B. Â Fungsi Laporan Keuangan
 1. Sebagai Alat Pengambilan Keputusan
Laporan keuangan memberikan data penting yang digunakan manajemen dalam perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan strategis. Investor juga menggunakan laporan ini untuk menentukan apakah akan menanamkan modal atau tidak.
2. Evaluasi Kinerja Keuangan
Melalui analisis laporan laba rugi, neraca, dan arus kas, manajemen dapat menilai efektivitas operasional, efisiensi penggunaan sumber daya, dan profitabilitas perusahaan.
3. Transparansi dan Akuntabilitas
Laporan keuangan yang disusun secara transparan memastikan bahwa perusahaan bertanggung jawab kepada pemegang saham dan otoritas pemerintah mengenai bagaimana dana diinvestasikan dan digunakan.
4. Alat untuk Menarik Investasi
Investor dan kreditor sering kali menilai kesehatan keuangan perusahaan dengan menggunakan laporan keuangan untuk memutuskan apakah perusahaan tersebut layak untuk mendapatkan dana atau investasi baru (Eugene F. Brigham & Joel F. Houston, 2019).
C. Â Karakteristik Kualitatif Akuntansi
Menurut (Ikatan Akuntan Indonesia, 2015) pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) laporan keuangan yang baik harus mengandung karakteristik kualitatif akuntansi, seperti:
1. Dapat dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus mudah dipahami oleh pengguna atau pamakai laporan keuangan.
2. Relevan
Informasi yang disajikan harus relevan agar pengguna atau pemakai laporan keuangan dapat membuat keputusan.
3. Keandalan
Informasi yang disajikan harus dapat dipertanggungjawabkan, wajar, dapat diandalkan dan tidak menyesatkan.
4. Dapat dibandingkan
Pengguna laporan keuangan dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan dari periode ke periode, untuk menemukan tren atau kecenderungan kinerja posisi keuangan, dan perubahan posisi keuangan yang terkait.
2.1.2 Â Kecurangan (Fraud)
A. Definisi Kecurangan
Kecurangan atau fraud dalam konteks keuangan dan bisnis didefinisikan sebagai tindakan ilegal yang dilakukan dengan niat untuk memperoleh keuntungan finansial atau pribadi dengan cara menipu. Kecurangan bisa terjadi di berbagai level organisasi, mulai dari karyawan, manajemen, hingga eksekutif tertinggi, dan dapat berdampak signifikan terhadap kesehatan finansial perusahaan serta kepercayaan publik. Beberapa pengertian kecurangan menurut para ahli sebagai berikut:
1. Menurut (Hopwood William S; Leiner Jay J; Young George R, 2019) menjelaskan bahwa fraud adalah tindakan tidak jujur yang dilakukan oleh individual tau kelompok untuk memperoleh keuntungan finansial atau menghindari kerugian. Definisi ini mencakup berbagai jenis penipuan, seperti penyalahgunaan asset, korupsi dan penipuan laporan keuangan.
2. Dalam Statement on Auditing Standards (SAS) No. 99, kecurangan didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan pernyataan yang keliru atau menghilangkan fakta material guna menipu pihak lain.
3. Menurut (Association of Certified Fraud Examiners, 2019), kecurangan adalah tindakan yang disengaja oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menipu pihak lain, yang menyebabkan pihak tersebut menderita kerugian dan pelaku mendapatkan keuntungan.
B.   Fraud Digolongkan Menjadi Tiga
Menurut (Association of Certified Fraud Examiners, 2019) fraud digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Â Penyimpangan Terhadap Aset (Asset Missappropriation)
Penyimpangan aset adalah Ketika orang internal atau eksternal perusahaan menyalahgunakan, mencuri, atau mengambil harta perusahaan. Jenis fraud ini adalah berwujud (intangible).
2. Â Pernyataan Dibuat Salah ataupun Menipu (Fraudulent Statement)
Ini adalah jenis penipuan yang biasa dilakukan oleh manajemen, manajer senior, atau pejabat eksekutif dengan tujuan untuk merekayasa laporan keuangan yang sebenarnya.
3. Â Korupsi (Corruption)
Jenis penipuan ini sulit dideteksi karena melibatkan kerja sama orang lain untuk memperoleh keuntungan dari dua pihak. Biasanya seperti hadiah, penyuapan, pengutan liar, dan penyalahgunaan wewenang.
C. Â Faktor Penyebab Kecurangan
Menurut (Suryandari, 2019) menjelaskan bahwa kemungkinan kecurangan pada laporan keuangan bisa terjadi karena lebih saji dalam melaporkan pendapatan.
