Tidak pernah menyangka bahwa di tengah-tengah era modernisasi yang disertai pertumbuhan linear di berbagai sektor bidang kehidupan, terdapat sebuah peradaban yang nyaris tertinggal.Â
Peradaban yang merupakan fondasi kehidupan selanjutnya malah terkadang dilupakan. Peradaban yang merupakan penyelamat para generasi yang menghidupi abad-demi. Peradaban apakah itu? Ya, peradaban museum yang merupakan penyedia rangkuman kehidupan pada jaman bersejarah. Jaman yang menciptakan jaman baru dan membuat generasi masa depan dapat hidup layak dan menikmati perjuangan para generasi sebelumnya yang hidup pada jaman bersejarah dengan penuh darah.
Pelan namun pasti, peradaban museum yang berdiri di tengah modernisasi makin terancam. Terancam karena semakin sedikit gerasi masa kini, terutama kaum pemuda yang mengunjungi walau hanya sekedar bertatap muka untuk membawa memori ke jaman bersejarah.Â
Mengingatkan kembali akan sebuah perjuangan. Museum yang menyajikan gambaran kehidupan masa lalu, harus tergusur oleh adanya bangunan tinggi nan megah bernama mall. Harus tertinggal oleh gemerlapnya tempat-tempat penuh hiburan lainnya.
Komunitas Penyelamat Peradaban Museum
Namun, sebuah komunitas hadir untuk melanjutkan peradaban museum yang justru akan berjalan beriringan dengan peradaban yang sebenarnya. Komunitas yang tak akan tinggal diam untuk bertindak demi menyelamatkan generasi penerus untuk menjaga fondasi kehidupannya.Â
Kehidupan yang akan membawa negara dan bangsa ini untuk menghargai dan menghormati jasa pahlawan. Seperti yang dikatakan Bung Karno pada pidatonya tanggal 10 November 1961, beliau berkata:
"Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Menghargai Jasa Pahlawannya"
Di Jogja, terdapat sebuah komunitas bernama Malam Museum. Komunitas itulah yang menjadi penyelamat peradaban museum. Komunitas yang berdiri tahun 2012. Komunitas ini memposisikan diri sebagai komunitas yang bergerak di bidang sejarah, museum dan cagar budaya.Â
Mereka berkomitmen untuk melestarikan keberadaan museum dan cagar budaya, serta menyadarkan generasi penerus untuk berkunjung ke museum dan cagar budaya. Dengan mengunjungi museum dan cagar budaya, kemudian mengetahui sejarah yang ada diharapkan kelestariannya diestafetkan kepada keturunannya. Sehingga, kelestarian keberadaan museum dan cagar budaya pun tetap lestari.
Komunitas Malam Museum pertama kali diinisiasi oleh Erwin Junaidi, salah satu anak muda yang terpanggil untuk melestarikan museum. Mas Erwin dan rekan-rekan bukan omong kosong semata mendirikan komunitas ini. Terbukti, komunitas Malam Museum mempunyi beberapa program untuk menjalankan komitmennya, salah satunya adalah Kelas Heritage.
Kelas Heritage, Program Belajar Sejarah ala Komunitas Malam Museum
Saya akui dengan penuh malu, saya sebagai orang lokal Yogyakarta, belum pernah berkunjung ke museum benteng Vrederburg. Ironis! Maka dari itu, komunitas ini seakan menyelamatkan saya untuk kembali throwback pada jaman sebelum dan sesudah penjajahan. Meskipun penjajah sudah berlalu, Indonesia masih harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan.
Beruntung saya dipertemukan dengan komunitas ini. Saya mendapat kesempatan mengikut acara Kelas Heritage tepat pada Jumat, 28 September 2018. Kelas Heritage tersebut berlokasi di Benteng Vrederburg, benteng yang kokoh berdiri di jantung Kota Yogyakarta. Benteng yang menyimpan sejuta rasa penasaran. Kelas Heritage dimulai pada pukul 16.00-21.00 WIB. Dan pesertanya? Wuah, cukup banyak!
Terdapat serangkaian acara yang menarik untuk diikuti. Dimulai dengan sesi pembukaan, yaitu presensi kehadiran dan pemberian kaos serta snack. Kemudian ada sesi sambutan yang hangat oleh pendiri Malam Museum, Mas Erwin diikuti Bapak Gunawan, perwakilan dari Museum Benteng Vrederburg.
Dengan sabar, pemandu menjelaskan satu persatu dari diorama yang ada di Museum Benteng Vrederburg. Dan benar saja, saat melihat diorama, membaca tulisan keterangan dan mendengarkan langsung cerita pemandu membuat hati ini tersentuh. Betapa berat perjuangan para tokoh dan pahlawan pada masa itu.
Pendirian Budi Utomo, Muhammadiyah hingga Perguruan Tinggi Taman Siswa pun turut terpampang. Para peserta sangat antusias mendengarkan dan membaca penjelasan dari diorama satu persatu.Â
Menjadi Metode Belajar Sejarah Yang Asyik
Tak terasa waktu begitu cepat. Hingga saatnya salam perpisahan pun menjadi penutup pada acara tersebut. Saya sangat berterimakasih dengan komunitas ini. Selain menyadarkan kembali akan pengorbanan jasa para tokoh dan pahlawan, komunitas ini memberikan cara belajar sejarah yang mengasyikkan.Â
Sungguh! Pelajaran sejarah yang terkenal membosankan karena harus dilakukan dengan metode menghafal, kini tak lagi sulit. Penasaran? Ingin merasakan? Yuk segera ikuti! Jadi ingin berkunjung ke Jogja kan?Â
Harap bersabar, karena kelas ini dibukan setiap bulan. Dan, harus adu cepat! Pertanda bahwa semakin banyak yang ingin menyelamatkan peradaban museum. Ayo ke museum, wahai kompasianer.Â
Salam hangat kompasiana,
Sekedar berbagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H