Mohon tunggu...
Devi Ervika
Devi Ervika Mohon Tunggu... Lainnya - Long life hallucinations

✨

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Alasan Drama "The Hymn of Death" Berakhir Tragis

5 Agustus 2021   08:47 Diperbarui: 5 Agustus 2021   08:52 6689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
@shinhyegraphy_myanmar


Berlatar pada sekitaran tahun 1921, The Hymn of Death menyajikan romansa pada masa penjajahan Jepang. Saat itu kondisi Korea belum stabil dan ekonomi rendah masih mendominasi.

Digrapap oleh sutradara Jo Soo jin, drama ini memiliki sinematografi yang memanjakan mata. Sutradara Jo Soo jin memang sutradara yang terkenal dengan sajian visual gambarnya yang indah. Contoh lain seperti dalam drama While You Were Sleeping yang juga dibintangi oleh Lee Jong suk. Selain itu, film ini juga didukung oleh gaya berpakaian yang membuat penonton seakan benar-benar kembali kemasa lalu.


Drama bergenre sageuk melodrama ini memiliki akhir yang cukup menyedihkan, sudah terhalang untuk bersama, bunuh diri pula. Berikut 3 alasan mereka bisa sampai berakhir bunuh diri :


1. cinta terlarang


Mereka bertemu pertama kali di Tokyo. Ketika itu Woo jin adalah mahasiswa jurusan sastra Inggris di Universitas Waseda. Sedangkan Yon Sim deok adalah mahasiswi jurusan musik vocal di sekolah musik Ueno. Mereka bertemu dalam sebuah asosiasi penggalangan dana yang mana Woo jin adalah ketuanya.


Meski pertemuan awal mereka berlangsung kurang klop karena perbedaan prinsip, lama- kelamaan mereka mulai nyaman satu sama lain. Sim deok mulai menaruh hati semenjak Woo jin mengatakan kalau nyanyiannya indah. Saat itu Woo jin bilang tidak punya kata-kata untuk mengomentari nyanyian Sim deok karena sangat indah. Sedangkan Woo jin mulai nyaman karena merasa Sim deok adalah gadis yang satu server dengannya, mereka mempunyai ketertarikan yang sama pada sastra.


Namun sayangnya cinta diantara mereka ditentang takdir semesta. Woo jin adalah pewaris keluarga pebisnis yang kaya raya dan sudah menikah. Meskipun Woo jin tidak mencintai wanita yang telah menjadi istrinya, namun tetap saja ikatan pernikahan ini kuat karena melalui rekomendasi ayah Woo jin yang terkenal kejam. Lebih tepatnya tegas yang berlebihan.


2. kehidupan beda jalur


Beda jalur dalam artian mereka seperti berada di kasta yang berbeda. Sebagai anak dari keluarga pebisnis tentu saja Woo jin bergelimang harta. Sedangkan Sim deok dari keluarga biasa yang bahkan pendidikannya di Tokyo adalah beasiswa.
Dalam keluarganya, Sim deok juga berperan sebagai tulang punggung keluarga sepulangnya dia dari Tokyo. Selain kebutuhan rumah tangga, dia juga harus memenuhi biaya pendidikan kedua adiknya.


Jadi mereka masing-masing punya tanggung jawab pada keluarganya. Woo jin sendiri selepas dari Tokyo tidak bisa menyentuh bidang sastra lagi karena disibukkan oleh urusan bisnis keluarganya. Disamping itu ayah Woo jin memang secara tegas melarang Woo jin berhubungan dengan sastra lagi.


Sim deok juga berjuang keras untuk keluarganya. Bahkan Sim deok sempat dijodohkan dengan laki-laki yang bersedia menanggung kebutuhan keluarganya, termasuk biaya sekolah kedua adiknya. Namun meskipun laki-laki yang akan dijodohkan mencintai Sim deok, pernikahan itu tidak terlaksana karena Sim deok menolaknya. Karena itulah Sim deok berusaha lebih keras untuk kebutuhan hidup yang ditanggungnya.


3. Kebahagiaan adalah pilihan


Banyak yang mengatakan ending drama ini tragis karena kedua tokoh utamanya harus bunuh diri. namun dari sudut pandang tokoh utama, itulah akhir bahagia yang menjadi pilihan mereka. Kim Woo jin dan Yon Sim deok bahagia dengan cara mereka. Bagi mereka bunuh diri adalah cara agar bisa terlepas dari akhir tragis kisah cinta mereka didunia.

Disamping itu keduanya juga sama-sama memiliki beban hidup yang menyiksa. Kim Woo jin yang harus menuruti kehendak ayahnya sehingga jiwanya mati, dan Yo Sim deok yang harus menggadaikan harga diri dan bakatnya demi nafkah keluarga.
Jadi mereka berdua memilih bunuh diri untuk membebaskan hati nurani mereka yang mati digilas kenyataan. Selain itu bisa dikatakan juga sebagai cara mereka protes karena selama ini tidak 'didengarkan'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun