Mohon tunggu...
Devi Kumalasari
Devi Kumalasari Mohon Tunggu... -

add akun twitternya vie ya @vie_kumalasari

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilpres 2014: Menunggu Aksi SBY

24 April 2014   23:32 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:14 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa-masa kritis dalam sebuah penahapan pencalonan presiden itu sebenarnya dimulai pada saat seorang calon presiden memilih calon pasangannya.

Hingga saat ini baru ada tiga calon presiden yang telah mendeklarasikan dirinya untuk maju di Pilpres 2014, ketiga calon tersebut yaitu Prabowo Subianto, Joko Widodo, dan Aburizal Bakrie.  Ketiga calon presiden itu masih sibuk bermanuver kesana-kemari mencari calon pasangan yang cocok. Namun, jika kita amati, dalam dua pekan setelah pemilihan legislatif ini, tidak ada kemajuan yang signifikan dari para calon presiden itu. Meski sejumlah calon presiden menyatakan akan segera mengumumkan calon pasangannya dalam beberapa hari ke depan, namun kenyatannya, tak satu pun calon yang "berani" mengumumkan nama itu.

Meskipun suara Partai Demokrat tidak terlalu signifikan, partai ini jauh dari kemampuan menyodorkan calon presiden sendirian, namun faktor SBY yang memimpin republik ini selama dua periode, mampu memberikan warna permainan politik. Karena itu, langkah-langkah politiknya ditunggu, tidak saja oleh rakyat tetapi oleh "lawan" politiknya.

Coba kita lihat manuver para calon presiden atau tokoh partai politik yang ada. Mereka memutar-mutar tak karuan yang hanya memperlihatkan kepada kita situasi yang saling tunggu. Misalnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang mengusung Joko Widodo masih belum menemukan calon wakil presidennya, Partai Golkar yang menyodorkan Aburizal masih belum menemukan mitra kolaisinya, dan begitu juga dengan Partai Gerindra yang memilih Prabowo sebagai calon presiden, akan tetapi masih belum menemukan jodoh koalisinya.

Justru yang paling ramai dibicarakan saat ini adalah "poros tengah" yaitu poros  yang didiami oleh partai-partai dengan perolehan suara antara 7 sampai 10 persen. Mereka adalah Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB-), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Apabila suara poros tengah ini digabungkan, maka suara yang akan didapatkan kelompok ini melebihi 30 persen. Sebuah angka yang signifikan dan patut untuk diperhitungkan.

Poros tengah ini merupakan partai yang berbasis umat Islam, minus Demokrat yang nasionalis religius. Sejumlah partai ini memang memiliki berbagai kesamaan atau sejarah yang memungkinkan di antara mereka akan saling mengikat. Selain kerap disebut partai Islam, mereka juga selama ini terikat dalam tali koalisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Di luar PKS yang kerap bermain sendiri, partai lainnya relatif anteng dan sejalan dengan komandan koalisi, SBY.

Pada akhirnya, karena SBY sepertinya masih diam, maka yang lain pun menjadi tidak bergerak leluasa. Tampak betapa langkah SBY memang sangat ditunggu oleh pihak "lawan" politik. Ini memang "tidak biasa" dalam perpolitikan Indonesia. Bukan juara tetapi menjadi faktor penentu dan ditunggu langkahnya yang akan mempengaruhi langkah partai politik lainnya.

Kehadiran SBY dalam demokratisasi Indonesia memang patut dicatat dalam sejarah. Ia berpolitik secara santun, tidak pernah berdendam kepada "lawan" politiknya. Politik adalah game yang menang kalahnya sangat sesaat. Kehidupan dalam dunia politik justru lebih panjang ketimbang saat bermain game itu sendiri. Karena itu, ada obligasi kesantunan dalam berpolitik dan itu akan menjadi catatan terbaik ketimbang sekadar sebuah kemenangan atau kekalahan sesaat.

Ketika usai mencoblos pada pemilihan umum 9 April lalu, SBY mengatakan, roh pemilihan umum adalah siap menerima kekalahan dan tak jumawa ketika menang. Sorenya, begitu hitung cepat menempatkan PDIP, Golkar, dan Gerindra masuk tiga besar, SBY lantas menunjukkan ksatrianya sebagai demokrat dengan memberi selamat kepada yang menang. Sebuah kebiasaan SBY yang belum menjadi tradisi politik di negeri ini. Sebuah legacy yang baik di tengah suasana pertarungan politik yang masih kerap melahirkan dendam tak berkesudahan. Mohon dicatat, hingga kini masih banyak tokoh politik yang sulit sekali mengucapkan selamat kepada pihak yang menang. Bahkan hingga berbilang tahun game itu telah usai.

Sekarang ini, game pemilihan presiden tengah dimulai. SBY tentu memiliki cara sendiri untuk mengatur permainan itu. Ia tentu akan memainkan permainan ini sesuai hak politiknya.

Jakarta, 24 April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun