Kita, bangsa Indonesia ini, dikenal bangsa lain sebagai bangsa yang memiliki budaya yang tinggi. Memiliki ribuan bahasa, ribuan hasil budaya, dan dikenal sebagai bangsa yang ramah, memiliki tingkat budi pekerti yang tinggi. Yang kehalusan berbahasa, menari dan bersikapnya tak tertandingi oleh bangsa lain.
Namun semenjak keran kebebasan berpendapat dibuka seluas2nya, selebar2nya, setiap orang bisa menyuarakan pendapatnya tanpa harus merasa khawatir akan diculik atau menghilang tanpa kabar berita. Semenjak itu, berpendapat menjadi tak terkontrol. Apalagi semenjak media sosial berkembang dengan pesat. Seperti munculnya facebook, path, instagram, twitter, dll. Semua bebas menyuarakan pendapatnya.
Tak nampak lagi sebuah bangsa yang berbudaya. Yang terlihat adalah bangsa yang saling menghujat. Dan saya merasa, semua pertentangan itu, semakin dipertajam semenjak pemilihan presiden yang head to head kemarin. Saya dulu merasa senang dengan adanya hanya 2 calon presiden semenjak awal. Kenapa?itu artinya bangsa ini akan menghemat banyak sekali uang negara karena cukup hanya dengan menyelenggarakan pemilu satu putaran saja.
Namun nyatanya saya keliru. Saya tidak membayangkan konsekuensi dari hanya 2 calon presiden itu. Saya tidak tahu bahwa ternyata dampak pemilihan hanya 2 calon itu sangat besar. Rakyat Indonesia terbelah menjadi 2. Yang awalnya berteman, karena beda pilihan akhirnya jadi lawan. Saya pikir semuanya akan selesai saat salah satu calon terpilih. Saya pikir selanjutnya, kita semua akan melewati proses bernegara.
Tapi lagi2saya keliru. Pasca terpilihnya salah satu calon, ternyata semua belum bisa move on. Yang dulu mendukung Jokowi, saat beliaunya melakukan langkah yang benar akan dipuji dan puja setinggi langit, dan pendukung prabowo diam. Sebaliknya saat Jokowi melakukan suatu tindakan yang dianggap keliru, pendukung prabowo akan menghujat setinggi langit dan pendukung Jokowi diam.
Pertanyaannya adalah, mengapa mesti demikian? Lupakah kita semua bahwa calon terpilih itu juga manusia? Saya yakin, jika yang terpilih sebaliknya, hal yang sama akan terjadi. Dan tahukah kalian siapa yang akan tertawa melihat para pendukung dan haters saling menghujat? Orang2yang golput. Merekalah yang paling berbahagia karena tidak ada konsekuensi dari pilihan mereka yang tidak memilih.
Coba kita bayangkan bersama2, jika kekecewaan terhadap pemerintahan yang sedang berjalan selalu ada dan semakin meninggi, saya bisa pastikan angka golput akan naik tajam pada tahun 2019 nanti. Kalau misalkan separuh lebih dari kita golput, apa yang bisa kita dapat?None. Orang2golput adalah orang yang paling tidak bertanggungjawab. Karena mereka mau enaknya saja. Mau merasakan semua fasilitas yang disediakan negara, tapi tidak mau bersusah payah memikirkan negara.
Sekali lagi saya berkata demikian bukan dalam kerangka untuk membela Jokowi. Tidak. Sama sekali tidak. Saya juga kecewa dengan sikapnya. Namun saya tidak lantas menghujatnya. Saya sepakat dengan pernyataan teman saya heny. Ternyata untuk menjadi pemimpin negeri ini tidak cukup hanya baik, dan bersih. Butuh kekuatan dan kepintaran. Tapi pintar dan kuat namun tidak baik dan tidak bersih juga mengerikan. Kombinasi ini yang harus dimiliki pemimpin kita.
Saya ingat pembicaraan saya dengan guru saya Drs Fauzi, pada salah satu kesempatan beliau bilang, "Jokowi itu orang baik vik, dan dia juga bersih. Tapi rakyat Indonesia (pak fay bilang rakyat Indonesia yang mengacu tidak hanya pada orang2sekelilingnya) itu rakyat yang jika diberi warna pada tubuhnya, akan lebih banyak warna hitam, dan abu2ketimbang warna putih.
Sejarah membuktikan dari jaman kerajaan majapahit hingga jaman negara Indonesia, yang namanya korupsi, pengkhianatan, jegal menjegal itu sesuatu yang lazim dilakukan. Saya tidak mengatakan bahwa saya menyepakati tindakan korupsi, pengkhianatan, jegal menjegal dilakukan. Saya hanya menyampaikan fakta. Saya mengatakan demikian karena saya anak sejarah yang pernah belajar sejarah.
Saya juga memahami apa yang disampaikan pak agus. Saya mahfum beliau yang memang dekat dengan ring 1 presiden dan sering wira-wiri di Istana Negara jika beliau mengatakan demikian. Hal tersebut bukan hal yang tidak mungkin terjadi. Karena politik itu kotor. Apa yang nampak kadangkala bukan suatu hal yang sedang terjadi. Apa yang tersembunyi, biasanya, justru itulah kenyataan yang sedang kita alami bersama.