Mohon tunggu...
Devi Jayanti
Devi Jayanti Mohon Tunggu... Administrasi - beHappy

Kata mereka sebuah tulisan akan menemukan sendiri pembacanya, semoga ulasan artikelku menemukan pembacanya ya

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Hadirnya Kebijakan Makroprudensial sebagai Kekuatan dari Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia

21 Juni 2019   20:03 Diperbarui: 21 Juni 2019   20:06 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.bi.go.id/

Bagi sebagian masyarakat yang tidak berkecimpung secara langsung tentang sistem keuangan Indonesia secara langsung baik melalui media pembelajaran atau dalam ranah pekerjaan, tentu istilah-istilah yang muncul seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal apalagi kebijakan makropdudensial tentu terdengar asing ditelinga mereka.

Namun, pesatnya kemajuan teknologi menjadikan sumber informasi mengenai sistem keuangan sangat banyak disiarkan, baik melalui media platform informasi online, seperti blog, ataupun pemberitaan online seperti pada siaran kompas ini pada khususnya. Disini sebagai ulasan yang lebih informatif, akan kami sajikan informasi yang lebih spesifik dan mendalam mengenai "Hadirnya Kebijakan Makroprudensial Sebagai Kekuatan Dari Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia"

Stabilitas sistem keuangan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan  sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien, serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

Nah kebijakan makroprudensial ini sangat berperan penting terhadap stabilitas sistem keuangan Negara kita. Mengingat sejarah mengenai sempatnya Indonesia mengalami krisis keuangan global tahun tahun 1997/1998. Istilah makroprudensial mengemuka dan menjadi sangat populer di sektor keuangan paska terjadinya krisis keuangan global tersebut.

Lalu Apa itu kebijakan Makroprudensial?

Menurut IMF, kebijakan makroprudensialn didefinisikan sebagai kebijakan yang memiliki tujuan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan risiko sistemik. Risiko sistemik adalah risiko yang dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik dan peningkatan ketidakpastian dalam sistem keuangan sehingga sistem keuangan tidak dapat berfungsi dengan baik dan mengganggu jalannya perekonomian.

Adapun tiga kunci utama dari kebijakan ini yaitu :

  • Diterapkan dengan tujuan menjaga stabilitas sistem keuangan,
  • Diterapkan dengan  berorientasi pada  sistem  keuangan secara keseluruhan (system-wide perspectives), dan 
  • Diterapkan melalui upaya membatasi terbangunnya risiko sistemik.

Fokus kebijakan makroprudensial tak hanya mencakup institusi keuangan, namun meliputi pula elemen sistem keuangan lainnya, seperti pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, dan infrastruktur keuangan. Hal ini dikarenakan kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan dengan tujuan akhir meminimalkan terjadinya risiko sistemik tadi.

Otoritas yang berwenang dalam menjaga sistem keuangan tersebut adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Otoritas tersebut saling bekerja sama dan bersinergi demi menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia. Terdapatnya Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memiliki peran diantaranya yaitu:

  • Koordinasi pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan,
  • Penanganan krisis sistem keuangan,
  • Penanganan permasalahan bank sistemik, baik ketika sistem keuangan berada dalam kondisi normal maupun krisis.

Otoritas makroprudensial dilakukan oleh bank sentral yang memiliki peran penting sebagai  otoritas  moneter  dan   sistem  pembayaran. Wewenang Bank Indonesia mencakup pengaturan dan  pengawasan makroprudensial dimaksudkan agar fungsi dan operasional bank dan/atau lembaga keuangan dapat mendukung kegiatan ekonomi makro secara berkelanjutan, stabil secara industri dan/atau sistem, serta seimbang secara sektor ekonomi dan/atau kelompok masyarakat.

Kerangka kebijakan makroprudensial di  Bank Indonesia disusun dengan difokuskan pada upaya untuk mendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan yang diwujudkan melalui 4 (empat) hal, yaitu:

  • Risiko sistemik yang teridentifikasi sejak dini dan termitigasi;
  • Ketidakseimbangan dalam sistem keuangan yang minimal sehingga mendukung fungsi intermediasi yang  seimbang dan  berkualitas;
  • Sistem keuangan yang efisien;
  • Akses keuangan dan Usaha Mikro, Kecil dan  Menengah (UMKM) yang meningkat. Peningkatan akses keuangan dan UMKM tentunya akan memberikan pemerataan pada sistem perekonomian Indonesia serta pengebangan pasar keuangan, semakin banyaknya warga dan masyarakat yang terlibat memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Strategi dalam menjalankan kebijakan makroprudensial tersebut yaitu:

  • Identifikasi sumber risiko sistemik, dimana dalam hal ini kita mengidentifikasi kejadian dan/atau perilaku yang  memengaruhi stabilitas sistem keuangan dan  berpotensi memiliki  dampak  sistemik.
  • Pengawasan makroprudensial melalui monitoring dan analisis terhadap risiko yang telah teridentifikasi sebelumnya serta pemberian sinyal risiko;
  • Respons kebijakan melalui desain dan implementasi instrumen kebijakan makroprudensial;
  • Protokol manajemen krisis (PMK) merupakan protokol atau sistem aturan yang menjelaskan praktik-praktik dan prosedur yang benar yang harus dijalankan dalam suatu situasi yang formal yang dipergunakan untuk mengelola dan mengatasi kondisi krisis.

Permasalahan pada sistem keuangan yang menyebabkan pada teradinya ketidakstabilan sistem keuangan dapat terjadi pada transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Dimana adanya gagal bayar di satu bank dapat berdampak pada bank lain atau bahkan beberapa bank sekaligus yang memiliki transaksi keuangan dengan bank tersebut, sifat keterkaitan ini menyebabkan permasalahan pada satu institusi dapat dengan cepat menyebar pada institusi lainnya. potensi penyebaran risiko (spillover) dari satu institusi ke institusi lain menjadi lebih tinggi apabila permasalahan terjadi pada institusi keuangan yang besar atau dominan. Kegagalan bank besar dengan pangsa yang cukup tinggi dalam sistem keuangan akan memberikan dampak yang lebih signifikan dibandingkan dengan kegagalan bank dengan skala yang lebih kecil, hal ini dikenal dengan konsep too-big-to-fail.

Contoh lainnya yaitu ketika sektor properti sedang tumbuh pesat, mayoritas perbankan akan memfokuskan penyaluran kreditnya pada sektor tersebut. Akibatnya, tingkat konsentrasi perbankan pada sektor properti menjadi tinggi. Apabila terjadi perlambatan atau shock pada sektor properti, akan banyak bank yang terkena risiko yang sama. Kondisi ini berpotensi menimbulkan instabilitas dalam sistem keuangan.

Dari pemaparan di atas kita akan mengetahui bagaimana pengaruh kebijakan makroprudensial terhadap keberlangsungan dan ketahanan ekonomi nasional. Adapun Risiko di setiap elemen sistem keuangan yang tidak segera ditanggulangi akan memiliki potensi untuk menjadi risiko sistemik yang akan menyebabkan instabilitas pada sistem keuangan. Oleh karenanya penting bagi kita untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kebiakan makroprudensial demi terjaganya stabilitas sistem keuangan Indonesia.

Referensi artikel:

Buku Mengupas Kebijakan Makroprudensial
Buku Kajian Stabilitas Keuangan No.32-Maret2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun