Mohon tunggu...
Devi Ervika
Devi Ervika Mohon Tunggu... Lainnya - Long life hallucinations

✨

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Roman Sejarah yang Menggelitik dalam Tetralogi Pulau Buru

16 September 2022   12:22 Diperbarui: 16 September 2022   12:27 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetralogi pulau buru karya Pramoedya Ananta Toer adalah sebuah sebuah roman sejarah yang kunikmati seperti roman percintaan karya penulis favoritku. Lalu secara tidak langsung Pramoedya Ananta Toer kemudian mejadi penulis favoriku selanjutnya. Dari tetralogi pulau buru aku lansung jatuh cinta pada gaya cerita Pramoedya yang sangat berbobot namun disajikan dengan gaya sangat ringan dan cukup menghibur. 

Meskipun novel ini berlatar sejarah Indonesia, namun sama sekali tidak membosankan. Bahkan meski latar waktunya adalah berpuluh tahun lalu, gambara masanya diceritakan dengan detail yang mencerahkan. Novel ini sangat menyegarkan karena sajiannya yang cukup cerdas.

Daya tarik lain dari nivel ini adalah sudut pandang penokohannya yang tidak berfokus pada satu tokoh. Jadi pembaca bisa melihat keseluruhan isi cerita dari berbagai sudut pandang. Fokus ceritanya tetap satu tokoh, yaitu Minke. Namun setiap buku dalam tetralogi ini mengambil sudut pandang tokoh yang berbeda-beda.

Lalu kemudian pada buku ke-3, jejak langkah mengambil sudut pandang dari penokohan Minke, yang mana sedang membangun gerakannya lewat medan, koran pribumi pertama yang dipeloporinya. Pembaca diajak untuk menyelami lebih dalam bagaimana cara pikir Minke. Tentang bagaimana sumbangan pikirannya untuk kemerdekaan dan hal-hal seputarnya.

Kemudian pada buku terakhir mengambil sudut pandang Pangemanann dengan 2 n, seorang agen polosi yang kemudian kedudukannya meningkat menjadi Komisaris di Agl. secretarie. 

Pangemanann ini sebenarnya hati nuraninya menolak tindakan Gubermen yang terkadang sewenang-wenang. Namun jabatannya sebagai pegawai Gubermen membuatnya mau tidak mau harus melaksanakan apa yang diperintahkan atasannya, termasuk ketika melakukan tugas untuk menyingkirkan Minke. 

Pangemanann seperti dituntut untuk melakukan hal yang bertentangan dengan hati nuraninya. Tentu bukan hal yang mudah untuk mengkhianati hati nurani. Namun Pangemanann harus melaksanakannya dengan dasar sudah menjadi tugasnya.

Kenapa Pangemanann tidak menolak ? Karena terkadang kita harus hidup secara realistis megikuti alur yang tidak kita suka. Idealis saja tidak cukup membuat seseorang kuat untuk melawan kekuatan yang melampauinya.

Pangemanann sendiri sebenarnya mengagumi apa yang Minke lalukan dan nuraninya berpihak padanya. Namun lagi-lagi tuntutan jabatan yang membuatnya melakukan sesuatu semakin jauh dari apa yang dikehendaki nuraninya.

Pramoedaya benar-benar telah menyumbangkan sebuah karya untuk dunia dengan apa yang ditulisnya. Buku ini wajib dibaca oleh anak-anak negeri yang ingin menyelami perasaan nasionalisme. Juga untuk jiwa-jiwa yang haus dengan kisah sejarah. Meski fiktif, novel ini memberikan gambaran utuh tentang kejadian sebenarnya pada masa tersebut.

Dari novel ini juga aku banyak mendapatkan kosakata seputar sejarah yang tidak kutemukan dalam buku pelajaran sejarah. Seperti kata Gubermen dan adanya penyebutan untuk Indo, Totok dan pribumi. 

Dalam buku sejaraah biasanya hanya disebutkan penjajah dan pribumi. Lalu badan-badan perintahan seperti Agleemere Secretarie juga tidak kutemukan dalam buku pelajaran sejarah.

Aglemeree Secretarie sendiri adalah jabatan dalam Gubermen yang menjadi pengurus pusat. Yaitu tempat semua perintah berasal dari pembesar-pembesar yang menduduki kursi didalamnya.

Ending dari tetralogi ini cukup membuatku merasa sesak. Memang sedikit memaksa jika mengharapkan happy ending dari novel yang penuh konflik ini. Namun tetap saja, apa yang terjadi pada Minke di ending diluar dugaan.

Minke yang telah berjuang sedemikian panjang, akhir hidupnya mengenaskan. Dalam artian dia tidak berakhir dengan sambutan sebagai pemenang. Minke justru harus diasingkan hingga akhir hidupnya. Pada akhir hayatnya, bahkan dia seperti sendirian berada ditempat terpencil.

Namun bagaimana Minke berakhir adalah gambaran realistis juga dari keadaan masa tersebut. Yang mana pribumi yang menyuarakan pendapatnya untuk menentang penjajahan dianggap pemberontak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun