Mohon tunggu...
Devi Ervika
Devi Ervika Mohon Tunggu... Lainnya - Long life hallucinations

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal Tren "Nggosop" dalam Dunia Pesantren

25 Juli 2021   18:43 Diperbarui: 25 Juli 2021   22:12 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sendal jepit (pixbay via Kompas.com)

Bicara soal pesantren, tidak selalu soal mengaji dan sederet ibadah lainnya. Pesantren adalah dunia multikultural yang mana didalamnya berbaur berbagai macam budaya. Banyak hal unik yang menjadi khas pesantren, salah satunya adalah ghasab.

Apa itu ghasab ?

Dalam bahasa Jawa, ghasab biasa disebut nggosop. Ghasab adalah memakai barang milik orang lain tanpa izin, dengan kata lain asal pakai. Ghasab tidak dapat diartikan sebagai meminjam karena tidak ada kesepakatan persetujuan. Juga tidak bisa dikatakan mencuri, karena ghasab dilakukan secara terang-terangan dan tanpa ada niat ingin memiliki.

Hukum ghasab

Jika berpijak pada hukum islam, ghasab hukumnya haram. Perkara ghasab ini dirujuk dari surat Al-Baqarah ayat 188. Kemudian dijelaskan dalam kitab Kifayatu al-Akhyar dan Jami'ul Bayan Fi tafsir Al-Qur'an Lith-thobari. Intinya adalah sangat dilarang oleh Alah Swt.

Namun perilaku ghasab dalam pesantren sudah menjadi budaya bersama. Dalam artian para santri sudah memahami kemana barang-barang mereka pergi ketika statusnya menghilang.

Akan tetapi tetap ada batasannya, bukan berarti ghasab diperbolehkan. Apapun alasannya ghasab tetap harus sebisa mungkin dihindari. Iya kalau pemiliknya ikhlas, kalau tidak wallahua'lam.

Alasan seseorang nggosop

Nggosop sebenarnya tidak butuh alasan. Dia seperti lingkaran daur hidup yang terus berputar, terus dan tidak terputus. Seseorang yang menjadi korban ghasab akan balik menggosop.

Bukan karena niat balas dendam, tapi karena butuh yang 'mendesak'. Begitu seterusnya hingga nggosop sudah menjadi budaya tersendiri yang menjadi tren milik pesantren.

Barang yang sering dighasab

Semua barang berpotensi dighasab, dari barang kecil sekelas jarum pentul hingga kelas barang besar seperti bantal guling. Rumusnya adalah barang yang tergeletak ditempat terbuka 'menjadi milik umum'.

Namun barang yang paling rawan number one kena ghasab tentu saja sandal dan sepatu. Hal ini karena kedua benda ini sering dalam keadaan kotor jika habis digunakan sehingga tidak bisa dimasukkan almari.

Maka mau tidak mau kedua benda ini diletakkan di rak. Jikalaupun kedua benda ini diletakkan di keranjang khusus milik perkamar pun, tetap berpotensi dighasab.

Demikianlah maka sering sekali santri yang sampai berstatus tidak punya sandal atau sepatu. Tentu menjengkelkan ketika sandal hilang di moment penting.

Yang lucu adalah kalau ada santri yang ke masjid menggunakan sepatu sekolah, atau yang terpaksa menggunakan sandal beda pasangan. Tapi mau bagaimana lagi, mereka harus memakai seadanya karena juga berburu waktu agar tidak terlambat mengikuti kegiatan.

Perasaan ketika barang dighasab

Yang pernah tinggal di pesantren pasti tau banget gimana rasanya ketika barang-barang tercinta hilang entah kemana. Sekali hilang maka potensi kembalinya hanya 20% alias ya sudahlah. Sebut saja sandal dighasab untuk pergi kantin.

Kemudian di kantin sandal itu dighasab lagi oleh lain orang. Maka jadilah sandal itu akan tersesat semakin jauh dan kecil kemungkinan untuk kembali ke pemiliknya.

Sedih ? pasti. Tapi mau bagaimana lagi. Begitulah resiko tinggal dengan banyak orang.

Bagaimana cara agar barang aman dari ghasab ?

Sampai saat ini diketahui cara terbaik mengamankan barang dari ghasaban adalah dengan menjaga barang pribadi sebaik mungkin. Hanya diri kita yang dapat menyelamatkannya.

Dahulu pernah di pondok saya diberikan aturan dilarang nggosop. Namun tidak mempan. Antara peraturan yang kurang mendisiplinkan atau karena budaya nggosopnya yang memang sudah mengakar. Intinya sulit menghentikan yang satu ini.

Yang paling bikin gemes adalah budaya ghasab ini tidak pandang bulu. Milik siapapun bisa menjadi target, termasuk milik ustad ustadzah.

Namun dalam catatan tidak tau kalau barang tersebut milik muallim mereka. Bagaimanapun ketakziman santri terhadap muallimnya menciptakan rasa sungkan untuk nggosop barang mereka.

Dan lucunya, tidak hanya barang milik umat pondok yang jadi korban ghasab. Di pondok saya dulu, santri putri kalau dijenguk orang tuanya boleh berkunjung ke kamar asrama putri.

Maka otomatis wali murid ini meninggalkan sandalnya diluar. Nah, santri putri yang tidak tau kalau sandal tersebut milik wali murid, biasanya main ghasab juga. Akibatnya tentu saja wali santri harus muter-muter nyari sandal sebelum pulang.

Kalau santri senior, biasanya sandal wali yang menjenguknya ini dibawa masuk, dimasukkan plastik. Begitulah cara amannya agar kalau pulang sang wali santri tidak harus beli sandal baru dulu.

Btw karena saya dulu sering merasakan jadi korban ghasab, sekarang kalau punya sandal rasanya lama nggak rusak-rusak. Dulu sekian bulan atau minggu sudah beli baru karena hilang. Sekarang kalau beli baru karena rusak atau bosan karena nggak rusak-rusak.

Apakah saya rindu jadi korban ghasab ? Tentu saja tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun