Selain itu mendengar tanpa visualisasi membuat aktvitas kita tak akan terganggu. Coba kita bayangkan, disaat kita menonton melalui media televisi, untuk menangkap dan menyimak apa yang disampaikan media kita harus meletakkan atau menghentikan sejenak apa yang tengah kita lakukan. Hal ini dikarenakan mata dan telinga perlu mencerna apa yang tengah disiarkan media televsi dengan suara dan visualisasinya tersebut.
Lain halnya disaat kita mendengarkan radio, kita hanya perlu menggunakan indera pendengaran kita untuk menyimak apa yang disampaikan oleh penyiar radio, tapi indera lain seperti mata masih tetap terfokus dengan apa yang tengah dikerjakan. Ini menandakan dengan mendengarkan radio kita tidak perlu menghentikan sejenak pekerjaan yang tengah kita lakukan, sehingga kita dapat bekerja dengan baik atau melakukan berbagai aktivitas lainnya secara bersamaan.
Setiap tempat dimanapun itu, dan kapanpun asalkan terdapat gelombang radio, informasi-informasi yang penting dapat tersampaikan dengan cepat. Lalu bagaimana dengan penyampaian informasi siaga bencana? Tentunya ini sangat tepat diinformasikan melalui media radio tersebut. Mengingat bahwa masih pentingnya untuk selalu mengingatkan dan mengedukasi masyarakat tentang kesiagapan terhadap bencana.
Indonesia dengan penduduknya yang tersebar diberbagai pelosok, dari Sabang sampai Merauke ini, setiap daerahnya tentu masih rentan akan terjadinya bencana alam seperti banjir bandang, tanah longsor, kebakaran, gempa, atau bahkan tsunami. Hal ini tentunya mengharuskan agar setiap masyarakatnya tahu dan pintar saat menghadapi bencana alam yang sedang terjadi.
Lalu pertanyaanya, apakah bisa mendemonstrasikan lewat radio tentang bagaimana hal yang harus kita lakukan saat mengahadapi bencana tanpa adanya dukungan visual seperti pada tetevisi? Apakah masyarakat atau pendengar dapat memahaminya dengan baik?
Jawaban dari pertanyaan tersebut yaitu tentu bisa. Memberikan informasi atau mendemonstrasikan lewat radio tentu bisa dilakukan, meski hanya diinformasikan melalui suara saja, maksud dan hal yang ingin disampaikan ke pendengar tentunya akan dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh pendengar, asalkan penyampaian yang dilakukan oleh penyiar benar dan dapat ditangkap dengan baik oleh indera si pendengar.
Pendemonstrasian yang dilakukan melalui radio melalui adegan cerita ataupun pengarahan apa yang patut dan tak patut mereka lakukan saat menghadapi bencana dapat disiarkan dengan penyampaian yang jelas, pendeskripsian dengan pemilihan kata dan kalimat yang tepat, dan yang terpenting yaitu intonasi saat menyampaikan informasi ataupun berita.
Masyarakatpun dapat memahaminya dikarenakan mereka akan berimajinasi dengan apa yang penyiar berusaha sampaikan tentang siaga bencana alam. Seperti contoh di bawah ini,
"Saat gempa tiba, ibu atau bapak jangan panik, segera berlindung dibawah meja kayu, tempat tidur, atau kelur ruangan dengan cepat dan tetap               jangan panik".
Penyiar dapat menyampaikan dengan menggunakan nada dan intonasi yang sesuai dengan isi pesan yang ingin disampaikan ke pendengar. Contoh lainnya,
"Jika terjadi kebakaran, disaat nyala api belum membesar, kalian harus segera memadamkan apinya, semisal ada kain di dekat kalian, basahi kain            kemudian padamkan api, atau jika ada APAR, kalian juga bisa memadamkan api menggunakan APAR tersebut, ingat disaat memadampan api dengan        APAR, jangan memadamkan api berlawanan dengan arah angin".