Mohon tunggu...
Devi Aprilianty
Devi Aprilianty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Trilogi Jakarta - Manajemen dan Bisnis Humaniora

“Don't stop when you are tired. Stop when you are done!”

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menjamurnya "Pengiklan" Pada Serial Drama Korea: Menarik atau Mengganggu?

9 Juli 2022   14:24 Diperbarui: 9 Juli 2022   14:26 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika seseorang berbicara mengenai Korea Selatan, hal apa yang terlintas dalam benak masyarakat? pasti rata-rata menjawab K-pop, K-drama, K-fashion, K-beauty dan lain sebagainya. Hal ini biasa disebut dengan Korean Wave atau Hallyu. Korean Wave dapat diartikan sebagai sebuah istilah yang merujuk kepada sejumlah tren yang menyebar. Tren yang dimaksud di sini ialah budaya-budaya dari negara Korea Selatan. Korean Wave ini mencakup keseluruhan bagian dari budaya Korea yang menyebar secara global, termasuk negara kita, Indonesia.

Salah satu yang menjadi bagian dari Korean Wave atau Hallyu ialah K-drama atau drama korea. Sebut saja Goblin, Descendant of the sun, Business Proposal, Crash Landing on You, dan lain sebagainya. Drama-drama korea tersebut sukses merebut hati pencinta “Drakor”, Drakor merupakan sebutan masyarakat Indonesia untuk drama korea. Drama korea merupakan drama televisi yang berasal dari “Negeri Ginseng” atau Korea Selatan dalam format miniseri yang dibintangi aktor dan aktris berkelas. Drama korea menjadi salah satu program televisi yang selalu dinantikan penayangannya oleh penonton, bahkan perusahaan TV korea seperti Korean Broadcasting Sytem (KBS), Seoul Broadcasting System (SBS) dan Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) mengeluarkan biaya besar untuk memproduksi sebuah drama. Pada tahun 2012, biaya pembuatan drama korea dapat mencapai $ 60.000.000-, dan beberapa diantaranya dapat mencapai rating tinggi dan sukses diekspor ke luar negeri (Jongseok, 2012).

Fenomena drama korea yang sukses bahkan yang sudah diekspor ke berbagai negara ini, menjadi incaran para pemilik merk untuk menjalin kerjasama sponsorship dalam bentuk iklan penempatan produk atau product placement. Product placement merupakan salah satu bentuk pemasaran dimana berbagai brand ditampilkan dalam suatu produksi yang menargetkan audiens dengan jangkauan luas. Dalam penempatan produk, penonton akan melihat bahwasannya produk tersebut dirasa mewakili film atau drama yang sedang disaksikan. Hal ini juga dilakukan di dalam drama korea.  Menurut Viewer Rights Movement Center (YMCA), drama Korea yang ditayangkan di saluran televisi menggunakan setidaknya 18 PPL untuk mengiklankan produk dengan cara yang halus. Drama atau berbagai program akan menampilkan produk atau membuatnya aktif digunakan oleh karakter untuk menarik konsumen. Tak heran PPL atau Product Placement sering dijumpai di setiap episode drama Korea.

Sejak beberapa waktu belakangan, iklan dalam drama maupun variety show Korea memang menjadi perbincangan. Pasalnya, penempatan iklan ini menjadi pro dan kontra, karena tidak sedikit pemirsa yang merasa terganggu dengan adanya iklan produk di tengah-tengah scene. Sedangkan penonton lainnya merasa tidak masalah dengan hal tersebut. Sebagai contoh PPL yang tidak wajar oleh penonton, salah satu karakter di drama KBS "Matrimonial Chaos" tiba-tiba melepas jaket selama percakapan. Sedangkan dalam drama SBS "I Am the Mother Too", salah satu karakternya mengubah pekerjaan dari menjalankan agen kosmetik ke bisnis restoran barbekyu. Penempatan produk yang salah tersebut membuat penonton beranggapan bahwa iklan tersebut sangat menganggu dan tidak “Nyambung” dengan alur cerita yang di tampilkan sehingga, brand image yang dibangun oleh brand tersebut akan menjadi berkurang nilainya di mata penonton dan tujuan “pengiklan” menampilkan produknya tersebut dirasa kurang berhasil menarik konsumen.

Namun, disisi lain terdapat juga PPL lain dalam drama korea yang berhasil menarik konsumen, misalnya, produk sepatu putih model slip on yang dipakai oleh tokoh utama drama korea Squid Game yakni Lee Jung Jae. Seperti diberitakan sebuah media ekonomi online, sejak pemutaran Squid Game pada 17 September 2021, penjualan sepatu yang dipakai tokoh utama (Lee Jung Jae) meningkat hingga 7.800 persen. Bayangkan, semua itu hanya dalam jangka waktu 1 bulan pemutaran. Tidak hanya itu, pencarian dengan kata kunci white slip-ons meningkat 97 persen. Hal ini membuktikan bahwa penempatan iklan produk atau product placement yang tepat akan menarik minat konsumen dan akan berdampak pada peningkatan penjualan produk tersebut.

Meskipun PPL yang muncul di dalam drama korea banyak menimbulkan pro dan kontra namun, PPL tidak akan dihapus mengingat itu adalah salah satu sumber pendapatan drama. Menarik atau tidaknya sebuah PPL tergantung pada penempatan iklan tersebut oleh para pemilik brand, jika penempatan PPL yang dilakukan sesuai dengan alur cerita yang sedang digambarkan, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap persepsi positif penonton terhadap iklan yang muncul dalam drama tersebut. Sebaliknya, jika penempatan PPL dalam drama korea yang salah dan tidak sesuai, maka akan menimbulkan persepsi negatif oleh penonton sehingga akan mempengaruhi brand image yang terbentuk sebelumnya dari brand tersebut

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun