Tanpa terasa kami berdiskusi cukup lama. Dia seorang NU sejati namun dia tidak membatasi diri. Baik dalam pergaulan maupun dalam pemikiran. Salah satu ucapannya yang masih saya ingat sampai sekarang adalah, Islam dan Al-Quran itu multi tafsir. Dibutuhkan ilmu dan guru agar kita bisa memahaminya. Tidak ada guru yang salah. Yang ada adalah murid yang harus mencari guru sesuai tingkat kebutuhannya.
Bagaimana cara menemukan guru yang sesuai dengan kebutuhanku, en? tanyaku lebih lanjut. Dan dia menjawab. Carilah mba. Ikutilah sebanyak mungkin pengajian. Pada salah satu pengajian itu kamu akan menemukan siapa sesungguhnya guru yang cocok dan sesuai dengan kebutuhanmu.
Berbekal keinginan itu akhirnya saya memantapkan diri untuk memulai Ramadhan ini dengan niat untuk mencari guru. Sekaligus juga untuk mulai menggali kembali nilai2keagamaan saya. Saya benar2ingin mengetahui sampai dimana kemampuan saya dalam menjalankan nilai2agama yang saya peluk dari semenjak saya bayi. I'm pushing myself until the limit.
Allah mempertemukan saya dengan Quraish Shihab. Melalui program acara Tafsir Al Mishbah di Metro TV yang tayang selama Ramadhan mulai jam 03.00-04.00. Sebenarnya ini bukan acara baru. Karena program ini dimulai semenjak tahun 2004 silam. Juga bukan acara yang baru saya tonton karena hampir setiap Ramadhan tahun2sebelumnya, bapak saya setia menonton acara ini.
Menjadi baru bagi saya saat saya mulai memberikan perhatian penuh dalam rangka pencarian saya mengenai sosok guru. Saya menyukai gaya beliau yang santun, menerangkan secara jelas, dari berbagai disiplin ilmu. Pengetahuannya yang seluas samudera tidak menjadikan dia menutup diri pada satu paham atau satu pendapat. Dia seringkali memulai kalimatnya dengan kata "Bisa Jadi". Artinya dia terbuka terhadap segala kemungkinan2yang ada.
Sumber pengetahuannya tidak melulu Al-Quran, meski melalui link wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Quraish_Shihab) yang saya share ini, kita bisa melihat bagaimana Al-Quran bahkan sudah menjadi urat nadi kehidupannya. Dia mencintai Al-Quran semenjak muda dan tidak berhenti mempelajarinya hingga usianya sekarang beranjak senja. Yang saya suka lagi dari diri beliau adalah dia tidak pernah mengatakan sedang memberikan tauziah. Bahkan dia tidak dipanggil ustad. Oleh hostnya dia tetap dipanggil pak Quraish Shihab dan bukan Ustad Quraish.
Bagi saya ini adalah sosok guru yang membumi. Menjadi guru tidak harus lalu melabeli diri dengan kata ustad/ustadzah. Tanpa kata itu pun, masyarakat Indonesia tahu dia memiliki ilmu yang mumpuni. Rekam jejaknya jelas. Puluhan buku telah ia hasilkan, termasuk karya ilmiah dan karya Islam populer lainnya. Beragam posisi terhormat telah pernah dia jabat. Bahkan posisi sebagai Rektor Universitas Islam pun telah beberapa kali diamanahkan kepadanya. Meski demikian, dia tetap seseorang yang lebih sering menundukkan kepala untuk berpikir dibandingkan menyampaikan kajiannya dengan menegakkan kepala dan berapi2.
Dia pernah dipancing beberapa kali melalui pertanyaan baik melalui host maupun bintang tamunya tentang sesuatu yang mengharuskan dia mengambil kebijakan untuk umat. Namun dia tidak pernah terjerumus dengan memberikan fatwa2yang harus begini dan tidak boleh begitu. Dia memberikan uraian yang seimbang dari banyak sudut pandang. Bahkan saya tidak pernah -selama saya mendengarkan kajiannya- melihat dia menyerukan kebencian atau ketidak sukaan pada satu aliran. Baik aliran sesama muslim maupun aliran non muslim.
Banyak saudara sesama muslim yang mengkaitkannya dengan paham Syiah yang sesat. Saya tentu saja heran, bagaimana mungkin, seseorang yang tidak pernah menyerukan kebencian kepada siapapun bisa melakukan sesuatu yang sesat. Saya memahaminya sebagai kekeliruan yang dilakukan oleh orang2yang belum mengenal atau tidak mendengarkan kajiannya secara utuh.
Mendengarkan kajiannya, saya merasa keilmuan saya bertambah tanpa harus kehilangan identitas saya sebagai muslim. Bahkan melalui tafsirnya, saya jadi bisa melihat Al-Quran sebagai buku ilmu yang tidak ada habisnya. Dan bukan hanya sekedar kitab suci yang harus kita baca.
Saya memantapkan hati untuk memilihnya menjadi guru. Bukan yang pertama juga bukan yang terakhir. Saya masih akan terus mencari guru yang lainnya hingga rasa gelisah saya hilang dan berganti dengan kedamaian. Saya posting tulisan ini bukan tanpa pergulatan. Saya berusaha meluruskan niat untuk menyampaikan sesuatu yang semoga bermanfaat untuk lainnya. Semoga Allah melindungi saya dari niat untuk melakukan hal yang bersifat riya' atau ingin pamer.