Mohon tunggu...
Devi Ari Susanti
Devi Ari Susanti Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak

Seorang penulis amatiran yang ingin berkarya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebudayaan Indonesia: Kesenian Wayang Beber Pacitan

5 Januari 2021   11:28 Diperbarui: 5 Januari 2021   12:09 2386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Indonesia terdiri atas banyak ras, suku, bangsa yang memiliki beragam budaya dengan latar belakang yang berbeda-beda. Dengan banyaknya budaya yang dimiliki Indonesia, dapat dijadikannya kekuatan khazanah budaya sebagai modal dan keunggulan untuk menjadikan serta membangun bangsa Indonesia menjadi lebih maju. Indonesia sendiri memiliki berbagai macam variasi kebudayaan, sebagai contoh yaitu dibidang seni. Banyak sekali kreasi dibidang seni seperti seni pertunjukan, seni sastra, seni suara, seni tari dan seni lainnya.

Salah satu contohnya adalah Wayang. Wayang merupakan kategori dari seni pertunjukan yang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Wayang merupakan salah satu tradisi, kesenian, dan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Jawa dan beberapa daerah lainnya. Dahulu wayang digunakan untuk perenungan roh spiritual para dewa. Konon, kata wayang sendiri berasal dari kata "ma Hyang", yang artinya menuju spiritualitas sang kuasa. Namun terdapat juga masyarakat yang menyebut wayang itu berasal dari teknik pertunjukannya yang mengandalkan bayangan dari wayang di layar.

Wayang dimainkan atau digerakkan langsung oleh dalang. Dalang tidak dapat dipilih secara sembarangan. Seorang dalang harus lihai dalam memainkan wayang, harus mengetahui macam-macam cerita epos pewayangan, contohnya Ramayana dan Mahabrata. Pada zaman dahulu, dalang dipandang sebagai profesi yang sangat luhur, alasannya karena orang yang menjadi dalang adalah orang yang berilmu, berbudi pekerti, terpandang, dan juga santun.

Pertunjukan wayang diiringi musik yang berasal dari musik gamelan. Dilantunkan juga syair-syair berbahasa Jawa yang dinyanyikan para pesinden (penyanyi perempuan). Wayang termasuk dalam kesenian yang memiliki nilai magis, dan unsur yang wajib ada dalam setiap pertunjukan adalah sesajen atau sesaji. 

Sesajen tersebut berupa dupa yang dibakar, ayam kampung, nasi tumpeng, kopi, dan hasil bumi lainnya. Namun, banyak yang menganggap sesajian tersebut merupakan suatu hal yang mubazir, sehingga akhir-akhir ini sesajian dalam pertunjukan wayang juga diperuntukkan para warga atau penonton untuk makan bersama. Seiiring berjalannya waktu, wayang berkembang menjadi beragam  jenis yang dipengaruhi oleh keadaan budaya daerah setempat. Seperti Wayang Beber, Wayang Kulit, Wayang Golek, Wayang Sunda, Wayang Menak, Wayang Klitik, Wayang Orang, Wayang Suluh, Wayang Gedog, Wayang Kancil, Wayang Potehi, dan Wayang Kadek.

 

Pembahasan                                                                                 

Asal Usul Wayang: Wayang Beber Pacitan

Wayang berasal dari bahasa Jawa "wewayangan" yang memiliki arti  bayangan. Dikatakan wayang atau wewayangan karena pada zaman dahulu untuk melihat wayang, penonton harus melihat dari belakang layar (kelir) yang terbuat dari kain berwarna putih yang membentang membatasi dalang dan penonton. Sang dalang memainkan wayang dengan penerangan lampu sehingga menimbulkan bayangan yang tampak pada layar pertunjukan. Wayang merupakan sebuah warisan budaya nenek moyang yang diperkirakan telah ada sejak 1500 tahun SM. Saat itu, wayang masih sangat sederhana sekali, hanya berupa cuwilan gambar yang diceritakan. 

Pertunjukkan kesenian wayang digunakan sebagai ritual upacara keagamaan orang Jawa yang berakar dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Namun, wayang mulai berkembang pada zaman Hindu Jawa. Menurut Kitab Centini, mula-mula wayang diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang atau Kediri. 

Pada abad ke-10, Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran roh leluhur di atas daun lontar. Pada zaman Jenggala, kegiatan penciptaan wayang semakin berkembang. Semasa Sri Suryawisesa berkuasa, bentuk wayang disempurnakan, dikumpulkan, dan disimpan dalam peti yang indah. Setiap upacara penting di istana, diselenggarakan pagelaran wayang, Sri Suryawisesa sebagai dalang dibantu sanak keluarganya sebagai penabuh gamelan.

Pada tahun 1511 M, untuk menghilangkan kesan yang serba berbau Hindu dan kesan pemujaan terhadap arca, timbul gagasan baru untuk menciptakan wayang dalam wujud baru. Wayang berhasil diciptakan para Wali dan pengikut Islam dari kulit kerbau yang agak ditipiskan dengan wajah digambarkan miring, ukuran tangan dibuat lebih panjang sampai kaki. Wayang dari kulit kerbau ini diberi warna dasar putih yang dibuat dari campuran perekat dan tepung tulang, sedangkan pakaiannya dicat dengan tinta. 

Sarana pakelirannya menggunakan kelir atau layar, menggunakan pohon pisang sebagai alat untuk menancapkan wayang, blencong sebagai penerangan atau lampu, menggunakan kotak sebagai alat untuk menyimpan wayang, dan diciptakan alat untuk memukul kotak yang disebut cempala dan krecek. Meskipun demikian dalam pagelaran masih menggunakan lakon baku dari Serat Ramayana dan Mahabarata, namun sudah mulai dimasukkan unsur dakwah, walau masih bentuk serba dalam bentuk lambang-lambang (pasemon).

Dari beberapa jenis wayang yang ada di Indonesia. Salah satu wayang yang dianggap istimewa yaitu Wayang Beber. Menurut sejarah pewayangan di Indonesia, Wayang Beber merupakan asal mula dari Wayang Kulit. Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra-Islam dan berkembang di daerah tertentu di pulau Jawa. Adanya seni tersebut untuk pertama kali dilaporkan pada awal abad ke-15 oleh Ma  Huan,  yang  menyertai  Laksamana  Cheng  Ho dalam berbagai ekspedisi lautnya. 

Ditinjau dari sejarah asal usulnya, Wayang Beber merupakan salah satu peninggalan dan warisan Kerajaan Majapahit sebagaimana dituturkan oleh dalang Wayang Beber ke-13, yakni  Sumardi Gunautama. Wayang Beber merupakan salah satu bentuk hasil kebudayaan yang langka, sampai dengan tahun 1980an diketahui kini hanya terdapat di dua tempat yaitu di Dusun Karangtalun, Desa Gedompol, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dan di Desa Gelaran, Kelurahan Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo (Wonosari), Gunung Kidul, Yogyakarta (Suharyono, 2005:7-8).

Wayang Beber adalah suatu pertunjukan wayang dengan gambar-gambar tersebut di pertunjukan dengan cara dibentangkan. Wayang Beber sekarang berada di Desa Gedompol, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Dinamakan Wayang Beber karena berupa lembaran-lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh dalam cerita wayang seperti Mahabarata maupun Ramayana. 

Jenis pertunjukan wayang dengan gambar-gambar yang dilukiskan pada selembar kain atau kertas, dibuat dari satu adegan menyusul dengan adegan lain dan di ceritakan satu demi satu oleh dalang. Kertas dengan  lebar 1 meter dan panjang 4 meter. Wayang Beber dilukis dengan teknik lukis tradisional yang di sebut sungging, secara cermat dan rumit. Dalam pertunjukan, dalang menuturkan cerita dengan iringan gamelan. Cerita Wayang Beber, terdiri dari enam gulung. Satu gulung berisi empat adegan yang disajikan satu persatu. Jadi dalam pertunjukan Wayang Beber Pacitan, gambar dalam gulungan disajikan seperempat demi seperempat.

Fungsi Wayang Beber Pacitan

Wayang Beber Pacitan mempunyai enam fungsi, yaitu; Fungsi Ritual, Fungsi Sosial, Fungsi Budaya, Fungsi Hiburan dan Fungsi Pendidikan. Ada enam macam fungsi ritual Wayang Beber Pacitan :

  • Pertunjukan Wayang Beber Pacitan digunakan untuk memperingati suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia.
  • Sebagai nadzar atau syukuran. Nadzar atau syukuran ini meningkatkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, untuk itu manusia harus selalu bersyukur dalam kondisi apapun.
  • Pertunjukan Wayang beber Pacitan sebagai ritual untuk menyembuhkan penyakit. Pada masyarakat agraris biasanya masih melekat kepercayaan magis, masih terdapat kepercayaan bahwa dengan kekuatan magis dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit (Suharyono, 2005).
  • Pertunjukan Wayang Beber Pacitan digunakan sebagai pertunjukan ruwatan.
  • Sebagai pertunjukan yang berhubungan dengan pertanian.
  • Sebagai pertunjukan ritual yang berhubungan dengan musim. Pada masa lalu, bagi para petani musim sangatlah penting karena berhubungan dengan kehidupan dan pertanian. Musim yang tidak teratur dianggap sebagai bencana bagi masyarakat agraris. Masyarakat percaya bahwa Pertunjukan Wayang beber Pacitan dapat menolak bencana alam, sehingga kondisi pertanian akan stabil (Enggarwati, 2013).

Fungsi Sosial. Kehidupan masyarakat Desa Nanggungan pada saat menyaksikan pertunjukan Wayang Beber Pacitan tidak ada batasan-batasan tingkat sosial, semuanya setara. Bagi masyarakat Desa Gedompol (tempat artefak wayang berada), Wayang Beber Pacitan dianggap keramat, bagi peminatnya pertunjukan ini merupakan yang diminati dan penting untuk ditonton. Pertunjukan inilah yang menjadi sarana komunikasi masyarakat yang dapat mempertemukan antara orang yang satu dengan orang yang lainnya. 

Dalam pertemuan tersebut tentunya terdapat interaksi dan komunikasi. Hal ini penting bagi para peserta didik di mana peserta didik dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Melihat dewasa ini perkembangan teknologi telah menggeser nilai-nilai sosial dengan individualis. Kesenian ini hidup dan berkembang di tengah-tengah komunitas petani yang tinggal di dataran tinggi pegunungan seribu yang tandus dan kering. Bisa jadi, ia menjadi sarana eskapisme tekanan sosial ekonomi dan sekaligus berfungsi untuk menguatkan kohesi sosial dalam mengatasi kesulitan bersama (Warto, 2012).

Fungsi Budaya. Wayang Beber Pacitan sebagai suara kebudayaan. Wayang merupakan bentuk hasil budaya Indonesia. Berdasarkan kesepakatan masyarakat yang telah mengakar dan mampu melahirkan kearifan lokal masyarakat yang telah dibentuk dan membentuk pola pikir perilaku masyarakat. Wayang Beber Pacitan merupakan wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Berupa seluruh hasil fisik dan aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat (Koentjaraningrat, 2009).

Fungsi Hiburan. Sebagai sebuah pertunjukan, Wayang Beber Pacitan memberikan hiburan kepada orang menyaksikan, mampu memberikan kesenangan pada seorang atau kelompok orang yang berada di sekitar pertunjukan. Iringan gamelan dan tembang dalam pertunjukan wayang mampu membuat penonton menjadi lebih rileks dan terhibur.

Fungsi Pendidikan. Fungsi pendidikan dari pertunjukan Wayang Beber Pacitan adalah sebagai sarana mengajar dan mendidik seseorang. Cerita Wayang Beber Pacitan ini juga bisa dimanfaatkan sebagai alternatif bahan atau materi ajar maupun bahan apresiasi terhadap kebudayaan Indonesia yang tepat.

Catatan Penutup

Wayang merupakan kategori dari seni pertunjukan yang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Wayang merupakan salah satu tradisi, kesenian, dan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Jawa. 

Wayang Beber merupakan salah satu seni tradisi nusantara peninggalan jaman Majapahit yang merupakan salah satu warisan budaya bangsa dan memiliki nilai-nilai kearifan lokal sehingga perlu dilestarikan keberadaannya. Apalagi ketika UNESCO menetapkan wayang sebagai warisan budaya dunia yang tinggi nilainya, sehingga upaya pelestarian kesenian Wayang Beber merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya bersama masyarakat dunia dalam melestarikan kesenian wayang. 

Di zaman yang modern ini, kesenian wayang mulai menurun peminatnya terutama kalangan anak muda, hal ini merupakan akibat dari kemajuan teknologi yang menghasilkan permainan baru. Meskipun demikian, masih ada orang tua yang mengajarkan anaknya untuk mengapresiasi kebudayaan serta kesenian yang ada di Indonesia, termasuk wayang salah satunya. Dan secara tidak langsung, tindakan inilah yang dibutuhkan untuk menjadikan kesenian wayang menjadi berkembang dan maju.

 

Daftar Pustaka

Kustopo. 2010. Mengenal Kesenian Nasional I Wayang. Semarang: PT Bengawan Ilmu.

Prihantono, Djati. 2013. Maneka Warna Wayang Jawa. Yogyakarta: Javalitera.

Suharyono, B. 2005. Wayang Beber Wonosari. Wonogiri: Bina Citra Pustaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun