Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa jumlah pengangguran lulusan SMK mencapai 11,41 persen dari total 7,04 juta pengangguran per Agustus 2017, di mana angka tersebut merupakan angka yang tinggi jika dibandingkan dengan lulusan pendidikan umum.
Adapun jumlah pengangguran dari lulusan Sekolah Dasar (SD) 2,62%, Sekolah Menengah Pertama 5,54%, Sekolah Menengah Atas 8,29%, diploma I/II/III 8,29%, dan Sarjana 5,18%. Bambang menduga data itu mengindikasikan mismatch antara pendidikan yang disediakan dan kebutuhan pasar.
Seiring meningkatnya perkembangan IPTEK, masyarakat juga dituntut untuk meningkatkan kualitas diri agar mampu bersaing dan memenuhi tuntutan industri. Oleh karena itu, diperlukan optimalisasi pendidikan, terutama vokasi untuk mencegah pengangguran nantinya saat IPTEK mendominasi. Optimalisasi ini dilakukan terutama di sektor jasa karena proporsi di sektor jasa sendiri yang bersar dan akan terus meningkat kedepannya sehingga amat potensial untuk dikembangkan.
Maka, dapat disimpulkan bahwa penerapan kebijakan tunjangan sosial kurang cocok bila diterapkan di Indonesia, melihat adanya perbedaan dari penyebab pengangguran di kedua negara. Langkah yang cocok bila melihat kondisi di Indonesia adalah dengan melakukan optimalisasi pendidikan terutama di bidang pendidikan vokasi agar kedepannya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pasar yang semakin meningkat seiring perkembangan IPTEK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H