, dikarenakan olahraga ini mempunyai banyak tantangan, seperti trek yang berbeda di setiap gunung, membawa logistik yang banyak sehingga beban lebih berat, dan pemandangan yang indah saat melakukan olahraga tersebut. Untuk narasumber yang lain mengatakan bahwa tujuan melakukan pendakian gunung hanya untuk jalan jalan ke tempat yang dapat menenangkan pikiran. Terlepas dari tujuan yang dikatakan oleh narasumber yang telah kami tanyakan, sebenarnya Allah SWT telah berfirman pada Q.S Al-Mulk ayat 15 yang berisi "Dialah yang menjadikan bumi untuk mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya...". Dari ayat diatas, secara tersirat bahwa Allah memang menyarankan agar kita menjelajahi alam yang Dia ciptakan, salah satunya adalah gunung. Oleh karena itu, tujuan yang dikatakan oleh dua narasumber itu memang sejalan dengan apa yang difirmankan oleh Allah itu sendiri.

Selain dari tujuan yang dijelaskan, terdapat beberapa dampak yang dirasakan saat mendaki gunung. Menurut narasumber yang sama, dampak yang ia rasakan saat naik gunung adalah dampak spiritual yang menjadikannya lebih bersyukur kepada Allah karena telah menciptakan gunung yang sangat indah. Selain mendapatkan rasa syukur, mendaki gunung dapat menjadikan ia menjadi lebih dekat kepada-Nya dengan mengingat-Nya. Selain itu, dengan mendaki gunung kita akan merasakan kedekatan dengan alam yang pada akhirnya akan mengantarkan kita kepada kedekatan diri kita dengan Allah. Dengan mendaki gunung kita akan belajar ilmu agama yang jauh lebih tinggi, yakni ilmu hakikat diri. Hal-hal seperti ini sesungguhnya sudah dibuktikan oleh para nabi dan kaum petapa yang gemar sekali mendaki gunung untuk sekadar bertapa dan menyendiri guna mendekatkan diri kepada Allah. Dan ini sesuai dengan ucapan para hukamah atau sufi bahwasanya jika kita mampu mengenali diri sendiri, kita akan memahami betapa ciptaan Allah SWT begitu luas membentang, perkasa dan tak tertandingi. Dengan begitu, perjalanan mendaki akan makin mendekatkan diri pada Ilahi.

Terlepas dari mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan percuma jika kita tidak menjalankan kewajiban terhadap Allah SWT di alam liar yang mana membutuhkan pemahaman tentang tata cara peribadatan. Menurut narasumber yang kita tunjuk, kewajiban yang harus ditaati saat pendakian adalah sholat. Mereka selalu menjalankan sholat karena mungkin mereka pendaki yang taat kepada Allah. Namun, yang menjadi perbedaan atau halangan saat sholat adalah waktu, tempat, dan bersuci. Menurut narasumber pertama, ia akan sholat jika ada tempat terbuka atau dataran yang memungkinkan ia untuk sholat atau tidak, jika tidak maka ia akan sholat saat ia sampai tujuan atau tempat untuk berkemah walaupun waktu sholat akan bertabrakan dan menjadikan sholat itu dijamak. Menurut narasumber yang kedua, ia pasti menjamak takhir sholat dikarenakan takut pakaian yang digunakan terdapat najis sehingga ia akan solat dengan pakaian ganti yang ia bawa tetapi ia menggantinya di tempat berkemah agar tidak ribet mengeluarkan pakaiannya dan itu akan bertabrakan dengan waktu sholat karena jarak perjalanan yang jauh menuju tempat berkemah.

Namun menurut mayoritas ulama, jamak diperbolehkan dengan syarat safar, sakit, dan cuaca yang merugikan. Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Baz ra, ia berkata bahwa jarak yang dipilih mayoritas ulama sebagai jarak yang dikatakan telah melakukan safar adalah perjalanan sehari semalam, yaitu misalnya pejalanan sekitar 70 km ditempuh dengan kendaraan, 70 km ke atas ini baru dinamakan sebagai safar. Apabila saat mendaki gunung kita mendapati salah satu sebab-sebab diperbolehkan menjamak solat, maka jamak diperbolehkan. Jadi apa yang dikatakan oleh narasumber yang kami tunjuk itu belum benar sepenuhnya, karena jamak boleh dilakukan asal memenuhi syarat, jika tidak memenuhi syarat maka wajib bagi kita untuk solat di waktunya dengan mencari lahan datar.

