Makanan sehat yang dibuat sendiri dan tidak banyak diproses jadi tren, tapi makanan dalam kemasan yang dijual di pasaran tidak akan pernah sepi pembeli. Saking banyaknya individu kreatif dengan segala macam inovasi, produk makanan kemasan pun semakin banyak, sampai-sampai makanan 'bikini' sukses wara-wiri di program berita selama beberapa hari.
Segala macam inovasi makanan haruslah ada batasan, jangan sampai kebablasan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai kontrol peredaran makanan tersebut semakin direpotkan demi terjaganya kualitas makanan yang diperjual belikan.
Beberapa tahun belakangan juga orang-orang Indonesia terkena K-wave, nggak hanya boy/girlband atau fashion tapi juga makanan lucu-lucu laris diburu. Coba cek instagram atau L*z*d* atau T*k*p*d*a, banyak seller yang menawarkan makanan produksi Korea, yang beberapa peredarannya masih 'ilegal' karena belum memiliki ijin edar BPOM.
Kamu tahu bagaimana caranya agar tahu apakah produk makanan sudah memiliki ijin edar atau belum? Cek di labelnya, biasanya di bagian bawah label kemasan ada tulisan BPOM RI MD sekian-sekian/BPOM RI ML sekian-sekian. Nomor MD dan ML tersebut adalah nomor ijin edar yang terdaftar di BPOM, yang bisa dicek di website pom.go.id. Nah, nomor MD dan ML yang diterbitkan oleh BPOM ini adalah untuk produsen skala besar, kalau untuk produsen skala kecil ijin edar diterbitkan oleh Dinkes dengan kode pencantuman pada label kemasan adalah P-IRT.
Saya cuma bahas nomor ijin edar yang diterbitkan oleh BPOM ya. Ada 2 jenis nomor ijin edar untuk makanan, yaitu MD untuk makanan produksi dalam negeri, dan ML untuk makanan impor. Proses pendaftaran ijin edar tersebut tidak terlalu sulit, tapi bukannya mudah, perlu waktu dan setumpuk bahkan sekoper dokumen pendukung dari bahan-bahan yang digunakan.
Jadi, ketika kita beli makanan coba cek dulu kemasannya, apakah ada nomor ijin edarnya atau tidak, untuk lebih meyakinkan cek lagi di website BPOM, nanti di sana tertera dari mulai nama produk, nama produsen, sampai masa berlaku nomor ijin edar produk tersebut.
Harganya lebih murah dari B*rt*lli. Suatu hari ketika mau pakai untuk oseng-oseng, iseng lihat kemasannya, di sana tertulis produsennya dari suatu negara di Middle East sana, yang sayangnya saya lupa negara mana, tapi sudah pasti artinya produk minyak zaitun itu adalah produk impor. Lalu, ada juga nomor ijin edarnya, tapi tulisannya BPOM RI MD yang sudah pasti aneh, karena BPOM RI MD adalah ijin edar untuk produk buatan dalam negeri, sedangkan produk tersebut harusnya memiliki ijin edar BPOM RI ML. Untuk lebih memastikannya lagi, lalu dicek di pom.go.id dan benar saja nomor yang tertera tidak terdeteksi di website. Dan minyak zaitun sudah habis hampir separuh.
Sayangnya (Part II), pemalsuan nomor ijin edar tidak hanya dilakukan oleh produsen 'nggak terkenal'. Ada juga produk yang cukup terkenal tapi mencantumkan nomor yang tidak sesuai dengan produk tersebut, misalkan dia menggunakan nomor ijin edar produk A milik perusahaannya untuk dicantumkan di label kemasan produk B. Bahkan ada pula yang mencantumkan nomor asal-asalan pada label kemasan produknya, jadi ketika dicari di website nomor tersebut tidak terdeteksi. Duh.
Ketiadaan atau ke-ngaco-an nomor ijin edar pada label kemasan bukan berarti makanan tersebut tidak layak atau berbahaya, hanya saja dengan adanya nomor ijin edar tersebut akan membuat kita merasa aman, karena ada jaminan dari lembaga terpercaya bahwa produk tersebut adalah aman untuk dikonsumsi.
Tapi dengan adanya ke-ngaco-an nomor ijin edar pada label kemasan sedikit banyak membuat kita jadi bertanya-tanya dan merasa unsecure. So, kalau kamu khawatir dan cukup rajin, coba cek makanan yang mau dibeli sebelum masuk ke keranjang atau kalau kamu khawatir tapi kamu cukup pemalas untuk cek dan ricek, berdoalah, semoga makanan yang dibeli nomor ijn edarnya benar atau paling tidak aman bagi kesehatan, amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H