Mohon tunggu...
Deviani Maratus Sholeha
Deviani Maratus Sholeha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Deviani

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Putusan Hakim terhadap Pelaksanaan Pemilu

6 April 2023   20:03 Diperbarui: 6 April 2023   20:06 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Dalam negara demokrasi, pemilihan umum adalah suatu proses menghimpun kehendak rakyat untuk memilih calon yang nantinya akan mencalonkannya, yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. . Sebelum pemilu serentak pada 14 Februari 2024, KPU memutuskan beberapa partai yang nantinya akan ikut pemilu.

Pertama, KPU menetapkan 17 partai sebagai peserta pemilu yang lolos verifikasi administratif dan faktual. Tapi kemudian sampai tanggal 18 yaitu partai lokal Aceh. Selain itu, ada beberapa partai yang gagal dalam pemeriksaan administrasi, seperti partai Prima, dan ada juga partai berkarya yang akhir-akhir ini menarik perhatian masyarakat Indonesia karena gugatannya kepada KPU.

Partai prima dan partai berkarya menggugat KPU karena menurut kedua pihak tersebut KPU melakukan perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu "setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain, mewajibkan orang karena salahnua menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut".

Perbuatan dapat dikatan melawan hukum apabila ada unsur kesalahan baik karena disengaja maupun tidak disengaja.

Selain itu juga terdapat kerugian yg dialami orang lain jika melakukan perbuatan melawan hukum. Kerugian disini dibagi menjadi 2 yaitu kerugian materil (kerugian yg nyata dirasakan) dan immateril (kerugian atas manfaat atau keuntungan yang mungkin diterima di kemudian hari). Kerugian yang dialami partai prima yaitu Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam proses verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.

KPU menyatakan bahwa Partai Prima dan Partai berkarya tidak lolos ke tahap selanjutnya karena ada kesalahan kecil di dalam dokumen tersebut. Namun partai prima menyatakan bahwa dokumen administrasinya sudah memenuhi syarat. Partai ini menyebut bahwa tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotaannya dinyatakan TMS (Tidak Memenuhi Syarat) di 22 provinsi. Dengan begitu dalam gugatan nomor perkara 757/Pdt G/2022/PN Jkt Pst, KPU diminta membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat (partai prima).

Selain itu partai berkarya juga mengalami hal yang sama seperti partai prima sehingga partai berkarya juga menggugat KPU sesuai dengan Nomor perkaranya yaitu nomor 219/Pdt G/2023/PN Jkt Pst, Menuntut KPU membayar kerugian materiil dan imateriil kepada penggugat dengan rincian kerugian materiil Rp 215 miliar dan kerugian imateriil Rp 25 miliar.

Namun menurut penulis hal yang paling kontroversi disini ialah putusan hakim PN jakarta pusat dalam gugatan nomor 757/Pdt G/2022/PN Jkt Pst, yaitu penundaan pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari. Putusan ini menyalahi konstitusi negara indonesia yang mana dalam pasal 22E UUD Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa pemilu dilakukan setiap 5 tahun sekali.

Selain itu juga Pengadilan tidak berhak untuk menunda pemilu,karena itu bukan wewenang dari pengadilan itu sendiri,sebab permasalahan gugatan mengenai perbuatan melawan hukum di bidang tindakan pemerintahan merupakan kewenangan PTUN.

Penundaan pemilu hanya dapat dilakukan apabila terjadi bencana alam disuatu wilayah, terjadi kerusuhan ataupun gangguan keamanan sesuai pasal 431 ayat 1 dan 2. Serta setiap permasalahan,pelanggaran atau sangketa yang berkaitan dengan pemilu harus ditangani secara khusus. Oleh karenanya, dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sudah sangat jelas bahwa seluruh sengketa ataupun pelanggaran penyelenggaraan pemilu diatur secara khusus, baik lembaga yang berwenang, proses dan kedudukan putusan dari lembaga yang berwenang.

Sengketa antar KPU dan Bawaslu itu bisa diselesaikan di DKPP, ini masalah pengawasan atau putusan dan kepatuhan atas putusan lembaga yang berwenang. Dengan adanya putusan sangketa pemilu yang dilakukan oleh PN Jkt pst atas gugatan partai prima,maka KPU sebagai tergugat akan melakukan upaya banding terhadap putusan PN jakarta pusat. Serta KPU juga siap dalam menghadapi gugatan dari partai berkarya.

Penulis: Deviani Mar'atus Sholeha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun