John Stuart Mill adalah seorang filsuf, ekonom, dan teoretikus politik terkemuka dari Inggris yang dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam tradisi utilitarianisme. Lahir pada 20 Mei 1806 di Pentonville, London, Inggris. Ayahnya, James Mill, adalah seorang filsuf dan ekonom yang berpengaruh, serta teman dekat Jeremy Bentham, pendiri utilitarianisme. James Mill mendidik John dengan ketat sejak kecil, memberikan pelajaran dalam logika, filsafat, sejarah, ekonomi, dan bahasa klasik. Pada usia 8 tahun, John sudah menguasai bahasa Yunani dan Latin.
Namun, pendidikan yang intens ini membuat Mill mengalami krisis mental di usia muda. Ia merasa kehilangan makna hidup karena tekanan yang begitu besar. Masa ini menjadi titik balik penting dalam kehidupannya, mendorongnya untuk mengeksplorasi pemikiran yang lebih personal dan emosional.
Mill bekerja selama hampir 35 tahun di East India Company sambil terus menulis dan menjadi intelektual terkemuka. Dalam bidang filsafat, ia memperluas teori utilitarianisme yang dirintis oleh Bentham, menekankan kualitas kebahagiaan dalam karyanya Utilitarianism (1863). Dalam On Liberty (1859), ia mengadvokasi kebebasan individu, kebebasan berekspresi, dan perlindungan hak individu dari tirani mayoritas. Ia juga merupakan salah satu pendukung awal kesetaraan gender, sebagaimana tercermin dalam karyanya The Subjection of Women (1869), di mana ia menyerukan hak perempuan dalam pendidikan, pekerjaan, dan politik. Selain itu, dalam Principles of Political Economy (1848), ia menggabungkan prinsip ekonomi klasik dengan wawasan progresif tentang keadilan sosial.
Mill menikah dengan Harriet Taylor pada tahun 1851, yang sangat memengaruhi pandangan progresifnya tentang kesetaraan perempuan. Setelah kematian istrinya pada 1858, ia terus memperjuangkan reformasi sosial dan politik. John Stuart Mill meninggal pada 8 Mei 1873 di Avignon, Prancis. Pemikirannya tentang kebebasan individu, hak asasi manusia, dan keadilan sosial tetap relevan hingga hari ini, menjadikannya salah satu filsuf paling berpengaruh dalam tradisi liberalisme.
John Stuart Mill dalam karyanya Principles of Political Economy (1848) mengembangkan teori ekonomi yang memperluas gagasan klasik Adam Smith dan David Ricardo dengan menambahkan dimensi sosial dan moral. Salah satu kontribusi utamanya adalah pembedaan antara hukum produksi dan hukum distribusi. Mill berpendapat bahwa hukum produksi bersifat tetap dan ditentukan oleh hukum alam, seperti bagaimana tenaga kerja dan modal menghasilkan barang dan jasa. Namun, hukum distribusi kekayaan tidak bersifat tetap dan bergantung pada institusi sosial, hukum, dan kebijakan yang dibuat oleh manusia. Dengan pandangan ini, Mill membuka peluang untuk mendiskusikan perubahan sistem sosial demi menciptakan distribusi kekayaan yang lebih adil.
Mill juga berfokus pada pentingnya keadilan sosial dalam ekonomi. Ia mendukung reformasi yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan, seperti penerapan pajak progresif untuk membebankan beban yang lebih besar kepada yang kaya, pendidikan universal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan pembatasan hak waris agar akumulasi kekayaan tidak hanya terpusat pada kelompok tertentu. Dalam konteks hak milik, Mill menegaskan bahwa hak kepemilikan harus diarahkan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, bukan sekadar melindungi kepentingan individu atau golongan tertentu.
Selain itu, Mill mengkritik pertumbuhan ekonomi yang tidak terkendali. Ia mengantisipasi apa yang sekarang dikenal sebagai pandangan ekologis, di mana ia menilai bahwa pertumbuhan ekonomi tanpa batas dapat merusak keseimbangan lingkungan dan kehidupan manusia. Ia memperkenalkan konsep ekonomi stasioner, yaitu suatu kondisi di mana populasi dan modal berhenti berkembang, tetapi memungkinkan masyarakat untuk fokus pada kebahagiaan, pengembangan moral, dan pengelolaan sumber daya secara bijak. Menurut Mill, kondisi ini bisa lebih kondusif untuk kesejahteraan manusia dibandingkan masyarakat yang terus menerus terobsesi pada ekspansi ekonomi.
Mill juga mendukung prinsip pasar bebas, tetapi dengan batasan. Ia mengakui bahwa pasar sering kali menjadi alat efisien untuk alokasi sumber daya, tetapi juga menyadari adanya kegagalan pasar yang dapat mengakibatkan ketidakadilan atau kerugian sosial. Dalam situasi seperti ini, ia percaya bahwa intervensi pemerintah diperlukan untuk melindungi kepentingan publik, seperti dalam hal pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Melalui teorinya, Mill mencoba menjembatani antara efisiensi ekonomi dan keadilan sosial. Pandangannya mencerminkan keyakinannya bahwa tujuan utama ekonomi adalah memaksimalkan kesejahteraan manusia, bukan sekadar menghasilkan kekayaan. Dengan demikian, pemikirannya tetap relevan dalam diskusi modern tentang keadilan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.
Penerapan teori ekonomi John Stuart Mill dapat dilihat dalam berbagai kebijakan dan pendekatan modern yang bertujuan menciptakan keseimbangan antara efisiensi ekonomi dan keadilan sosial. Gagasannya tentang pembedaan antara hukum produksi yang bersifat tetap dan hukum distribusi yang bersifat fleksibel memberikan dasar bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan redistribusi, seperti pajak progresif, subsidi, dan program jaminan sosial. Konsep ini relevan dalam upaya mengurangi ketimpangan ekonomi, di mana kekayaan yang terakumulasi pada kelompok tertentu dapat didistribusikan kembali melalui mekanisme perpajakan untuk mendukung kelompok yang kurang beruntung.
Pandangan Mill tentang pentingnya pendidikan universal juga menjadi landasan bagi banyak negara untuk menyediakan pendidikan gratis atau terjangkau, yang bertujuan meningkatkan mobilitas sosial dan mengurangi disparitas ekonomi antargenerasi. Selain itu, kritik Mill terhadap pertumbuhan ekonomi tanpa batas tercermin dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan kebutuhan ekonomi, sosial, dan ekologis. Misalnya, konsep ekonomi stasioner yang dikemukakannya mendorong pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana dan pengurangan eksploitasi lingkungan demi keberlanjutan jangka panjang.