Solat dikatakan sah bila kita bersuci atau melakukan thaharah atau berwudhu. Bagaimana cara kita berwudhu saat di gunung yang mana air itu susah ditemukan. Menurut narasumber yang pertama, ia berkata bahwa untuk berwudhu masih menggunakan air yang ia bawa namun hanya mengusap sekali saja di area yang wajib di basuh agar air tercukupi. Berbeda dengan narasumber yang kedua, ia melakukan tayamum dikarenakan air untuk berwudhu tidak ia persiapkan dan ia meyakini bahwa di gunung boleh tayamum karena air yang sulit didapat. Lantas bagaimana regulasi berwudhu yang benar menurut mayoritas ulama.

Menurut pendapat Imam Syafii ada dua syarat diperbolehkan tayamum yaitu tidak ada sumber mata air dan suhu udara dingin. Dalam pendakian kita seharusnya mencari info terlebih dahulu mengenai adanya sumber mata air di gunung. Jika tidak ada mata air sudah pasti kita menyediakan air dalam jumlah banyak. Namun, dikarenakan trek gunung yang berbeda beda itu membuat kita tidak tahu seberapa banyak air yang dibutuhkan untuk kebutuhan minum. Apabila kita menyiapkan air untuk minum tetapi malah kita pergunakan untuk berwudhu maka haram hukumnya walaupun wudhunya sah.Oleh karena itu, tayamum diperbolehkan saat ketersediaan air yang tidak tercukupi. Lalu syarat yang kedua adalah suhu udara yang dingin. Pada sebagian gunung memang terdapat mata air di dekat tempat berkemah untuk kebutuhan pendaki. Tetapi saat malam hari tiba, pada umumnya suhu udara di tempat berkemah menjadi sangat dingin sehingga banyak pendaki yang tidak kuat saat menyentuh air. Maka diperbolehkan melakukan tayamum.

Selain dari menjaga kewajiban solat di gunung, menjaga etika terhadap gunung itu sendiri juga diperlukan, karena di gunung juga terhadap makhluk lain yang merupakan ciptaan Allah lainnya. Dimulai dari menjaga kebersihan lingkungan, menaati peraturan yang telah dibuat oleh pengelola gunung, dan etika terhadap makhluk lainnya. Q.S Ar-Rum ayat 41 menyebtuan, "Kerusakan alam di darat dan di laut telah tampak karena perbuatan tangan manusia agar Allah menimpakan dampak kerusakan alam akibat sebagian perbuatan mereka agar mereka kembali". Surat ini menyiratkan bahwa kerusakan alam dimulai dari tangan manusia yang tidak menajaganya.

Dalam surat Al-A'raf ayat 65 memerintahkan manusia untuk memakmurkan, menjaga, dan mengolah bumi sesuai kebutuhan dengan meminimalisir dampak kerusakannya. Begitu juga dengan firman lain yang menyerukan kita agar senantiasa untuk menjaga gunung yang merupakan bagian dari alam. Seperti yang telah dilakukan oleh narasumber, bahwasanya mereka selalu menaati peraturan yang ditentukan oleh pengelola gunung. Selain itu, kebersihan juga selalu diperhatikan oleh mereka, sehingga secara tidak langsung mereka telah memberikan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah lewat menjaga kelestarian gunung yang merupakan ciptaan-Nya.

Penutup

Mendaki gunung tidak hanya sekadar aktivitas fisik, tetapi juga dapat menjadi sarana mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Melalui pendakian, seseorang dapat menghayati keindahan alam yang diciptakan oleh Allah SWT dan mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan. Pengalaman spiritual yang didapatkan saat mendaki gunung, seperti perasaan tenang dan kekaguman terhadap ciptaan Tuhan, dapat meningkatkan rasa syukur dan kesadaran akan kebesaran-Nya. Oleh karena itu, mendaki gunung bisa menjadi cara yang efektif untuk memperdalam hubungan spiritual kita dengan Allah SWT.

Selain itu, menjaga kewajiban ibadah selama pendakian merupakan hal yang penting. Dengan menjalankan sholat dan menjaga etika terhadap lingkungan sekitar, pendaki menunjukkan rasa tanggung jawab mereka sebagai umat beriman yang menghormati ciptaan Allah. Memahami aturan dan syarat ibadah seperti tayamum dan jamak dalam situasi tertentu dapat membantu pendaki tetap taat dalam beribadah meski dalam kondisi alam yang menantang. Dengan demikian, mendaki gunung tidak hanya memberikan manfaat fisik dan mental, tetapi juga menjadi sarana untuk menjalankan perintah agama, menjaga alam, dan memperkuat keimanan kita kepada Allah SWT.

Daftar Pustaka

KH Ali Yafie. (2006). Merintis Fiqih Lingkungan Hidup. Jakarta.

Tugiyono, Setyawan. (2021). Keringanan Sholat Saat Mendaki Gunung.

Ferialdi, R. (2019). Mendekatkan, Pendekatkan Diri pada Sang Ilahi Robbi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun