Maka, interaksi budaya ini terjadi di dalam media sosial TikTok dimana aplikasi ini menjadi sebuah media dalam berinteraksi budaya antar kreator dengan kreator, kreator dengan penonton, dan penonton dengan penonton.
Menurut Harold Lasswell (dalam Baldwin, 2014, dkk. h. 204), ia mengemukakan mengenai sebuah pola komunikasi itu memerlukan pemahaman bahwa pola terjadi pada beberapa level yang berputar-putar bahkan satu level linier, dengan pertanyaan, “Siapa mengatakan apa, di saluran mana, kepada siapa, dengan efek apa”.
Namun iklim media saat ini membuat pendekatan dari Lasswell terlalu sederhana, yaitu seperti model pengiriman informasi yang paralel. Padahal sekitar satu abad yang lalu, peneliti media berteori tentang pengertian efek langsung yaitu bagaimana media memiliki pengaruh yang kuat dan langsung pada audiens yang cukup pasif dan homogen dimana jika dibandingkan dengan sekarang, pandangan ini terlihat lebih kompleks.
Sekarang kita “diperbolehkan” untuk memiliki hak dalam kebebasan berbicara dan berekspresi, siapa pun kita sebagai individu ataupun sebagai media. Kebebasan inilah yang memungkinkan kita menjadi diri kita sendiri di depan umum, dalam artian kita tidak memiliki “aturan” dalam berbicara dan berekspresi di media, terutama pada media sosial TikTok. Dimana kita bisa bebas menciptakan karya apapun, bebas dalam berkomentar, dan bebas dalam mengekspresikan diri kita dalam aplikasi TikTok ini.
Namun, apakah media memiliki pengaruh terhadap budaya dan sebaliknya? TikTok sebagai media dalam interaksi budaya menjadi wadah bagi kreator untuk membagikan konten edukasi budaya kepada masyarakat internet dan masyarakat internet bisa menikmati dan membentuk persepsi mereka atas budaya terkait dari edukasi budaya yang mereka tonton.
Dan terjadinya pola komunikasi disini terjadi secara berputar yang terdapat pada kolom komentar dan terjadilah interaksi yang terjalin serta dengan adanya efek yang ditimbulkan dari pola komunikasi ini.
Sebagaimana disebutkan dalam Teori Uses and Gratifications yang berbunyi bahwa para penonton atau pendengar mampu memilih dalam mengkonsumsi sebuah media (West & Turner, 2008, h.79) dan Teori Agenda Setting yang berbunyi bahwa media memberikan efek yang kuat kepada penonton atau pendengar dan juga membentuk struktur isu untuk publik (Littlejohn, dkk., 2016, h. 161).
Maka jawaban dari pertanyaan di atas adalah TikTok bisa membentuk struktur isu dan pikiran masyarakat mengenai konten edukasi budaya dan muncullah persepsi masyarakat mengenai budaya khususnya seni tari tradisional di Indonesia yang dikombinasi dengan tari modern dari TikTok serta para pendengar dan penonton bisa memilih media yang mereka gunakan untuk membentuk pikiran mereka dan persepsi mereka atas kebudayaan tradisional di Indonesia.
Daftar Pustaka:
Baldwin, J. R., Coleman, R. R. M., Gonzales, A. & Packer, S. S. (2014). Intercultural Communication for Everyday Life. UK : Wiley Blackwell.
BBC Indonesia. (2018, 3 Juli). Kenapa Aplikasi TikTok Diblokir Pemerintah?. BBC.com. Diakses pada tanggal 9 Desember 2020.