Mohon tunggu...
Devi Ayu Prasetyoningsih
Devi Ayu Prasetyoningsih Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

Science

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mari Menjaga Maskot Kalimantan Barat yang Terancam Punah

23 Juli 2020   14:38 Diperbarui: 23 Juli 2020   14:35 1595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Burung Enggang Maskot Kalimantan Barat yang Terancam Punah (Sumber gambar: timlaman.com via Pinterest)

            

Burung enggang atau rangkong adalah salah satu hewan dari kelas Aves yang berasal dari Kalimantan Barat. Di daerah Kalimantan Barat burung ini digunakan sebagai ikon daerah. Burung yang berasal dari Kingdom : Animalia, Subkingdom : Bilateria, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata, Class : Aves, Order : Bucerotiformes, Family : Bucerotidae, Genus : Rhinoplax dan Species : Rhinoplax vigil (J. R. Forster (1781) dalam ITIS, 2006) ini memiliki beberapa manfaat yang penting bagi lingkungan dan peradaban manusia sehingga burung ini perlu dilestarikan mengingat populasinya yang kian menurun.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan konservasi Burung Enggang Gading untuk menghilangkan perdagangan dan untuk melindungi populasi Enggang Gading serta habitat mereka di seluruh jangkauan alam mereka dan untuk mengumpulkan dan berbagi informasi yang diperlukan untuk mempertahankan populasi Enggang Gading yang layak dan untuk memulihkan mereka yang terkena dampak perdagangan dan ancaman lainnya, di seluruh kisaran alami spesies.

Burung Enggang Gading (Rhinoplax vigil) ini memiliki ciri-ciri yaitu memiliki ukuran tubuh 120 cm dan ditambah pita pada ekor tengah 50 cm berwarna coklat dan putih, terdapat surai Panjang di ekornya berwana putih dengan garis hitam melintang dan garis putih selebar sayap, memiliki tanduk kuning merah-padam, tinggi berbentuk agak kotak, pada usia mudanya memiliki paruh dan mahkota yang berwarna putih, dengan bertambah usianya, pada bagian paruh dan juga pada bagian mahkotanya bisa berubah warna menjadi oranye atau merah.

Hal ini disebabkan karena burung Enggang Gading ini kerap menggesekkan bagian paruhnya ke kelenjar penghasil warna oranye merah yang berada di bawah ekornya, memiliki suara sangat khas dan nyaring dan berkembangbiak dengan cara bertelur dengan masa berbiak 150 hari.

Salah satu perilaku Burung Enggang Gading ini yaitu ia senang sekali bertengger di pohon yang tinggi, oleh sebab itu, habitat Burung Enggang Gading ini yaitu di hutan atau di pohon-pohon yang tinggi. Selain itu, sebelum terbang akan memberikan tanda dengan cara mengeluarkan suara yang terdengar cukup keras. Pada saat telah mengudara kepakan sayap enggang akan membunyikan suara yang memang terdengar dramatic. Di habitatnya, biasanya Burung Enggang Gading ini hidup secara berkelompok dengan jumlah 2 sampai 10 individu per kelompok. Musim bertelurnya dari bulan April---Juli.

Burung Enggang Gading pada ekosistemnya yaitu hutan tropis, memiliki peran penting dalam menjaga dinamika ekosistemnya dengan cara regenerasi hutan melalui pemencaran biji dari buah yang dimakannya (menebar biji buah buahan yang menjadi makanannya hingga sejauh 100 kilometer hingga burung rangkong ini sampai mendapatkan julukan petani hutan yang tangguh) (Franco dan Misa, 2019).

Selain itu, dari sisi ekonomi, paruh burung enggang ini biasanya diperjualbelikan dengan harga yang mahal untuk digunakan sebagai batu cincin. Selain itu, paruh burung dan bulu burungnya digunakan untuk hiasan kepala yang kemudian diperjualbelikan dengan harga yang mahal.

Dari sisi sosial budayanya, masyarakat Kalimantan Barat khususnya suku Dayak percaya bahwa Burung Enggang Gading ini merupakan simbol keberuntungan (akan membawa keberuntungan), sehingga banyak masyarakat yang terobsesi untuk memelihara burung ini. Selain itu, bulu burung enggang ini biasanya digunakan sebagai properti untuk upacara adat dan tari tradisional masyarakat suku Dayak. Masyarakat juga percaya bahwa paruh burung ini juga digunakan sebagian orang sebagai pusaka yang dianggap dapat menguatkan mental dalam diri seseorang.

Namun, sayangnya populasi burung enggang kini semakin menurun. Menurut data riset, terakhir kali pada tahun 2017, dilihat 20 ekor Enggang Gading di kawasan konservasi Kalimantan Barat. Eksistensi burung enggang sudah sangat langka atau terancam, bahkan telah masuk dalam redlist IUCN, yang artinya keberadaannya sudah sangat sulit untuk ditemui. Ini dibuktikan akhir Agustus 2018 status burung enggang gading masuk ke dalam kategori Critically Endangered pada populasinya. Artinya hewan ini terancam punah. Populasi burung rangkong gading atau enggang gading kian susut sejak tahun 2012.

Faktor-faktor yang mengancam populasi Burung Enggang Gading (Rhinoplax vigil) yaitu perburuan liar pun menjadi penyebab utamanya. Selain perburuan dan perdagangan, ancaman kepunahan rangkong gading dipengaruhi oleh aturan yang ada belum dapat menjawab tantangan dan persoalan yang ada di lapangan.

Oleh karenanya dibutuhkan sebuah pendekatan yang lebih praktis dan menyeluruh untuk mengatasi berbagai persoalan dan tantangan yang dihadapi di antaranya lemahnya koordinasi penegakan hukum dan kapasitas aparat penegak hukum terkait pemberantasan perdagangan illegal rangkong gading. Hilangnya habitat, degradasi dan fragmentasi karena habitat spesies berada di bawah tekanan yang meningkat dari kegiatan penebangan dan pembangunan juga menjadi faktor menurunnya populasi burung ini (Jain dkk, 2018).

Upaya yang telah dilakukan untuk konservasi Burung Enggang Gading (Rhinoplax vigil) yaitu menghilangkan perdagangan Enggang Gading (Jain dkk, 2018), melindungi populasi Enggang Gading yang tersisa dan habitatnya sepanjang jangkauan mereka (Jain dkk, 2018), mempercepat dan mengkoordinasikan penelitian kritis untuk menutup kesenjangan dalam pemahaman kita tentang ekologi Enggang Gading, toleransi gangguan , dan tekanan berburu dan tren, dan secara akurat memperkirakan populasi, distribusi, kepadatan dan kecenderungan (Jain dkk, 2018), tanaman ara (Ficus sp.) dianggap sebagai kandidat kunci untuk konservasi satwa liar di hutan hujan tropis karena potensinya pada habitat mikro dan pasokan makanan selama bertahun-tahun (Budiman dkk, 2017).  Mengkonservasi Ficus crassiramea (Miq.) Miq. (Budiman dkk, 2017) dan menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Enggang Gading (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2018).

Karena burung enggang ini memiliki manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya yang memiliki dampak bagi lingkungan maupun masyarakat, khususnya masyarakat Kalimantan Barat karena Enggang Gading merupakan maskot khas Kalimantan Barat yang harus dilestarikan mengingat populasinya yang terus mengalami penurunan dan masa biaknya yang cukup panjang, maka diperlukan beberapa upaya atau cara untuk melestarikannya mengingat beberapa faktor penyebab terancamnya populasi Enggang Gading seperti perburuan dan perdagangan yang terus terjadi sampai saat ini. Upaya yang telah dilakukan oleh pihak terkait sejauh ini dapat dikatakan berhasil karena dari tahun-tahun sebelumnya, populasi enggang sudah meningkat walaupun peningkatannya masih tergolong kecil.

Upaya yang disarankan untuk menjaga dan melestarikan populasi Burung Enggang Gading (Rhinoplax vigil) yaitu pemerintah harus mempertegas hukum perburuan liar dan perdagangan satwa langka yang ada, ketika sudah melanggar harus segera ditindak. Selain itu, perlu dilakukan konservasi terhadap burung enggang seperti upaya yang telah dilakukan namun perlu dimaksimalkan. Dapat juga dilakukan barcoding DNA Enggang Gading sebagai upaya konservasi genetik.

Referensi 

Budiman, dkk. (2017). "The Role of Ficus crassiramea (Miq.) Miq. for Hornbill Conservation in Borneo Fragmented Tropical Rainforest".

Collar, N. J. (2015). "Helmeted Hornbills Rhinoplax vigil and the ivory trade: the crisis that came out of nowhere". https://www.orientalbirdclub.org/birdingasia-24/

Franco, F. Merlin., Misa Juliana Minggu. (2019). "When the seeds sprout, the hornbills hatch: understanding the traditional ecological knowledge of the Ibans of Brunei Darussalam on hornbills". Diakses full dari https://ethnobiomed.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13002-019-0325-0

ITIS. (2006). "Classification of Rhinoplax vigil". Diakses full dari https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=707785#null

IUCN. (Agustus, 2018). "Rhinoplax vigil". Diakses full dari https://www.iucnredlist.org/species/22682464/155467793

Jain, Anuj, dkk. (Desember, 2018). "Securing safe havens for the Helmeted Hornbill Rhinoplax vigil". Diakses full dari https://www.orientalbirdclub.org/birdingasia-30/

Jain, Anuj, dkk. (2018). "Helmeted Hornbill (Rhinoplax vigil): status review, range-wide conservation strategy and action plan (2018---2027)". Diakes full dari https://www.researchgate.net/publication/327317283_Helmeted_Hornbill_Rhinoplax_vigil_Status_Review_Range-wide_Conservation_Strategy_and_Action_Plan_2018-2027

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Rangkong Gading (Rhinoplax vigil) Indonesia. Diakses full dari http://ksdae.menlhk.go.id/assets/publikasi/SRAK%20Rangkong%20Gading_Published.pdf

Kumparan News. (27 Oktober 2017). "Populasi Enggang Gading Ini Ditemukan di Luar Wilayah Persebarannya". Diakes full dari https://kumparan.com/official-mongabay-indonesia/populasi-enggang-gading-ini-ditemukan-di-luar-wilayah-persebarannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun