Mohon tunggu...
Devian Pratama
Devian Pratama Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pendekatan Penanganan Terorisme dari Masa ke Masa

1 Desember 2015   14:54 Diperbarui: 1 Desember 2015   14:54 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemunculan gerakan kelompok berpaham kekerasan dan terorisme bukan baru-baru ini. Meski aksi teror dan tindak yang meresahkan masyarakat, akhir-akhir makin menyeruak. Seperti kasus atau peristiwa yang terjadi di Paris beberapa waktu lalu dimana telah menimbulkan ratusan korban jiwa dan luka-luka.

Ya, kelompok radikal terorisme sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Kemunculannya sudah ada bahkan sejak awal kemerdekaan hingga masa reformasi. Tentunya dalam bentuk, motif dan gerakan yang berbeda-beda. Pun dengan strategi penanggulangan yang berlainan pula.

Kalau kita coba mengkaji arah kebijakan dan strategi penanggulangan terorisme di masa orde baru, pendekatan keamanan yang dilakukan adalah melalui mekanisme atau operasi militer dengan basis Undang-Undang Subversif.

Bagaimana pendekatan keamanan terorisme di era orde baru? Pada prinsipnya hampir sama dengan orde sebelumnya, yaitu mendasarkan pada UU Subversif. Hanya saja, dengan penekanan lebih pada operasi intelijen.

Nah, seiring perkembangan zaman, kini pada era reformasi, te rjadi penyesuaian pendekatan karena faktor demokratisasi, kebebasan dan perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) di berbagai sektor. Unsur-unsur ini telah turut mempengaruhi kebijakan dan strategi penanggulangan terorisme yang lebih mengedepankan aspek penegakan hukum.

Sebagai contoh, misalnya terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme setelah tragedi Bom Bali I Tahun 2002 di Legian Bali.

Dalam Undang U No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disebutkan “ Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan situasi teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-oyek vital strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.”

Kemudian, pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 2010 pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2010 tentang pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang pada tahun 2012 diubah dengan Perpres No. 12 Tahun 2012.

Pembentukan BNPT merupakan kebijakan negara dalam melakukan penanganan terorisme di Indonesia sebagai pengembangan dari Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) yang dibuat pada tahun 2002.

Nah, dalam kebijakan nasional, BNPT merupakan leading sector yang berwenang untuk menyusun dan membuat kebijakan dan strategi serta menjadi koordinator dalam bidang penanggulangan terorisme. BNPT dipimpin oleh seorang kepala yang mempunyai tiga kebijakan bidang pencegahan perlindungan dan deradikalisasi, bidang penindakan dan pembinaan kemampuan dan bidang kerjasama internasional.

Dalam menjalankan kebijakan dan strateginya, BNPT menjalankan pendekatan holistik dari hulu ke hilir. Penyelesaian terorisme tidak hanya selesai dengan penegakan dan penindakan hukum (hard power) tetapi yang paling penting menyentuh hulu persoalan dengan upaya pencegahan (soft power).

Dalam bidang pencegahan, BNPT menggunakan dua strategi. Pertama, kontra radikalisasi yakni upaya penanaman nilai-nilai ke-Indonesiaan serta nilai-nilai non-kekerasan. Dalam prosesnya strategi ini dilakukan melalui pendidikan baik formal maupun non formal.

Kontra radikalisasi diarahkan masyarakat umum melalui kerjasama dengan tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda dan stakehorlder lain dalam memberikan nilai-nilai kebangsaan.

Strategi kedua adalah deradikalisasi. Bidang deradikalisasi ditujukan pada kelompok simpatisan, pendukung, inti dan militan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar lapas. Tujuan dari deradikalisasi agar kelompok inti, militan simpatisan dan pendukung meninggalkan cara-cara kekerasan dan teror dalam memperjuangkan misinya serta memoderasi paham-paham radikal mereka sejalan dengan semangat kelompok Islam moderat dan cocok dengan misi-misi kebangsaan yang memperkuat NKRI.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun