Halal? Adalah sebuah hukum diperbolehkannya suatu barang dikonsumsi atau dipergunakan dalam ajaran agama Islam. Halal kini tidak hanya sekedar hukum, namun telah diimplemetasikan dalam kehidupan hingga berubah menjadi Life Style. Halal Life Style tidak hanya dilakoni oleh kita yang muslim, melainkan juga mereka yang non muslim.Â
Sebab, halal menghindarkan dari segala bahan/material produk barang dan jasa yang membahayakan bagi manusia. Maka, mereka yang non muslim pun dapat merasa aman dengan adanya hukum halal.
Dengan adanya Halal Life Style,tentu menjadi sebuah peluang bisnis di kancah global. Maka muncullah Industri Halal yang mendiservisifikasi dalam penyediaan barang dan jasa dengan label "halal" yaitu ramah untuk konsumen muslim. Dengan adanya label "halal" tersebut diharapkan dapat terjamin bahwa produk barang dan jasa tersebut diciptakan sesuai dengan syariat-syariat agama Islam.
Pasar Industri Halal Dunia
Terwujudnya industri halal pun bukan omong kosong. Pertama-tama, mari kita lihat angka pertumbuhan populasi penduduk muslim dunia.
Lalu, kita melihat kajian mengenai Perkiraan Nilai Pasar Halal Dunia, yang dilakukan oleh Imarat Consultant, sebuah konsultan dengan spesialisasi industri halal yang berbasis di Inggris.
Sejak 2003, Imarat Consultant telah bekerjasama dengan pemangku kepentingan lisensi halal di berbagai dunia, juga lembaga-lembaga yang berfokus pada studi industri halal. Data tersebut bersumber dari www.islamicpopulation.com.
Negara-Negara Berlomba Mengembangkan Industri Halal
Riset dan kajian mengenai industri halal yang telah bermunculan, membuat negara-negara kini berusaha untuk dapat mengembangkan industri tersebut. Mereka memulai dari sektor yang spesifik namun unggul dan kuat. Hebatnya, negara-negara notabene dengan penduduk muslim yang minoritas, berhasil meramaikan pasar kompetisi industri halal. Tak tanggug-tanggung, mereka menargetkan posisi sebagai pelaku penting dalam pasar ini.
Yang pertama adalah Malaysia. Negara ini memang menjadi "leader" dari industri halal dan syariah bahkan bagi negara-negara anggota Organisation of Islamic Cooperation (OIC) atau dalam bahasa Indonesia disebut OKI (Organisasi Kerjasama Islam).Â
Sektor Perbankan syariah Malaysia menduduki peringkat satu dunia dan menjadi rujukan bagi negara-negara dengan minat yang sama. Market share perbankan syariah disana mencapai 40-50%. Dilansir dari Dream.co.id, Perbankan Malaysia telah menciptakan instrumen syariah, infrastruktur keuangan syariah yang lengkap dan koordinatif. Selain Perbankan, Malaysia juga menjadi tujuan wisata muslim traveler paling ramah disusul Uni Emirat Arab dan Indonesia.
Selama ini, kita tahu bahwa bagi wanita Asia, rujukan kosmetik adalah dari negara Asia Timur terutama Korea Selatan dan Jepang karena memiliki jenis kulit yang hampir sama. Saking seriusnya, Korea Selatan menggarap Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Laboratorium Halal demi terjaminnya produk halal bagi kosmetik dari mereka.
Daging sapi tersebut telah tersertifikasi halal. Sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang ada disana. Setidaknya ada 22 lembaga pemberi sertifikasi halal di Australia, 8 diantaranya telah diakui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dirangkum Tribun, Australia berada di posisi kedua eksportir daging sapi di dunia, diikuti negara-negara minoritas muslim lainnya.
Terakhir, ada juga Thailand yang secara mayoritas penduduknya bergama Buddha. Hanya ada 5% penduduk muslim disana. Namun, mereka mulai berambisi untuk dapat masuk dalam 5 negara eksportir produk halal terbesar dunia. Mereka ingin menjadi dapur halal dunia. Mereka ingin menerapkan Halal Supply Chain, atau Rantai Pasok Halal.Â
Perjalanan pembuatan produk dari hulu ke hilir benar-benar dipastikan kehalalannya. Thailand berguru pada sang ahli, Malaysia dengan ditandainya kerjasama antara kedua negara dalam hal rantai pasok produk halal. Dikutip dari halalfocus.net, Thailand mengekspor makanan halal senilai $ 6 miliar per tahun sementara Malaysia telah menjadi salah satu eksportir halal utama, mengeluarkan $ 11 miliar produk per tahun.
Belum Kuat Sebagai Pelaku, Indonesia Sebenarnya Masih Menjadi Pasar
Namun, tahukah anda kompasianer, sebenarnya dari adanya keunggulan dari produk-produk halal negara-negara diatas, justru Indonesialah sebagai pangsa pasar mereka? dilansir wartaekonomi.co.id, Indonesia menempati rangking satu untuk halal food. Untuk obat-obatan, menempati urutan keempat. Untuk kosmetik, menempati urutan ketiga.Â
Untuk sektor fashion, menempati urutan kelima kemudian wisata diurutan keempat. Urutan tersebut adalah sebagai pangsa pasar, bukan pelaku. Sekali lagi, bukan sebagai pelaku industri halal.
