Mohon tunggu...
Devia Wardah Faradisa
Devia Wardah Faradisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Brawijaya Mahasiswa S1 Psikologi

Mempunyai ketertarikan di bidang Psikologi Klinis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengaruh Hormon Stres Terhadap Memori dan Kesehatan Fisik

5 Desember 2024   23:46 Diperbarui: 5 Desember 2024   23:52 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia pasti mempunyai aktivitas masing-masing seperti aktivitas sekolah, kerja, dan rumah tangga. Tidak jarang ketika melakukan aktivitas terkadang datang permasalahan. Misalnya, sebelum berangkat sekolah atau kerja tiba-tiba ban kendaraan yang akan digunakan bocor sehingga perlu ke bengkel untuk memperbaikinya terlebih dahulu, akan tetapi anda harus mengorbankan waktu dan menerima konsekuensi bahwa anda akan telat sekolah atau kerja. Hal tersebut pasti membuat anda kesal. Satu permasalahan yang terjadi saja bisa membuat kesal dan stres.

Hormon Kortisol dan Mekanisme Stres 

            Stres adalah respons fisiologis tubuh terhadap berbagai bentuk tekanan, baik fisik maupun psikologis, yang dialami individu. Salah satu mekanisme utama tubuh dalam menghadapi stres adalah pelepasan hormon kortisol oleh kelenjar adrenal melalui jalur hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA axis). Kortisol berperan adaptif dalam membantu tubuh mengelola stres jangka pendek, namun jika kadarnya terus meningkat dalam jangka waktu lama, hormon ini dapat berdampak negatif, termasuk menimbulkan masalah kesehatan dan penurunan kemampuan kognitif, terutama memori (Sapolsky, 2015). Stres tidak selalu bermakna negatif, terkadang dalam kondisi tertentu stres justru memberikan manfaat seperti mendorong kita agar menyelesaikan tugas 

sebelum batas waktu berakhir. Namun apabila stres dibiarkan berlarut-larut akan mengganggu kehidupan sehari-hari. Ketika anda dihadapkan pada permasalahan atau situasi yang membuat anda stres, tubuh seketika merespons atau bisa disebut dengan istilah fight or flight response. Fight or Flight response adalah suatu kondisi dimana tubuh anda memilih merespon permasalahan dengan bereaksi secara agresif atau justru meninggalkan permasalahan yang membuat stres. Ketika mengalami stres, otak akan otomatis mengirimkan sinyal kepada kelenjar adrenal untuk menghasilkan hormon kortisol. Hormon kortisol atau bisa disebut hormon stres adalah hormon yang dihasilkan atau diproduksi oleh kelenjar adrenal yang lokasinya berada di atas ginjal. Hormon kortisol yang dihasilkan berfungsi untuk melindungi kita agar lebih waspada terhadap tubuh yang sedang mengalami stres.

Dampak Kelebihan dan Kekurangan Hormon Kortisol 

          Meskipun penting untuk respon stres tetapi apabila hormon kortisol diproduksi secara berlebihan atau meningkat secara terus menerus itu dapat berbahaya bagi kesehatan tubuh karena hormon ini dapat memicu kenaikan berat badan, obesitas, tekanan darah tinggi atau hipertensi, meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, seperti serangan jantung dan stroke, serta dan dapat menimbulkan gangguan seperti sindrom cushing (suatu kondisi yang terjadi akibat hormon kortisol yang tinggi dalam waktu yang lama dengan disertai tanda-tanda gumpalan lemak antara bahu, wajah bulat, atau stretch mark  berwarna pink atau ungu). Selain itu, tubuh yang menghasilkan hormon kortisol dan adrenalin memicu jantung bekerja lebih cepat. Ketika stres, daya tahan tubuh seseorang menurun sehingga tubuh sulit melawan virus atau bakteri dan mudah terkena penyakit.

          Di sisi lain, apabila kekurangan produksi hormon kortisol atau hormon stress ketika anda sedang mengalami stress. Hal ini juga dapat berbahaya bagi tubuh karena dapat menurunkan berat badan, tekanan darah yang rendah, hingga mengakibatkan pasien tidak sadar.

Hubungan Stres dan Hormon Kortisol dengan Penurunan Kemampuan Memori

Selain gangguan kesehatan fisik, Peneliti otak terkenal, Robert M. Sapolsky, telah menunjukkan bahwa Stres kronis dan paparan kortisol yang berkepanjangan dapat merusak struktur dan fungsi otak, terutama hipokampus, yang berperan penting dalam memori dan pembelajaran. Studi menunjukkan bahwa kortisol yang berlebihan dapat menyebabkan atrofi hipokampus, mengurangi sinaptogenesis, dan menghambat neurogenesis (Lupien et al., 2009; Sousa & Almeida, 2012).

Hasil Studi Peneliti

          Baru-baru ini, tim peneliti dari Harvard Medical School di Boston, Massachusetts, melakukan penelitian mendalam mengenai pengaruh stres terhadap otak. Penelitian ini melibatkan 2.000 orang paruh baya yang diikuti selama delapan tahun. Sebelum penelitian dimulai, para peserta menjalani tes psikologi, tes ingatan, dan tes kemampuan berpikir. Selain itu, sampel darah mereka juga diambil untuk mengukur kadar hormon kortisol, yang sering dikaitkan dengan stres.

          Hasil studi menunjukkan bahwa peserta dengan kadar kortisol tinggi dalam darah memiliki skor tes ingatan yang lebih rendah dibandingkan mereka dengan kadar kortisol normal. Penelitian ini juga mengungkap bahwa penurunan kemampuan ingatan pada kelompok tersebut tampaknya sudah terjadi bahkan sebelum gejala gangguan memori mulai muncul.

          Penelitian mengungkap bahwa tingginya kadar kortisol berhubungan dengan penurunan volume otak dan gangguan fungsi ingatan pada individu usia paruh baya, bahkan sebelum tanda-tanda gangguan memori terlihat (Echouffo-Tcheugui et al., 2018). Kondisi ini terjadi karena kortisol dapat menghambat proses neurogenesis, mengurangi jumlah sinaps, serta mempercepat kerusakan neuron (Sousa & Almeida, 2012).

Penanganan dan Pencegahan

Foto Yoga Meditasi. (Sumber foto: Pixabay)
Foto Yoga Meditasi. (Sumber foto: Pixabay)

Setelah mengetahui apa saja dampak dari kelebihan dan kekurangan hormon kortisol terhadap kesehatan tubuh ketika stres, perlu anda tahu beberapa cara mengatasi stres agar tidak berlanjut secara terus menerus, sebagai berikut :

  • Selalu berpikir positif
  • Melakukan yoga dan meditasi
  • Tidur yang cukup
  • Rutin dalam berolahraga
  • Menjaga pola makan seimbang
  • Menerapkan pola hidup bersih dan sehat
  • Menghindari konsumsi alkohol dan kafein
  • Melakukan kegiatan positif atau hobi
  • Berbagi keluh kesah kepada seseorang yang dapat dipercaya
  • Meningkatkan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing

Cara tersebut efektif untuk menjaga kadar kortisol anda. Dengan menerapkan cara tersebut, kadar kortisol anda akan seimbang sehingga ketika anda stres hormon kortisol dapat diproduksi secara normal karena jika diproduksi secara berlebihan maka berbagai masalah kesehatan akan muncul.

Kesimpulan 

          Kortisol merupakan hormon yang memiliki peran penting dalam respons tubuh terhadap stres. Walaupun hormon ini berguna dalam menghadapi stres jangka pendek, peningkatan kadar kortisol secara kronis dapat memberikan dampak negatif, terutama pada kesehatan fisik dan fungsi kognitif, termasuk memori. Dengan demikian, penerapan strategi pengelolaan stres yang efektif sangat diperlukan untuk mendukung kesehatan tubuh dan pikiran.

          Jika anda mengalami masalah yang berhubungan dengan gangguan hormon kortisol atau hormon stres anda, sebaiknya konsultasikan segera ke dokter karena hal ini dapat memengaruhi kesehatan anda secara umum dan dapat mengancam jiwa. Dengan mengetahui kadar kortisol dalam diri anda, anda dapat mencegah atau bahkan mengatasi komplikasi yang serius yang dapat terjadi pada diri anda.

Referensi

Chrousos, G. P. (2009). Stress and disorders of the stress system. Nature Reviews Endocrinology, 5(7), 374–381.

Echouffo-Tcheugui, J. B., et al. (2018). Higher cortisol levels are associated with worse memory and smaller brain volume in middle-aged adults. Neurology, 91(21), e1961–e1970.

Lupien, S. J., McEwen, B. S., Gunnar, M. R., & Heim, C. (2009). Effects of stress throughout the lifespan on the brain, behaviour and cognition. Nature Reviews Neuroscience, 10(6), 434–445.

Sapolsky, R. M. (2015). Stress and the brain: Individual variability and the inverted-U. Nature Neuroscience, 18(10), 1344–1354.         

Sousa, N., & Almeida, O. F. X. (2012). Corticosteroids: Sculptors of the hippocampal formation. Frontiers in Neuroendocrinology, 33(3), 417–429.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun