Mbak-mbak higienis atau yang make up nya on banget pasti boros kapas buat bersihin muka, kalau saya sih ngga, tapi tetep bersihin muka, dan kedua sisi kapas dipakai semua, satunya bersihin milk cleanser, satunya lagi buat toner, lumayan lah ya. Di kantor, kertas numpuk, kalau masih bisa pakai kedua sisinya, manfaatkan kertas bekas. Kalau di kertas yang 2 sisinya sudah dipakai tapi masih ada sisa-sia putih biasanya saya potong dan dipakai buat catatan barulah sisanya dibuang dan akan dikumpulkan untuk di-recycle.
Nah, yang di atas tadi sampah harian ya. Kalau yang mingguan, bulanan bahkan tahunan? Yah, yang remeh temeh kaya bungkus peralatan mandi, bekas kosmetik atau skincare, kotak susu, botol dan kaleng minuman, plastik, styrofoam dan kardus makanan, SAMPAH DAPUR? Tidaakkk. Cape kan ngetik saking banyaknya.
Di rumah, Ibu saya memilah-milah sampah, yang organik dan non organik. Sayangnya kami belum punya niatan yang kuat untuk mengelolanya lebih rapi lagi. Misalnya aja, sampah sayuran paling cuma dipotong kecil terus ditaburin ke pot tanaman, kalau sisa makanan lainnya yang dibuang ke bekas sumur yang jadi tempat sampah dan nantinya dibakar. Kalau sampah kertas atau kardus dipisahkan terus bareng sampah non organik dikilo terus dijual ke tukang sampah yang nantinya akan mereka daur ulang. Sampah non organik pun ngga semuanya dijual, karena ada plastik, misalnya bekas sayuran cabe bawang atau bumbu dapur yang sudah rusak dan dibakar.
Setau saya di daerah sekitaran rumah ngga ada tukang yang angkut sampah rumah tangga secara rutin. Jadi, solusi paling mudah untuk sampah yang ga bisa dijual ya dibakar. Polusi banget sih, tapi kami belum ada solusi yang lebih baik atau niatan sepenuh jiwa raga untuk mencari solusinya. Mungkin ada yang bisa kasih ide? Supaya ada ide, makan siang dulu, ingat lunch box-nya dibawa ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H