1. Overstating Revenues
a) Sham Sales (penjualan fiktif) adalah cara menunjukkan bahwa penjualan tidak terjadi, tetapi dibuat dengan membuat pos, seperti suatu entitas bertujuan khusus (special purpose entity) yang dibuat sebagai penjual dan memanipulasi dokumen pendukungnya.
b) Premature Revenue Recognition, karyawan dapat mencatat pendapatan sebelum barang dikirim untuk meningkatkan pendapatan selama periode berjalan.
c) Recognition of Conditional Sales, ini menunjukkan bahwa karyawan mencatat penjualan dari transaksi yang belum selesai karena perusahaan masih memiliki kewajiban kontijensi.
d) Abuse of Cutt-off Date of Sales, berarti bahwa karyawan meningkatkan pendapatan periode berjalan sehingga mereka memindahkan pendapatan periode sebelumnya ke periode sekarang.
e) Misstatement of the Percentage of Completion, maksudnya adalah selama kontrak berlangsung, karyawan dapat meningkatkan persentase penyelesaian kontrak.
2. Overstating Sales
a) Inventories fraud, biasanya melibatkan lebih banyak investaris pada persediaan akhir. Jika terdeteksi, pelaku fraud mengklaim bahwa ini adalah akibat dari kesalahan perhitungan.
b) Account receivable, karena kurangnya penyisihan piutang tak tertagih atau penipuan yang terjadi pada saldo akhir piutang usaha, maka bisa terjadi overstatement pada piutang usaha.
c) Property, plan and equipment, asset tetap bisa lebih saji meskipun sudah mengalami penyusutan.
D. Â Dampak Terjadinya Kecurangan
1. Â Kerugian Finansial
Menurut survei ACFE (2020), rata-rata perusahaan kehilangan sekitar 5% dari pendapatannya setiap tahun akibat kecurangan. Dalam beberapa kasus, kecurangan besar dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan.
2. Kerusakan Reputasi
Kecurangan, terutama jika diketahui publik, dapat merusak reputasi perusahaan dan mengurangi kepercayaan investor, pelanggan, dan mitra bisnis.
3. Tindakan Hukum dan Regulasi
Perusahaan yang terlibat dalam kecurangan bisa menghadapi denda besar, litigasi, dan bahkan penjara bagi eksekutif yang terlibat.
E. Â Tindakan Untuk Mencegah Terjadinya KecuranganÂ
1. Â Pengendalian Internal yang Efektif
Membuat sistem pengendalian internal yang kuat untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan, seperti audit internal yang rutin, pemisahan tugas, dan pengawasan yang ketat seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia atau Securities and Exchange Commision (SEC) di Amerika Serikat (Sri Warni, 2022).
2. Peningkatan Etika Perusahaan
Menanamkan budaya etika di seluruh organisasi melalui pelatihan, kebijakan anti-kecurangan, dan sanksi tegas terhadap pelanggaran (Wijaya et al., 2021).
3. Menggunakan Audit Eksternal Independen
Menggunakan auditor eksternal yang independen untuk memverifikasi keakuratan laporan keuangan dan sistem pengendalian internal perusahaan (Wijaya et al., 2021)
4. Analisis Rasio Kuangan
Untuk mengidentifikasi anomali atau pola yang tidak wajar dalam laporan keuangan yang bisa mengindikasikan adanya kecurangan. Dengan memantau rasio keuangan secara cermat, auditor, manajemen, dan regulator bisa mendeteksi tanda-tanda manipulasi atau penyajian laporan keuangan yang tidak wajar. Misalnya model M-Score atau Beneish (Wijaya et al., 2021).
5. Meningkatkan Profesionalisme dan Integritas Manajemen
Meningkatkan profesionalisme dan integritas manajemen untuk dapat mendeteksi kecurangan melalui analisis rasio keuangan dengan dilakukan pelatihan untuk mengenali pola-pola yang dapat menunjukkan adanya overstatement atau understatement (Wijaya et al., 2021).
2.1.3 Kecurangan Laporan Keuangan
A. Pengertian Kecurangan Laporan Keuangan
Menurut American Institute Certified Public Accountants (AICPA) kecurangan laporan keuangan didefinisikan sebagai kegiatan yang direncanakan atau kecerobohan yang mengakibatkan penyajian laporan keuangan tahunan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Contoh termasuk merekayasa laporan keuangan menjadi lebih kecil dari aslinya (under statement) atau lebih besar dari pada aslinya (over statement).
B. Upaya Kecurangan Laporan Keuangan
Menurut Statement on Auditing Standards (SAS) No.99, kecurangan laporan keuangan dapat terjadi melalui beberapa upaya, sebagai berikut:
1) Mengubah catatan akuntansi dan dokumen pendukung laporan keuangan.
2) Melakukan kekeliruan, baik secara sengaja ataupun disengaja yang berkaitan dengan elemen laporan keuangan.
3) Mengubah peraturan yang berkaitan dengan laporan keuangan.
C. Pelaku Utama Kecurangan Laporan Keuangan
Menurut (Suryandari, 2019) berikut pelaku utama yang biasanya terlibat dalam kecurangan laporan keuangan, yaitu:
1) Manajemen Puncak (Top Management)
Manajemen puncak, termasuk Chief Executive Officer (CEO) Chief Financial Officer (CFO) dan eksekutif lainnya, merupakan pelaku utama dalam banyaknya kasus kecurangan laporan keuangan. Karena mereka memiliki akses langsung dan control penuh terhadap penyusunan laporan keuangan dan berperan penting dalam membuat suatu keputusan strategis yang terkait dengan pelaporan.
2) Akuntan Internal dan Departemen Keuangan
Akuntan internal dan departemen keuangan dapat terlibat dalam kecurangan laporan keuangan karena mereka bertanggung jawab atas pengolahan dan penyusunan laporan keuangan perusahaan. Tindakan mereka melakukan kecurangan laporan keuangan seperti rekayasa angka laporan dengan mengubah pendapatan atau pengeluaran agar sesuai dengan target, memalsukan dokumen pendukung, seperti faktur, laporan pajak, atau dokumen keuangan lainnya, serta mengabaikan kewajiban untuk melaporkan kesalahan yang diketahui atau sengaja menyembunyikan fakta yang relevan dari auditor eksternal.
3) Komite Audit atau Dewan Direksi
Komite audit atau dewan direksi memiliki peran pengawasan terhadap laporan keuangan. Jika mereka lalai atau ikut serta dalam konspirasi untuk menyetujui laporan keuangan yang dimanipulasi, mereka bisa dianggap sebagai pelaku kecurangan.Pelaku dikalangan ini mungkin mengabaikan laporan kecurangan yang disampaikan oleh auditor atau pihak ketiga lainnya, dan memberikan persetujuan terhadap kebijakan akuntansi yang dipertanyakan seperti memperbolehkan pengakuan pendapatan prematur atau menyetujui pencatatan asset yang tidak wajar.
4) Auditor Eksternal
Auditor elsternal seharusnya berfungsi sebagai penjamin keakuratan laporan keuangan. Namun, dalam beberapa kasus, auditor eksternal terlibat atau melakukan pembiaran terhadap kecurangan laporan keuangan. Mereka mungkin menutup mata terhadap bukti-bukti kecurangan karena tekanan dari klien (perusahaan yang diaudit), dan melakukan manipulasi laporan audit untuk menutupi atau mengurangi tingkat pelanggaran yang ditemukan.
5) Pemegang Saham Pengendali
Pemegang saham pengendali atau pemilik perusahaan besar sering terlibat dalam kecurangan laporan keuangan, terutama dalam perusahaan swasta atau keluarga. Mereka mungkin mengarahkan manajemen untuk memanipulasi laporan keuangan agar sesuai dengan kepentingan mereka, atau memaksakan keputusan akuntansi yang tidak wajar untuk mengurangi pajak, memperbesar keuntungan, atau menarik investor.
6) Karyawan Biasa atau Staf Tingkat Menengah
Walaupun jarang terjadi, karyawan biasa atau staf tingkat menengah yang bekerja di bagian keuangan juga dapat terlibat dalam kecurangan laporan keuangan,terutama jika mereka memiliki akses ke sistem akuntansi. Karyawan ini mungkin menuruti tekanan dari atasan untuk memanipulasi laporan keuangan, dan mengambil keuntungan pribadi dari kesalahan atau celah dalam sistem pelaporan, misalnya dengan mencatat pendapatan palsu atau menggelapkan dana perusahaan untuk kepentingan pribadinya.
7) Pihak Ketiga yang Bekerja Sama dengan Perusahaan
Pihak ketiga seperti konsultan atau penyedia jasa keuangan atau vendor juga dapat terlibat dalam kecurangan laporan keuangan dengan bekerja sama dengan pihak internal perusahaan. Misalnya membantu menyembunyikan transaksi atau menciptakan dokumen palsu untuk mendukung laporan keuangan yang dimanipulasi, dan menyediakan nasihat hukum atau akuntansi yang memungkinkan manajemen untuk memanfaatkan celah hukum dalam penyajian laporan keuangan.
D. Kelompok Kecurangan Berdasarkan Pada Korban
Kelompok kecurangan berdasarkan pada korban yang dikemukakan oleh (Zimbelman, 2014) diantaranya:
1) Kecurangan oleh Pegawai (employee embezzlement), kecurangan secara langsung terjadi ketika pegawai mencuri kas, persediaan, peralatan, perlengkapan, atau asset lain perusahaan, sedangkan kecurangan tidak langsung ketika pegawai menerima suap dari pemasok, pelanggan atau pihak luar perusahaan yang memungkinkan mereka menawarkan harga jual lebih rendah atau tinggi, barang yang tidak sampai atau kualitasnya tidak bagus.
2) Kecurangan Pemasok (vendor fraud), kecurangan yang terjadi di tempat suatu organisasi saat perusahaan membeli barang atau jasa.
3) Kecurangan Pelanggan (customer fraud), kecurangan yang terjadi ketika pelanggan tidak membayar barang yang mereka beli atau mendapatkan sesuatu yang tanpa membayar apapun.
4) Kecurangan Manajemen (management fraud), kecurangan ini melibatkan laporan keuangan yang dimanipulasi oleh manajemen puncak.
5) Penipuan Investasi dan kecurangan pelanggan lainnya, korbannya biasanya adalah orang yang tidak hati-hati. Dengan melakukan investasi yang curang, biasanya tidak bernilai.
6) Jenis kecurangan lainnya, setiap kali ada orang yang mencoba menggunakan kepercayaan orang lain untuk memanipulasi orang tersebut.
E. Indikator Penilaian Kecurangan Laporan Keuangan
Indikator penilaian dari penelitian ini menggunakan rumus fraud score model. F-Score biasanya digunakan untuk mengukur tingkat kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan (Akbar, 2017.). F-Score memiliki dua elemen variabel yang dipakai yaitu accrual quality menggunakan proksi RSST (Richardson, Sloan, Soliman dan Tuna, 2005) dan financial performance dengan menggunakan proksi yaitu perubahan pada akun cash sales, perubahan pada akun inventori, perubahan pada akun receivable, serta perubahan earning sebelum bunga dan pajak (Kurnia dan Anis, 2017).(Arisandi dan Verawaty, 2017) menjelaskan model perhitungan F-Score dengan rumus:
F-Score = Accrual Quality + Financial Performance
Menurut (Arisandi dan Verawaty, 2017) menjelaskan bahwa Accrual quality diukur dengan RSST Accrual,semua dalam akun dilaporan keuangan seperti perubahan dalam neraca perusahaan, baik kas maupun non-kas sebagai akrual, serta membedakan karakter dari keandalan working capital (WC), non-current operating (NCO), dan financial accrual (FIN) serta elemen asset dan kewajiban dalam kategori akrual.
RSST Accrual = WC + NCO + FIN
Dimana:
WC (Working Capital) Â Â Â Â Â Â Â = Current Assets -- Current Liability
NCO (Non-Current Operating) = (Total Assets -- Current Assets -- Investement and Advances ) -- (Total Liability -- Current Liability -- Long Term Debt)
FIN (Financial Performance) Â = Total Investasi -- Total Liabilities
ATS (Average Total Assets) Â Â Â = Beginning Total Assets + End Total Assets / 2
Financial Performance atau kinerja keuangan perusahaan yang digambarkan dalam laporan keuangan diduga dapat memprediksi kecurangan laporan keuangan (Arisandi dan Verawaty, 2017). Model perhitungan Financial Performance yaitu:
Financial Performance = Change in Receivable + Change in Inventory + Change in Cash Sales + Change in Earnings
Keterangan :
Change in Receivable = Receivable / Average Total Assets
Change in Inventory  = Inventory  / Average Total Assets
Change in Cash Sales = Sales / Sales (t)) -- (Receivable / Receivable (t))
Change in Earnings = (Earnings (t) / Average Total Assets (t)) -- (Earning (t-1) / Average Total Assets (t-1))
2.1.3 Teori Kecurangan
Secara umum, kecurangan dapat diartikan sebagai tindakan penipuan atau manipulasi yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau menipu pihak lain (Esa, 2023). Dalam konteks bisnis atau keuangan, kecurangan biasanya terkait dengan manipulasi laporan keuangan, penyalahgunaan aset perusahaan, atau tindakan lain yang bertujuan untuk menyesatkan investor, pemegang saham, atau pemangku kepentingan lainnya.
Teori kecurangan memberikan dasar yang kuat untuk memahami mengapa dan bagaimana kecurangan keuangan terjadi, serta bagaimana perusahaan dapat mengurangi risiko dengan memperkuat sistem pengendalian internal, menciptakan lingkungan yang transparan, dan meningkatkan pengawasan. Teori kecurangan merupakan salah satu landasan penting dalam memahami perilaku penipuan atau tindakan curang, terutama dalam konteks keuangan dan akuntansi. Teori ini berfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk melakukan kecurangan.
Teori kecurangan (fraud) dalam akuntansi dan manajemen keuangan secara umum dapat dijelaskan melalui beberapa konsep utama, salah satunya yang paling dikenal adalah Teori Segitiga Kecurangan (Theory Fraud Triangle) yang dikembangkan oleh (Creseey, 1953). Teori ini menjelaskan tiga elemen utama yang menyebabkan individu melakukan kecurangan, yaitu:
1. Tekanan (Pressure)
Tekanan merujuk pada situasi yang mendorong individu merasa harus melakukan kecurangan untuk menyelesaikan masalah atau memenuhi kebutuhan pribadi. Bentuk tekanan yang umum meliputi masalah keuangan pribadi, seperti pelaku mungkin memiliki hutang yang besar, kewajiban keuangan yang mendesak, atau gaya hidup yang melebihi pendapatannya. Adapula dari tekanan pekerjaan, seperti pelaku bisa menghadapi target pekerjaan yang tidak realistis, bonus berbasis kinerja, atau ancaman kehilangan pekerjaan jika gagal mencapai target yang diinginkan.
2. Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan muncul ketika individu melihat adanya celah dalam sistem kontrol internal atau kelemahan dalam pengawasan yang memungkinkan kecurangan dilakukan. Faktor-faktor yang menciptakan kesempatan meliputi pengawasan yang lemah yaitu ketika mekanisme pengawasan dan audit internal tidak memadai, individu dapat dengan mudah menyembunyikan tindakan curangnya. Lalu akses ke aset atau informasi yang sensitif, jika seseorang memiliki akses ke aset atau data sensitif tanpa pengawasan ketat, mereka bisa memanipulasinya dengan lebih mudah.
3. Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi adalah proses di mana pelaku kecurangan membenarkan tindakannya agar bisa diterima oleh dirinya sendiri atau oleh orang lain. Pelaku sering kali merasa bahwa tindakan mereka sah atau bahwa mereka tidak punya pilihan lain. Misalnya, mereka mungkin merasa bahwa mereka "berhak" melakukan kecurangan karena merasa kurang dihargai atau dibayar dengan tidak layak.
Dalam (Suryandari, 2019) menjelakan Dr. Steve Albrecht mencetuskan teori fraud scale yang merupakan teori lanjutan dari teori fraud triangle. Dari teori ini, pertimbangan kekuatan tekanan, kesempatan, dan integritas pribadi untuk menentukan kemungkinan tindakan penipuan. Tujuan teori ini untuk mengukur kemungkinan terjadinya pelanggaran etika, kepercayaan, dan tanggung jawab. Teori ini berlaku untuk beberapa jenis kecurangan, salah satunya adalah manipulasi laporan keuangan. Menurut teori ini, perkiraan penjualan dan laba manajemen adalah salah satu sumber tekanan.
Lalu (Wolfe & Hermanson, 2004) memperkenalkan Teori Berlian Kecurangan (Fraud Diamond Theory) yang menambahkan elemen keempat yaitu kapabilitas (capability). Wolfe dan Hermanson menjelaskan bahwa meskipun seseorangan mengalami tekanan, mereka dapat menemukan kapabilitas atau peluang, dan dapat merasionalisasikan tindakan kecurangan, karena mereka tetap memerlukan kemampuan untuk mengeksekusi kecurangan tersebut. Kemampuan ini meliputi posisi atau otoritas dalam organisasi, keterampilan teknis, kecerdasan, kepercayaan yang tinggi, dan kemampuan menghadapi tekanan (stres). Misalnya, seorang eksekutif senior memiliki wewenang dan akses yang memungkinkan mereka untuk menyembunyikan kecurangan lebih efektif disbanding karyawan atau pegawai biasa. Di samping itu, pelaku kecurangan yang merasa percaya diri atau arogan mungkin merasa kebal terhadap konsekuensi yang akan dihadapi olehnya setelah kecurangan tersebut terungkap atau merasa yakin dapat mengelabui pengawas.