Mohon tunggu...
Devina Nova Faiza
Devina Nova Faiza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Antara Jepang dan Korea Selatan Terkait Pengklaiman Pulau Dokdo atau Takeshima Menurut Perspektif Konstruktivisme

31 Mei 2024   11:47 Diperbarui: 31 Mei 2024   11:47 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan dalam studi hubungan internasional yang menekankan pada peran norma dan identitas dalam membentuk perilaku aktor-aktor internasional. Identitas dapat membentuk kepentingan aktor dan kemudian mempengaruhi tindakan mereka. 

Tindakan ini pada akhirnya dapat membentuk kembali identitas, baik mempertahankan identitas yang sama atau menghasilkan identitas baru. Teori ini hadir untuk mengisi celah yang ditinggalkan dari perspektif liberalisme dan realisme. 

Berbeda dengan realisme yang menitikberatkan pada kekuatan militer dan kepentingan keamanan, serta liberalisme yang menyoroti kerjasama antarnegara karena perspektif ini memandang bahwa peran dan konflik dapat diminimalkan melalui upaya bersama. konstruktivisme menekankan pada peran, ide, kepercayaan, dan interaksi sosial dalam membentuk tatanan internasional. 

Sejak tahun 1965, Jepang dan Korea Selatan telah menjalin hubungan bilateral yang ditandai dengan adanya kesepakatan antara kedua negara tersebut melalui perjanjian serta kerjasama ekonomi. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki hubungan diplomatik antara Jepang dan Korea Selatan, namun walaupun telah mencapai kesepakatan untuk memulihkan hubungan diplomatik, hubungan antara Jepang dan Korea Selatan masih belum pulih sepenuhnya dan masih ada ketegangan yang dirasakan, terutama terkait beberapa isu, salah satu contohnya yaitu perselisihan terkait pulau Dokdo atau  juga bisa disebut Takeshima. 

Pulau Dokdo atau Takeshima adalah gugusan pulau karang yang berada di ujung timur wilayah Korea Selatan dan di barat laut wilayah Jepang. Pulau ini dikenal dengan dua nama yang berbeda, di Jepang pulau ini disebut Takeshima yang memiliki arti pulau bambu, sedangkan di Korea Selatan disebut Dokdo yang memiliki arti pulau karang. 

Pulau ini memiliki dua pulau utama yaitu Dongdo san Seodo lalu sisanya merupakan batuan-batuan karang. Pulau ini adalah bagian dari wilayah Korea Selatan, hal ini berdasarkan catatan sejarah dalam beberapa dokumentasi dari pemerintah Korea Selatan. Dokumen-dokumen tersebut menyatakan bahwa pulau Dokdo atau Takeshima awalnya adalah wilayah tanpa pemilik yang disebut Ussankuk dan telah menjadi bagian dari bagian dari Korea Selatan sejak masa dinasti Shilla. 

Namun, saat itu Jepang yang menjajah Korea Selatan menganggap pulau ini adalah wilayah tanpa pemilik dan mulai mendudukinya. Pada Februari 1905, Jepang dengan resmi mengklaim pulau Dokdo atau Takeshima, lima tahun sebelum Korea dipaksa menyerahkan seluruh kedaulatan teritorialnya ke kolonial Jepang. 

Lalu pada akhir tahuan 1950-an, Korea kembali menegaskan klaimnya terhadap pulau Dokdo atau Takeshima dengan membangun beberapa struktur dan memberikan penjagaan di pulau tersebut. Namun Jepang terus menentang hal tersebut dan telah mengeluarkan protes sambil terus mengklaim kedaulatan pulau Dokdo atau Takeshima. 

Alasan dan faktor dari kedua negara yang ingin mengklaim pulau Dokdo atau Takeshima antara lain adalah karena adanya beberapa kepentingan nasional dari kedua negara ini seperti menguasai potensi sumber daya alam dari pulau tersebut, terdapat kemungkinan eksplorasi minyak dan gas. Selain itu kemajuan teknologi di masa depan akan memudahkan pencarian minyak dan gas dari bawah laut yang tentunya akan sangat menguntungkan untuk kedua negara, terutama Jepang yang selalu bergantung pada minyak impor karena kondisi geografi dan geologinya. 

Lalu, terdapat banyak sekali sumber makanan di sekitar daerah pulau Dokdo atau Takeshima. Pulau ini memiliki potensi untuk menangkap hingga 13 juta ton per tahunnya, sehingga menjadi sumber pangan yang berharga bagi penduduk dan dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi negara yang memiliki hak atas pulau tersebut. 

Kedua negara saling menuduh bahwa lawannya menggunakan isu sejarah dalam politik untuk menyelesaikan masalah domestik. Karena masyarakat di Korea memiliki kenangan negatif terhadap Jepang akibat masa kolonial, pemerintah Korea Selatan memanfaatkan identitas nasional dan sejarah Korea dalam politik domestik. Dengan itu, identitas nasional Korea menjadi defensif dan agresif dengan Jepang. 

Pengklaiman Jepang terhadap pulau Dokdo atau Takeshima dianggap menunjukkan bahwa Jepang tidak merasa bersalah atau menyesal atas apa yang sudah dilakukan mereka kepada Korea. Sedangkan masyarakat Jepang memandang Korea Selatan sebagai negara pembuat masalah, hal ini mengakibatkan ingatan dan identitas nasional kedua negara saling mempengaruhi secara negatif yang berdampak buruk pada hubungan bilateral di antara kedua negara tersebut. 

Jepang dan Korea Selatan sama-sama mengklaim pulau Dokdo atau Takeshima sebagai milik mereka berdasarkan peristiwa sejarah. Peristiwa-peristiwa tersebut lalu membentuk identitas nasional masing-masing negara yang selanjutnya mempengaruhi pandangan mereka terhadap satu sama lain. 

Identitas nasional yang kuat di Korea Selatan dan Jepang menjadi pemicu utama dari konflik ini. Menurut Korea Selatan pulau Dokdo atau Takeshima merupakan bagian dari wilayah Korea sejak lama, sementara bagi Jepang klaim atas pulau ini didasarkan pada narasi sejarah dan identitas nasional. 

Norma-norma dalam masyarakat internasional memainkan peran penting dalam membentuk konflik. Narasi historis dan konstruksi sosial yang dibagun oleh kedua negara telah memperkuat klaim masing-masing terhadap pulau Dokdo atau Takeshima. 

Meskipun konflik antara kedua negara ini sulit untuk dipecahkan, upaya diplomatik harus tetap dilakukan. Pendekatan konstruktivis menganggap pentingnya memulihkan hubungan antara kedua negara demi menyelesaikan konflik ini. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa konflik antara Jepang dan Korea Selatan terkait dengan pulau Dokdo atau Takeshima menyoroti kompleksitas identitas, norma, dan konstruksi sosial dalam hubungan internasional. 

Pendekatan konstruktivisme memberikan wawasan yang berharga tentang dinamika yang terlibat dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan di antara kedua negara tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun