Sebagai Warga Negara Indonesia kita tentunya bangga dengan adanya wisata yang begitu banyaknya dan dengan keindahan tempatnya. Beberapa wisata disebut juga dengan sebagai surga dunia seperti yang telah disebutkan pak Jokowi dalam rapat Istana Merdeka terkait 10 Bali baru. Yaitu Labuan Bajo NTT, Mandalika NTB, Danau Toba Sumatra Utara, Boroudur Jawa Tengah, Wakatobi Sulawesi Tengah, Bromo-Tengger-Semeru Jawa Timur, Tanjung Kelayang Bangka Belitung, Morotai Maluku utara, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu DKI Jakarta yang mana daerah wisata ini sudah tingkat Internasional. Meningkatnya jumlah turis yang datang ke wisata Indonesia bukan hanya berdampak baik dalam invesrot negara akan tetapi juga ada dampak buruknya.Â
   Karena banyaknya turis yang mengunjungi  destinasi wisata di Indonesia menjadikan dorongan pada pemerintah untuk membangun fasilitas wisata Indonesia menjadi premium. Dampaknya adanya penggusuran rumah warga dan terancamnya konservasi yang telah dikelola dan dilindungi oleh masyarakat sekitar. Penggusuran lahan yang dilakukan dengan legitimasi hukum dan mengatasnamakan kepentingan umum memang lebih diutamakan terutama mereka membawa pihak keamanan Negara akan tetapi ketika masyarakat meminta keadilan HAM mereka melakukan kekerasan dan intimidasi. Tetapi, cara legalitas ini pun tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan kekerasannya. Terlebih lagi diera digital yang semakin terbuka, cara-cara penggusuran meski dengan alasan untuk kepentingan umum justru dapat menjadi bumerang bagi pihak pemerintah, perusahaan dan investor sendiri. Apabila penggusuran lahan masih berlanjut, maka akan mengundang sorotan internasional.
   Investor yang mengajak kerjasama pun juga ada dampak baik dan buruknya bagi daerah wisata Indonesia. Salah satu dampak buruknya yaitu penyerobotan sengketa tanah milik warga yg dijadikan pabrik atau tambang. Jatuhnya warga kalah dengan para investor pengusaha yang punya uang dan bekerja sama dengan pihak kepolisian. Bahkan ada kasus intimidasi BPN yang membuat warga terluka karena pihak kepolisian menggunakan senjata tajam yaitu kejadian diwilayah Sumba Barat NTT. Ada juga intimidasi di Pulau Pari dari pihak investor yang mana malah menjerumuskan warga kepihak kepolisian sampai ditahan selama 3 hari untuk somasi dan akhirnya warga terbukti tidak salah. Dan beberapa kasus penggusuran lainnya.
   Menurut saya ini tidak adil bahkan tidak menerapkan Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia. Ada juga pelanggaran HAM oleh pihak kepolisian yang mana menggunakan senjata tajam demi memihak investor dan tidak memikirkan keadilan masyarakat, padahal salah satu tugas polisi adalah mengayomi rakyat Indonesia. Saran saya untuk masyarakat Indonesia harus pintar memilih dan menyaring walaupun ada tawaran dari investor banyak dana untuk rakyat tapi juga harus dipikir dampaknya bagi konservasi yang telah dilindungindan dikelola oleh masyarakat sendiri. Dan untuk pemerintah juga harus memikirkan masyarakat, bukan hanya membangun pariwisata menjadi wisata yang premium saja tetapi juga bagaimana mengayomi warga yang telah mengembangkan wisata hingga seramai itu pengunjungnya. Buruknya mereka langsung memberi palang pembangunan wisata, alangkah baiknya rundingan juga dengan masyarakat sekitar wisata karena pengelolaan wisata juga berawal dari mereka.
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H