Sedih rasanya ketika membuka smartphone kemudian muncul rekomendasi bacaan artikel mengenai pengangguran di mana-mana.
Sudah sekolah tinggi-tinggi tapi masih saja sulit mendapatkan pekerjaan. Cari loker sana-sini tapi masih belum menemukan yang sesuai dengan gelar. Mau bekerja serabutan malu dengan ijazah yang ada. Diam di rumah menjadi bahan pembicaraan para tetangga.
Jadi serba salah rasanya?
Akibat pengangguran, mental menjadi sangat tertekan. Merasa diri terisolasi dengan keadaan, sebab takut dengan pertanyaan "kerja di mana?". Melihat teman seangkatan sudah bekerja, hati menjadi ciut, apalagi melihat mantan yang sudah mapan.
Ingin rasanya segera menanggalkan status "pengangguran" yang selama ini menjadi aib dunia dalam hidup.
Berbicara tentang pengangguran akan selalu memunculkan kesan mendalam yang negatif. Lalu bagimana agar masa pengangguran kalian tidak menjadi aib dunia yang menyedihkan. Caranya adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif.
Beberapa kegiatan positif yang dapat dilakukan sembari menanti panggilan kerja adalah sebagai berikut.
1. Berbakti kepada kedua orang tua
Tidak ingatkah kalian dahulu, merekalah yang telah membesarkan kalian hingga menjadi seperti ini. Mereka enggan meminta balas jasa kepada kalian pun uang ganti rugi yang telah dikeluarkan sejak kalian lahir hingga saat ini.
Kebahagian kalian kelak adalah balas jasa yang cukup bagi mereka. Begitu luar biasa cinta kasih orang tua terhadap anaknya. Maka sebelum kalian memiliki kehidupan baru, seperti mendapatkan pekerjaan yang layak dan kemudian membangun rumah tangga perlakukan kedua orang tua dengan sebaik mungkin. Tidak perlu repot melakukan hal besar cukup berbakti dengan cara membantu pekerjaan ibu di rumah, menemani kedua orang tua jika diperlukan dan berbicara lemah lembut dengan mereka.
2. Menekuni hobimu
Waktu senggang yang sangat banyak cenderung memunculkan rasa bosan yang tinggi. Enggan melakukan apa-apa adalah jalan keluar bagi sebagian orang. Akibatnya ketika masa-masa penantian panggilan kerja kondisi tubuh menjadi tidak prima.Â