Mohon tunggu...
DEVINA DAMAYANTI
DEVINA DAMAYANTI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indraprasta PGRI

Saya sangat suka mendengarkan musik, bagi saya mendengarkan musik dapat memberikan ketenangan hati dan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sosok Tan Malaka

29 Mei 2022   21:11 Diperbarui: 29 Mei 2022   21:15 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tan Malaka (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Tan_Malaka)

Tan Malaka merupakan bapak Republik Indonesia sekaligus Pahlawan Nasional. Ia diakui sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional tertulis dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 53 Tahun 1963, yang ditandatangani pada tanggal 28 Maret 1963 oleh Bapak Presiden Republik Indonesia Ir.Soekarno. Penghargaan yang diberikan kepada Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional untuk mengingat jasa-jasanya untuk Indonesia.

TAN MALAKA MASA KANAK-KANAK

Tan Malaka yang lahir pada tanggal 2 Juni 1897 di Nagari Pandan Gadang, Suluki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Tan Malaka yang memiliki nama asli Sutan Ibrahim. Nama Lengkapnya Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka. Ia mendapatkan gelar "Datuk" saat berusia 16 tahun, gelar Datuk ini didapatkan dari garis semibangsawan keturunan ibunya (Rahman, 2018:15). Ayahnya yang bernama H.M Rasad yang bekerja sebagai pegawai pertanian dan Ibunya yang bernama Rangkayo Sinah, salah satu orang yang disegani di desanya.

Tan Malaka memiliki saudara kandung laki-laki bernama Kamaruddin, namun tidak memiliki saudara kandung perempuan. Semasa kecil, Tan Malaka sama seperti anak-anak yang lainnya, gemar bermain sepak bola. Bahkan ia suka mempelajari ilmu agama dan bela diri. Ia senang mempelajari ilmu agama karena lingkungan agama di Minangkabau yang kuat.

MASA PENDIDIKAN TAN MALAKA

Saat ia berusia 6 tahun, ia memulai Pendidikan sekolah kelas dua (Tweede Klasse School) di Suliki pada tahun 1903–1908. Karena kecerdasan serta semangat yang tinggi dalam belajar, ia berhasil melanjutkan studi ke Kweekschool (Sekolah Guru Negeri) di Ford de Kock (sekarang Bukit Tinggi). Sekolah Guru Negeri untuk Guru-Guru Pribumi, yang merupakan salah satu lembaga untuk pendidikan lanjutan bagi orang Indonesia di Sumatera (Poeze, 1988:15). Di sekolah ini Tan belajar bahasa Belanda dan ia juga turut bermain dalam orkes sekolah guru dan orkes Eropa di Ford de Kock sebagai pemain cello pertama, yang di pimpin oleh Horensma.

Namun, pada tahun 1912 yang mengharuskan Tan Malaka kembali ke kampung halamannya untuk memperoleh gelarnya dan pendidikannya pada saat itu terhenti (Poeze, 1988:21). Karena kepintarannya, guru Horensma bersama W. Dominicus yang bekerja sebagai Kontrolir (Kepala suatu onderafdeling) sekaligus teman baik Horensma di Suliki (Poeze, 1988:23) merekomendasikan Tan Malaka untuk melanjutkan studinya ke Rijkskweekschool (Sekolah Guru Pemerintah) di Haarlem pada tahun 1913.

Selama studinya di Belanda, ia mulai mengenal revolusi dan gemar membaca banyak buku diantaranya karya Friedrich Nietszche dan buku karya Thomas Carlyle yaitu The French Revolution. Setelah Revolusi Prancis selesai, Tan Malaka memperdalam ilmunya dengan membaca buku karya Karl Max, Friedrich Engels dan Vladimir Lenin. Pada saat itupun Tan Malaka membenci Belanda dan tertarik dengan Amerika dan Jerman.

TAN MALAKA DI INDONESIA

Pada tahun 1919, ia kembali ke tanah air untuk berevolusi agar bangsa Indonesia terlepas dari penjajah. Di Indonesia ia mengajar untuk anak-anak kuli kontrak perkebunan di Deli. Karena bagi Tan Malaka setiap orang berhak mendapatkan Pendidikan yang layak. Tan Malaka pun semakin semangat dengan pemikiran yang radikal melibatkan ia terhadap pemogokan buruh.

Pada tahun 1921, ia pergi ke Jawa dan ia diangkat menjadi ketua PKI (Partai Komunis Indonesia). Ia juga aktif dalam memimpin pergerakan buruh, karena hal ini ia pun ditangkap oleh pihak Belanda dan dibuang ke Kupang.

Pada tahun 1922, ia dicalonkan untuk menghadiri parlemen sebagai wakil partai komunis dalam Kongres keempat Komintern di Belanda. Kemudian di tahun 1926, Tan Malaka mendirikan PARI (Partai Republik Indonesia) di Bangkok, ia sebelumnya juga menentang pemberontakan PKI di Indonesia dan atas kegagalan pemberontakan itu ia pun disalahkan. Pada tahun ini juga Tan Malaka ditangkap karena diduga terlibat aksi mogok besa-besaran buruh pegadaian dan diasingkan ke Belanda. Setelah dua puluh tahun menjalani pengasingan, Tan Malaka kembali ke Indonesia pada tahun 1942, bersamaan dengan kedatangan penjajah Jepang ke Indonesia.

Tan Malaka tak tinggal diam melihat bangsanya dijajah kembali. Ia melakukan perlawanan politik. Ia juga menemui Soekarno untuk menyampaikan strategi revolusioner untuk melawan penjajah. Karena keteguhan dan semangat Tan Malaka dalam kemerdekaan Indonesia, akhirnya Indonesia berhasil merdeka pada tahun 1945.

Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi pelopor aktivis sayap kiri sosialis dan ia sering dituduh melakukan perlawanan terhadap kebijakan baru. Akhirnya pada tahun 1946, ia dipenjara. Setelah bebas dengan melihat kondisi pemerintahan baru yang belum stabil. Ia membentuk Partai Murba pada tahun 1948 di Yogyakarta. Kemudian Tan Malaka menuju ke Kediri untuk membentuk pasukan Gerilya.

Pada tahun 1949, di Kediri Tan Malaka bersama anak buahnya di tembak. Ia wafat pada usia 52 tahun, dan selama akhir hayatnya ini ia tidak pernah menikah. Memilih mengabdikan dirinya untuk bangsa Indonesia, karena kecintaan ia terhadap bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun