Corona Virus Disease 2019 atau yang biasa kita sebut sebagai COVID 19 merupakan bencana atau pandemi yang terjdi pada berbagai negara di seluruh dunia. Yang di mana akhirnya juga menyebar ke Indonesia. Kasus muncul pertama kali di Indonesia pada 2 Maret 2020 yang mana kasus ini berkembang, dari waktu ke waktu pandemi ini membawa kabar buruk bagi setiap aktifitas manusia, juga banyak sektor-sektor yang menurun seperti kesehatan, pendidikan, politik serta bagi sektor perekonomian kita.Â
Adanya pandemi ini, Â membuat 92% Â negara di dunia mengalami penurunan pada keadaan ekonominya. Dalam laporan Prospek Ekonomi Global menyampaikan bahwa bank dunia memperkirakan perekonomian dunia mengalami penurunan sebesar 5,2% akibat pandemi covid-19 yang di mana merupakan penurunan paling drastis sejak perang dunia kedua.
 Hal ini juga merambat ke Indonesia yang mana mengalami pengerutan pada perekonomiannya dan jika dilihat perekonomiannya sudah hampir mencapai titik resesi atau penurunan keadaan ekonomi yang dikarenakan oleh pertumbuhan negatif pada kuartal II dan III di tahun 2020. Penurunannya bisa dilihat pada kuartal II di tahun 2020 di mana Badan Pusat statistika (BPS) menunjukkan pertumbuhan perekonomian Indonesia minus 5.32% dan untuk kuartal III di tahun 2020 pertumbuhan ekonominya dipastikan berkisaran -2,9% hingga -1%.
Tetapi meskipun pertumbuhannya yang minus pemerintah tetap mengantisipasi krisis ini dengan mengalokasikan dananya sebanyak Rp. 695,2 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dan juga pemerintah Indonesia menyiapkan berbagai macam strategi untuk penanganan terhadap pandemi covid 19 seperti dukungan industri, bantuan sosial, penambahan anggaran pada sisi kesehatan, serta kebijakan pada sisi keuangan daerah dan sektor keuangan.
 Seperti kita tau salah satu contoh penanganan pemerintah dalam upaya mempercepat penanganan pandemi covid 19 ini dengan diterbitkannya Perpu No. 1 Tahun 2020 dimana tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid 19. Diterbitkannya Perppu tersebut membuat Pemerintah Indonesia mengalirkan dana nya sebanyak triliunan dalam rangka menjaga kesehatan warga Indonesia.Â
Akan hal itu sejumlah badan pengawas baik itu internal maupun eksternal dan badan pengawas lainnya seperti BPK, KPK, ICW serta masyarakat ikut melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana penanganan Covid-19 yang mana diharapkan dana realokasi anggaran pemerintah daerah atau pusat dapat digunakan sesuai kebutuhannya, tidak di salah gunakan atau penyimpangan yang mengakibatkan timbulnya tindak pidana korupsi dan anggaran tersebut tidak sesuai sasaran. Sehingga anggaran dana penanganan covid-19 tersebut dapat berguna untuk menyehatkan warga Indonesia.
APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan suatu rancangan tentang keuangan tahunan pemerintah Indonesia dimana rancangan tersebut pastinya disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta di dalamnya berisi daftar sistematis mengenai pemasukan dan pengeluaran negara dalam periode satu tahun anggaran.
 Dengan adanya Pandemi Covid-19 ini akibatnya dapat mempengaruhi kineja APBN yang mana mulai dari tahun 2020 hingga saat ini ditahun 2022. Pada tahun 2020 pendapatan negara pada APBN nya direalisasikan sebesar Rp1.647,7 triliun atau sebesar 96,9% dari anggaran pendapatan pada APBN TA 2020. Tetapi data APBN mencatat bahwa pendapatan turun sebesar Rp312,8 triliun atau sebesar 15,9% dibanding pada kondisi sebelum Covid-19 yaitu tahun anggaran 2019. Realisasi pendapatan negara itu sendiri terdiri dari penerimaan perpajakan  Rp1.285,1 triliun, PNBP atau Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp343,8 triliun, juga penerimaan hibah sebesar Rp18,8 triliun.Â
Sedangkan realisasi belanja pada APBN 2020 mencapai sebesar Rp2.595,4 triliun atau 94,7% yang mana didalamnya terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.832,9 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp762,5 triliun. Yang mana jika dibandingkan pada tahun 2019 total realisasi belanjanya sebesar 12,3% atau sebesar Rp286,1 triliun. Dari realisasi belanja dan pendapatan tersebut pada APBN 2020, terlihat bahwa defisitnya sebesar Rp947,6 triliun yang mana diakibatkan menurunnya sisi pendapatan dan meningkatnya sisi belanja.Â
Menteri Keuangan Indonesia mengatakan bahwa saat ini pertama kalinya Indonesia mendapatnya defisit diatas 3% yaitu sebesar 6% dari PDB, tetapi hal ini diperbolehkan karena adanya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 dalam situasi yang tidak biasa. Dengan diperolehnya defisit sebesar Rp947,6 triliun tersebut, pembiayaan neto mencapai angka Rp1.146,8 triliun yang mana berasal dari pembiayaan dalam negeri dan sebesar Rp46,4 trilun berasal dari pembiayaan luar negeri. Dengan pembiayaan neto tersebut terjadi sisa lebih SILPA atau pembiayaan anggaran sebesar Rp245,6 triliun. Besarnya defisit APBN 2020 ini digunakan untuk menahan perekonomian dan masyarakat Indonesia di era pandemi ini.
Lalu perkembangan APBN 2021 pada pandemi Covid-19 ini menurut Menteri Keuangan Indonesia pendapatan negaranya sudah mulai tumbuh positif terutama dari penerimaan perpajakan. Tetapi jika dilihat kembali pendapatan negara masih jauh dari kata normal, hal ini juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indef yakni Tauhid Ahmad bahwa bentuk dari APBN 2021 tidak mencerminkan usaha dari pemerintah dalam memulihkan perekonomian Indonesia yang di prediksi terkontraksi sepanjang tahun 2020.Â