Dimulai dari kosmetik, Produk-produk Korea Selatan kini memang berfokus terhadap pasar di Indonesia. Mereka mungkin berpikir bahwa lebih mudah masuk dalam satu pintu (negara) dan menghasilkan peluang pasar yang lebih luas. indonesia sendiri memiliki proporsi penduduk muslim sebanyak 88% dari total seluruh penduduk.Â
Maka berangkat dari itulah, Korea Selatan mendirikan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Laboratorium Halal di Indonesia demi menggaet konsumen di Indonesia lebih banyak. Sekedar informasi, data di tahun 2016 menunjukkan nilai impor kosmetik Korea Selatan di Indonesia mencapai 5,9 US dollar (tirto.id).
Australia sendiri tak kalah untuk membidik Indonesia sebagai negara tujuan ekspor daging sapinya. Cina memang menjadi tujuan utama, namun untuk Asia Tenggara, Indonesia adalah bidikan pasarnya khusus untuk daging halal. Dan Indonesia memang menggantungkan suplai dagingnya dari negeri benua ini.
Indonesia Punya Peluang!
Dilansir dari website kemenperin.com, Indonesia akan membentuk kawasan industri halal dan ditargetkan rampung sebelum tahun 2020. Kementerian Perindustrian akan bekerjasama dengan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengatur regulasi industri halal. Kepastian dari hulu ke hilir akan menjadi daya jamin kuat akan label "halal". Tentu Indonesia juga tak ingin hanya sekedar menjadi pasar. Tapi Pelaku. Namun, perlu langkah nyata.Â
Indonesia sendiri juga tak kalah dalam mengembangkan industri halal. Sederet proyek industri mulai dibangun demi mewujudkan pelayanan produk barang dan jasa yang dapat dikonsumsi penduduk muslim dunia. Apa saja komitmen Indonesia?
Mulai tahun 2016, Indonesia telah menjadi rujukan pembelajaran syariah bagi negara-negara lainnya sperti Singapura (dulu belajar dengan Malaysia), Timur Tengah dan Jepang. Hal ini ditandai dengan naiknya aset keuangan islam Indonesia yang menduduki peringkat kesembilan di dunia. Meski pasar Indonesia baru sekitar 5%, dengan pertumbuhan penduduk yang cepat diharapkan dapat dimanfaatkan pemerintah. Bukankah bertuan di negeri sendiri lebih membanggakan?
Indonesia sendiri juga memiliki para desainer-desainer muslim handal yang telah unjuk gigi di negeri orang. Sebut saja di ajang New York Fashion Week. Karya-karya dari Annisa Hasibuan, Dian Pelangi, Zaskia Sungkar, hingga Jenahara Nasution sudah diakui dunia. Mereka adalah aset negara di bidang fashion yang dapat berpotensi menjadi pelaku industri halal dalam negeri. Mereka hanya butuh dukungan lebih. Â Â
Produk halal food Indonesia juga selalu menjadi pilihan ketika orang-orang di negeri perantauan kesulitan mencari makanan halal, bahkan sekedar cemilan. Produk Indonesia tentu paling mudah ditemui. Dan terpampang label "halal" di kemasannya. Pasti aman! Barokah! Ditambah lagi, di bulan Agustus, 2017 kemarin Indonesia  baru saja berpartisipasi dalam Russian Food City Festival. Ajang itu bisa menjadi bahan analisa SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) produk halal food Indonesia. Maka, Indonesia bisa terus berbenah!
Halal : Tak Sekedar Jaminan, Tak Sekedar Ambisi
Dengan semakin ketatnya persangan industri halal bahkan hingga mengundang negara minoritas muslim dalam berperan, tidak menjadikan industri halal di Indonesia "tancap gas" tanpa memperhatikan tujuan utama sesungguhnya. Industri halal ini muncul bukan karena sebagai ajang bisnis saja, melainkan hadir karena dibutuhkan oleh umat muslim. Ditengah-tengah fenomena islamophobia tak lantas penghargaan terhadap penduduk muslim dunia menjadi hilang.
Demikian pula demi mendapat label halal, segala macam cara "dihalalkan". Halal adalah proses, tak lantas bisa instant begitu saja. Dengan adanya praktik "uang", proses "halal" itu bisa ternodai. Dan bermuara ke "haram". Dimana kredibilitasnya?
Harapan saya, bagi pemerintah Indonesia, untuk tidak terburu-buru namun juga tidak menunda-nunda. Kolaborasi stakeholder dan lembaga pemberi sertifikasi halal segera dibentuk dan diimplementasikan.Â
MUI dan BPJH (Badan Penyelenggara Jaminan Halal) juga dapat bekerjasama dengan private sector apabila memang dibutuhkan. UU JPH (Undang-undang Jaminan Produk Halal) yang sudah dijalankan belum begitu berdampak karena ketidaksiapan BPJH dalam mengeksekusi permohonan produk untuk dapat tersertifikasi halal. Pasar Indonesia sudah sangat menanti eksekusi dari pemerintah. Demi Industri Halal Indonesia Mendunia!
Salam hangat, sekedar berbagi. Silahkan beri masukan.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H