Mohon tunggu...
Devi Kumalasari
Devi Kumalasari Mohon Tunggu... -

add akun twitternya vie ya @vie_kumalasari

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Popularitas Jokowi yang Semakin Menurun

23 April 2014   16:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:18 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Joko Widodo atau Jokowi akhir-akhir ini sempat menyihir kebanyakan media.  Sejak bangun tidur sampai tidur lagi, Jokowi selalu diikuti wartawan. Jokowi sangat menyadarinya itu. Dan itulah sebabnya banyak aksi yang kurang lazim dilakukan, seperti masuk ke got untuk mengecek saluran air, menerabas banjir, naik kuda, mengendarai becak, menyanyi dangdut dan sebagainya. Bahkan ada media yang membuat rubrik khusus Jokowi untuk melaporkan kegiatannya dari hari pertama menjabat Gubernur DKI hingga 100 hari kemudian.

Pemberitaan media yang terus menerus menciptakan "sihir" yang disebut Jokowi Effect. Tapi, lama-kelamaan banjir pemberitaan Jokowi membingungkan pembaca, apakah kehebatan Gubernur DKI itu sebuah realita atau mitos belaka.

Beberapa lembaga survei mencoba mengukur eletabilitas calon presiden dari partai Moncong putih ini atau PDIP. Hasilnya, Jokowi paling unggul. Sebut saja sebagai contoh, survei Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) pada tanggal 10 Februari hingga 5 Maret 2014 menyebutkan, bahwa Jokowi memiliki eletabilitas 40,32 persen. Angka ini meninggalkan pesaing lain seperti Prabowo Subianto dan Aburizal Bakrie.

Masyarakat kini melihat Jokowi lebih kepada faktor personal bukan karena asal partai, suku, agama atau alasan lain. Faktanya, pada berbagai pemilihan kepala daerah, efek Jokowi tidak otomatis ampuh. Sekadar contoh, calon gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara asal PDIP ternyata kalah, meski Jokowi menjadi juru kampanye. Bahkan simbol baju kotak-kotak Jokowi yang dipakai para calon kepala daerah tidak mampu menyihir pemilih.

Bukti paling baru, PDIP hanya meraih sekitar 19 persen dalam pemilihan legislatif 9 April 2014. Lalu, kemana Jokowi efek itu? Padahal beberapa lembaga survei sempat menyebut PDIP akan mendapat suara berlimpah.

Survei oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan sebelum pileg, menyebutkan apabila Jokowi ditetapkan sebagai calon Presiden,maka suara PDIP mencapai 28 persen. Lembaga Indokator Politik Indonesia menyebutkan, setelah Jokowi ditetapkan sebagai Presiden, PDIP akan mendapat 24,5 persen.

Rmantisme media terhadap Jokowi mulai berkurang. Media yang dulu terpesona Jokowi, kini semakin kritis. Berita seputar program Jokowi yang tidak berjalan secara baik bermunculan, seperti soal monorail atau kasus bus Trans Jakarta. Jokowi sendiri mengakui adanya penyimpangan dalam pengadaan bus Transjakarta asal China, meski dia mengaku tak terlibat. Jokowi ingkar janji juga menjadi sorotan. Jokowi pernah berjanji secara terbuka akan bertahan menjadi Gubernur DKI selama lima tahun, ternyata dia mengingkarinya. Sikap Jokowi ini menciptakan perpecahan dengan Gerindra, partner PDIP saat pencalonan sebagai gubernur DKI.

Berita lainnya adalah Mengenai perselisihan dengan putri Megawati, Puan Maharani. Dalam HarianThe Jakarta Post, Sabtu (12/4), yang menyebut Puan Maharani meminta Jokowi meninggalkan rumah Megawati Soekarnoputri, di Jalan Teuku Umar, Rabu (9/4). Puan diberitakan marah karena pengaruh Jokowi tidak sesuai harapan, terbukti dengan perolehan suara yang tidak sesuai target di pileg. Megawati berlinang air mata melihat perdebatan itu. Puan sendiri sudah membantah di media yang sama beberapa hari berikutnya. Berita yang sangat mengejutkan, Selasa (15/4), Puan menyatakan akan menyodorkan capres dan wapres dari PDIP. Pernyataan ini tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya yang menyebutkan Jokowi akan dipasangkan dengan calon dari partai lain.

Menjadi pertanyaan, apakah mungkin wapres yang mendampingi Jokowi berasal dari luar trah Sukarno? Jika harus berdarah Sukarno, apakah ada tokoh yang bisa melebihi Megawati atau Puan? Kehadiran tokoh berdarah Sukarno, katakanlah Puan sebagai wapres, diharapkan akan mampu melengkapi efek Jokowi yang tidak sesuai harapan.

Tidak mudah bagi PDIP untuk menentukan pilihan wapres untuk Jokowi. Dengan efek Jokowi yang tidak sedasyat perkiraan, profil wapres sangat menentukan kemenangan nantinya. Bahkan menjadi pertanyaan, apakah Jokowi akan dipertahankan sebagai calon presiden oleh PDIP kalau tidak ada jaminan menang? Dalam politik, semua kemungkinan bisa terjadi.

Jakarta, 23 April 2014

Dari berbagai sumber berita

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun