Mohon tunggu...
Devi Anggraini
Devi Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi semester 5 prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Book Dasar-dasar Hukum Asuransi

7 Maret 2023   10:43 Diperbarui: 7 Maret 2023   10:55 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

 REVIEW BOOK

Judul : Dasar-Dasar Hukum Asuransi

Penulis : Mulhadi, S.H., M.Hum.

Penerbit : PT Raja Grafindo Persada

Terbit : 2017

Cetakan : Ke-1, Mei 2017

Pereviewer : Devi Anggraini (202111023)

Buku tulisan Mulhadi ini yang berjudul "Dasar-Dasar Hukum Asuransi" mendiskripsikan secara lengkap dan rinci tentang hukum yang mengatur mengenai Dasar-Dasar Hukum Asuransi mulai dari sejarah dan perkembangan asuransi; sifat, tujuan, fungsi dan manfaat asuransi; perjanjian dan polis asuransi; objek asuransi; prinsip-prinsip dasar perjanjian asuransi; jenis-jenis asuransi, usaha dan perusahaan perasuransian; syarat pendirian perusahaan perasuransian; penggabungan, peleburan, pembubaran, likuidasi, dan kepailitan perusahaan perasuransian,; perlindungan hukum pemegang polis; pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha perasuransian; serta berbagai jenis asuransi.

 Untuk memudahkan bagi pembaca, secara sistematis penulis membagi kajian buku Dasar-Dasar Hukum Asuransi tersebut menjadi 17 (tujuh belas ) Bab (Hlm: 337). Terlihat memang sangat padat, tetapi hal itu dimaksudkan oleh penulisnya agar dapat memberikan informasi yang lengkap dan terperinci, serta berkaitan dengan Dasar-Dasar Hukum Asuransi yang berlaku saat ini.

 BAB 1: Sejarah dan Perkembangan Asuransi

Asuransi berasal dari kata verzekering yang berarti pertanggungan. Istilah asuransi berasal dari istilah assurantie (Belanda) atau assurance (Inggris) yang cenderung digunakan untuk mengidentifikasi jenis asuransi jiwa, dan istilah insurance digunakan untuk jenis asuransi kerugian (umum) hal tersebut lebih banyak dikenal dan digunakan oleh kalangan pelaku usaha (bisnis). Asuransi dapat didefinisikan sebagai transfer yang wajar (adil) atas resiko kerugian, dari satu entitas ke entitas lain. Dengan kata lain asuransi itu ialah suatu sistem yang diciptakan untuk melindungi orang, kelompok, atau aktivitas usaha terhadap resiko kerugian finansial dengan cara membagi atau menyebarkan resiko melalui pembayaran sejumlah premi. Definisi asuransi juga diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dimana pada Pasal 1 butir (1) menyatakan bahwa:

"asuransi adalah perjanjian antara dua belah pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

Memberikan pergantian pada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/ atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Indonesia sebagai negara berkembang dengan perkembangan hukum dan ekonomi yang termasuk pesat telah memiliki banyak peraturan yang berkaitan dengan asuransi. Hal ini dapat dilihat pada Kodifikasi KUHPerdata pada buku III tentang perikatan Bab I (perikatan pada umumnya), Bab II mengenai perikatan yang lahir dari perjanjian atau kontrak, Bab III tentang perikatan yang lahir karena UU, Bab IV tantang hapusnya perikatan, dan Bab XV (perjanjian Untung-untungan). Selain itu, dapat dilihat juga pada kodifikasi KUHD, dan Undang-undang asuransi yakni pada UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan UU No. 40 Tahun 2014 tantang Perasuransian, serta pada UU Asuransi Sosial.

Munculnya perusahaan asuransi modern saat ini tidak bisa lepas dari perkembangan atau sejarah mengenai perasuransian di masa dahulu. Pertama, Perasuransian pertama kali dipraktikkan di Babylonia yang berdasar pada kebiasaan masyarakat Babylonia pada 4000-3000 sebelum masehi yang hidup di daerah lembah sungai Euprhrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah Irak). Dimana orang Babylonia mempraktikkan perjanjian bisnis kemersial yang menggunakan uang sebagai transaksi, yang mana orang meminjamkan uang kepada pedagang dan mengambil beberapa persen untuk pembayaran premi atau bunga. Tansaksi ini yang sekarang dikenal dengan bottomry atau asuransi kredit. Kedua, asuransi dipraktikkan pada zaman kerajaan Yunani di bawah pemerintahan Raja Iskandar Agung, yang mana perjanjian pada masa Yunani mirip dengan asuransi kerugian. Ketiga, zaman Romawi yang berkaitan dengan kematian muncul pada awal abab ke-13 yang mana sebagian besar kapten kapal dan pedagang mengasuransikan hidupnya lantaran lamanya pelayaran yang mana hal ini berlangsung sampai pada zaman Romawi Kuno. Keempat, Inggis. Kelima, pada abad ke-13 Masehi di negara-negara Eropa seperti Denmark, Jerman, dan Inggris berkembang sebuah perjanjian yang serupa dengan perjanjian asuransi penganggkutan laut yang disebut dengan bodemerji. 

Masuknya asuransi ke Indonesia diawali dengan berdirinya sebuah perusahaan asuransi Belanda, De Nederlanden van 1845. Nederlandsch Indische Leven Verzekering En Liefrente Maatschappij (NLIMIY) adalah perusahaan asuransi yang didirikan oleh Belanda di Indonesia yang di ambil alih Indonesia dan berubah nama jadi PT Asuransi Jiwasraya. Pada 1853 terdapat asuransi kerugian dengan nama Bataviasche Zee End Brand Asurantie Maatschappij. Pada 1912 didirikan Asuransi Jiwa Boemi Poetra 1912. Pada 1973 perusahaan negera asuransi Bendasraya digabungkan dengan PT umum Internasional Underwriter menjadi PT Asuransi Jasindo. 1995 diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Takaful Umum. 

BAB 2: sifat, tujuan, fungsi dan manfaat asuransi

Pada dasarnya asuransi dipandang dalam hubungan tertanggung dan penanggung, yaitu asuransi merupakan sarana peralihan resiko. Demikian Gunanto membagi resiko berdasarkan sifatnya, yaitu; pertama, Resiko Murni yaitu ketidakpastian akan terjadinya suatu peristiwa atas suatu objek yang apabila terjadi akan selalu menimbulkan kerugian atau kerusakan. Kedua, Resiko Spekulatif yaitu ketidakpastian akan terjadinya suatu peristiwa atas suatu objek yang apabila terjadi dapat menimbulkan kerugian tetapi pihak lain dapat menghasilkan keuntungan. Ketiga, Resiko Langsung ialah resiko fisik yang berupa kerusakan atau hilangnya benda yang bersangkutan. Keempat, Resiko Tidak Langsung adalah kerugian yang terjadi bersamaan dengan timbulnya kerugian lain akibat terjadinya suatu peristiwa. Kelima, Resiko Tanggung Gugat ialah resiko tidak langsung yang harus ditanggung oleh perusahaan karena menimbulkan kerugian pada pihak lain walaupun tanpa suatu pelanggaran hukum. Keenam, Resiko Yang Timbul Dari Tindakan Yang Lain ialah resiko atas suatu peristiwa yang timbul karena terjadinya peristiwa lain.

Asuransi memiliki tujuan utama yakni mengalihkan resiko (tertanggung) yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diharapkan terjadi kepada orang lain (penanggung). Disamping itu, awal lahirnya asuransi memiliki tujuan untuk mengelola, mengalihkan, atau membagi resiko. Namun, tujuan tersebut terpecah menjadi tujuan yang bersifat sosial yang meliputi kesejahteraan anggota dan keamanan sosial. Serta tujuan yang bersfat ekonomis yang mencakup pengalihan resiko itu sendiri, kebutuhan akan ganti kerugian (uang asuransi) dan premi. Sementara itu, fungsi dari asuransi ialah suatu upaya untuk menanggulangi ketidakpastian terhadap kerugian khusus untuk kerugian-kerugian murni dan bukan kergian yang bersifat spekulatif. Selaras dengan keilmuan ini manfaat asuransi juga dapat dirasakan sebagai adanya rasa aman dan perlindugan, pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil, polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit, merupakan suatu tabungan dan sumber pendapatan, dan asuransi merupakan suatu alat penyebaran resiko, serta membantu meningkatkan kegiatan usaha.

BAB 3: Perjanjian dan Polis Asuransi

Berdasarkan pasal-pasal dalam KUHPerdata dan KUHD, terdapat 6 enam (enam) syarat sahnya perjanjian asuransi, yaitu: kecakapan (berwenang), kesepakatan, objek tertentu, sebeb yang halal, ada kepentingan yang dapat di asuransikan, dan pemberitahuan. Di samping itu, terjadinya perjanjian asuransi didahului oleh serangkaian pada perbuatan penawaran dan penerimaan yang dilakukan oleh tertanggung dan penanggung secara timbal balik. Serangkaian ini tidak diatur secara spesifik dalam UU Perasuransian, namun hanya dengan pernyaataan "persetujuan kehendak" sebagai salah satu unsur sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata. 

Polis asuransi adalah polis atau perjanjian asuransi maupun dengan nama apa pun serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, termasuk tanda bukti kepesertaan asuransi bagi pertanggungan kumpulan, antara pihak penanggung dan pihak pemegang polis atau tertanggung. 

BAB 4: Objek Asuransi

Merujuk pada ketentuan pasal 268 KUHD, yang mana telah disebutkan bahwa hal-hal yang dapat menjadi objek asuransi ialah semua kepentingan yang dapat dinilai dengan uang (op geld waardeerbaar) dapat takluk pada macam-macam bahaya (aan gevaar on derhevig) dan tidak dikecualikan oleh UU. Menurut Wirjono Prodjodikoro mengyatakan bahwasannya objek perjanjian pada umumnya selalu berkaitan dengan kekayaan harta benda seseorang. Dalam asuransi terbagi menjadi 4 (empat) jenis objek asuransi, yaitu: benda asuransi, premi asuransi, peristiwa, dan uang asuransi.

BAB 5: Prinsip-Prinsip Dasar Perjanjian Asuransi 

Dalam prinsip dasar perjanjian asuransi terbagi menjadi 6 (enam) prinsip, diantaranya yaitu: pertama, prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan, hukum asuransi menentukan bahwa apabila seseorang menutup perjanjian asuransi, yang bersangkutan harus memiliki kepentingan terhadap objek yang diasuransikannya. Pada prinsip ini lebih dikenal sebagai prinsip insurable interest yang diatur dalam pasal 250 KUHD. Dari pasal ini jelas bahwa kepentingan merupakan syarat mutlak untuk dapat diadakan perjanjian asuransi. Bila hal itu tidak terpenuhi maka penanggung tidak diwajibkan untuk memberikan ganti kerugian. Kedua, prinsip iktikad baik yang sempurna (asas kejujuran sebaik-baiknya), prinsip ini menghendaki agar para pihak berperilaku jujur sejujur-jujurnya dengan cara mengungkapkan segala fakta materiil mengenai dengan objek asuransi di satu pihak dan produk asuransi di pihak lain. Ketiga, prinsip ganti kerugian, hakikatnya besarnya ganti kerugian yang diterima tertanggung harus seimbang dengan kerugian yang di deritanya. Keempat, prinsip suborgasi, tercantum pada pasal 1400 KUHPerdata bahwasannya suborgasi ini merupakan perpindahan kreditor kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditor yang dapat terjadi karena persetujuan atau karena UU. Kelima, prinsip kontribusi, yang berarti apabila perusahaan asuransi telah membayar ganti rugi yang menjadi hak tertanggung maka perusahaan berhak menuntut perusahaan asuransi lain yang terlibat dalam objek tersebut untuk membayar bagian kerugian sesuai dengan prinsip kontribusi. Keenam, prinsip sebab-akibat yakni bahwa suatu penyebab aktif dan efisien dalam menimbulkan serangkaian peristiwa dan menyebabkan suatu akibat tanpa adanya intervensi dari suatu kekuatan yang berawal dan secara aktif bekerja dari sumber baru serta berdiri sendiri.

BAB 6: Jenis-Jenis Asuransi, Usaha dan Perusahaan Perasuransian

Jenis asuransi sendiri dapat ditinjau berdasarkan hal-hal tertentu, yaitu: pertama, ditinjau secara yuridis, asuransi terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu asuransi kerugian yang mengenai prestasi penanggung, asuransi jumlah tang mengenai kesehatan dan keselamatan seseorang yang tidak dapat dinilai dengan uang, dengfan begitu dapat dikatakan sebagai campuran antara kedua golongan asuransi tersebut. Kedua, berdasarkan kriteria ada tidaknya kehendak bebas para pihak, dapat dibedakan atas 2 jenis asuransi yaitu asuransi sukarela yang mana suatu perjanjian asuransi terjadi lantaran kehendak bebas dari pihak-pihak yang mengadakannya. Dan asuransi wajib dimana asuransi ini diperuntukkannya disebabkan ataupun diharuskan oleh suatu ketentuan UU bukan atas kehendak bebas dari pihak-pihak yang bersangkutan. Ketiga, berdasarkan tujuannya dapat dibedakan atas asuransi komersial (asuransi sebagai suatu bisnis yang tujuannya untuk memperoleh keuntungan) dan asuransi soaial yang diselenggarakan tidak untuk memperoleh keuntungan melainkan untuk memberikan jaminan sosial kepada masyarakat. Keempat, berdasarkan sifat dari penanggung terbagi menjadi asuransi premi dan asuransi saling menanggung.

Dalam jenis usaha perasuransian dibagi atas usaha asuransi sosial dan usaha asuransi komersial. Pada bab II UU Perasuransian muali pasal 2-5 secara garis besar diatur mengenai ruang lingkup usaha perasuransian diantaranya meliputi pada perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi umum syariah, perusahaan asuransi jiwa syariah, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi.

BAB 7: Syarat Pendirian Perusahaan Perasuransian

Berikut persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan perasuransian dalam rangka melaksanakan kegiatan usahanya, yaitu: pertama, Anggaran dasar dinyatakan bahwa maksud dan tujuan didirikan perusahaan hanya untuk menjalankan salah satu jenis usaha perasuransian dan perusahaan tidak boleh memberikan pinjaman kepada pemegang saham; Kedua, permodalan yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan UU dan dapat dilihat paada Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2008 serta PP No.81/2008 khususnya pasal 6, 6A, 6B, 6C, 6D, 6E, 6F, dan 6G; Ketiga, susunan organisasi perusahaan yang meliputi bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yaitu pada fungsi pengelolaan resiko, keuangan, dan pelayanan. Bagi perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi yaitu pada fungsi keuangan dan pelayanan. Selanjutnya bagi perusahaan agen asuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, dan perusahaan konsultan aktuaria yaitu pada fungsi teknis sesuai dengan bidang jasa yang diselenggarakannya; keempat, memperkerjakan tenaga ahli sesuai dengan bidang usahanya dalam jumlah yang cukup untuk mengelola kegiatan usahanya; kelima, untuk perusahaan asuransiharus memiliki komisaris independen yang tugas pokoknya untuk menyuarakan kepentingan pemegang polis, bukan merupakan afiliasi dari pemegang saham, direksi, atau komisaris, menjabat sebagai komisaris yang independen paling banyak pada dua perusahaan asuransi; Keenam, untuk perusahaan asuransi dan resasuransi syraiah harus menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah dan memiliki Dewan Pengawas Syariah; Ketujuh, melaksanakan pengelolaan perusahaan perasuransian berlandaskan pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

BAB 8: Penggabungan, Peleburan, Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Perasuransian

Ketentuan dan persyaratan yang diberlakukan dalam rangka penggabungan dan peleburan perusahaan perasuransian sama persis dengan yang ada pada perubahan kepemilikan perusahaan perasuransian. Hal ini hanya dapat dilakukan antar perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi yang bidang usahanya sejenis. Selanjutnya, pembubaran dan likuidasi perusahaan asuransi dapat terjadi atas sebab bubarnya perusahaan asuransi yaitu perusahaan perasuransian menghentikan kegiatan usahanya dan mencabut izin usahanya. Dapat juga mengenai sebab yang dilakukan atas kesadaran sendiri dan bisa juga karena dipaksa atau atas kehendak pemerintah yaitu OJK. Sementara itu, kepailitan perusahaan perasuransian, yang mana kewenangan mentri keuangan untuk memuhonkan pailit terhadap perusahaan perasuransian telah hilang dan secara mutlak menjadi kewenangan OJK sejak diberlakukannya UU No. 21 Taahun 2011 Tentang OJK pada 22 November 2011.

BAB 9: Perlindungan Hukum Pemegang Polis

Dalam UU Perasuransian pada UU No. 40 Tahun 2014 mengatur satu bab khusus yang berkaitan dengan prlindungan hukum bagi pemegang polis, tertanggung, ataupun dari peserta asuransi. Bab khusus ini adalah bab 11 yang terdiri dari pasal 53 (progam penjaminan polis) dan pasal 54 (lembaga mediasi). Lembaga kepailitan pada prinsipnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak, bila debitur dalam keadaan tidak mampu membayar lunas utang-utangnya. Lembaga kepailitan mempunyai fungsi sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditor bahwa debitor tidak akan berbuat curang dan sebagai lembaga yang memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi masal oleh kreditornya.

BAB 10: Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan Usaha Perasuransian

Dalam UU No.40 tahun 2014 tentang perasuransian mengatur satu bab khusus (Bab 13) tentang pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha Perasuransian yakni pada pasal 57-67. Pengaturan dan pengawasan usaha perasuransian dilakukan atau dilaksanakan oleh OJK yang menyangkut aspek tata kelola, perilaku usaha, dan kesehatan keuangan. Tugas pengaturan umum yang diemban oleh OJK tercantum pada pasal 8 UU OJK. Sementara tugas OJK juga diatur dalam pasal 60 UU Perasuransian yang menyatakan bahwa dalam rakngka pelaksanaan fungsi pengaturan sebagaimana di maksud dalam pasal 57 ayat (1) UU Perasuransian Baru, OJK menetapkan peraturan UU di bidang Perasuransian.

BAB 11: Asuransi Rangkap

Asuransi rangkap adalah suatu keadaan dimana tertanggung menutup asuransi pada resiko dan kepentingan yang sama. Asuransi rangkap merupakan sebuah tipe asuransi dimana objek yang sama diasuransikan lebih dari sekali. Metode asuransi rangkap ini dianggap sebagai tindakan hukum yang sah. Saat terjadi kerugian, tertanggung dapat mengajukan klaim asuransi dan penanggung dapat diminta bertanggung jawab untuk membayar atas polis yang sah. Terdapat asuransi rangkap yang dilarang berdasarkan pasal 252 dan pasal 277 (1) KUHD yang mana pada pasal 252 dapat disimpulkan bahwa bila suatu benda sudah diasuransikan dengan nilai penuh, maka tidak boleh lagi diasuransikan untuk waktu dan atas evenment yang sama. Bilamana masih diadakan lagi asuransi kedua maka asuransi kedua ini batal. Sementara itu,Asuransi rangkap yang diperbolehkan yaitu telah tercantum pada ketentuan pasal 277 (2) KUHD, pasal 278, dan pasal 279 KUHD. Asuransi rangkap diperbolehkan bila beberapa polis yang ditutup oleh seorang tertanggung atas objek dan evenment yang sama, dan masing-masing polis tidak bernilai penuh. Pelarangan dalam asuransi rangkap yang bernilai penuh bertujuan untuk mencegah terjadinya tertanggung memperoleh ganti kerugian melebihi nilai yang sesungguhnya yang menyebabkan atas menyimpangnya dari asas keseimbangan. 

BAB 12: Reasuransi

Dalam pasal 271 KUHD yang menyatakan bahwa si penanggung selamanya berkuasa untuk sekali lagi mempertanggungkan apa yang telah di tanggung olehnya. Ketentuan yang terkandung dalam pasal ini memberi legitimasi hukum bagi para penanggung untuk kembali mempertanggungkan objek asuransi yang sudah ditanggungnya pada pihak lain yang bersedia mengambil alih resiko yang semula hanya menjadi kewajibannya. Secara umum reasuransi berfungsi untuk memberi kemungkinan pada penanggung untuk membebaskan diri dari sebagian resiko yang melebihi kapasitas atau resiko yang mana demi suatu alasan tertentu atau lainnya, dan mereka tidak berharap untuk menanggungnya sendiri. umumnya terdapat tiga pihak yang terikat pada perjanjian reasuransi diantaranya yaitu ceding company (penanggung pertama), penanggung ulang (perusahaan reasuransi), dan pialang (broker). Menurut berbagai sumber, terdapat metode dalam melakukan kerjasama reasuransi diantaranya yaitu dengan metode reasuransi secara fakultatif, kontrak, dan metode reasuransi pool dan fakultatif obligatory. Sementara itu, tipe kontrak reasuransi yang lazim digunakan dalam melakukan kegiatan kerja sama reasuransi meliputi konrak proporsional dan kontrak non proporsional. Sebagaimana lazimnya sebuah kontrak perjanjian, reasuransi juga menyebutkan segala persyaratan dan ketentuan yang disepakati bersama antara pihak pemberi sesi dan penanggung ulang. Persyaratan tersebut meliputi komisi reasuransi, komisi keuntungan, dan klausul MPL.

BAB 13: Asuransi Kebakaran

Yaitu asuransi atau pertanggungan yang menjamin kerugian atau kerusakan atas harta benda yang disebabkan oleh kebakaran lantaran sembaran petir ataupun kecelakaan lain. Benda objek asuransi kebakaran berupa benda tetap seperti bangunan, rumah, pabrik, atau gedung. Maupun pada benda bergerak seperti kendaraan bermotor, kapal, serta benda bergerak lainnya. Sementara untuk mengenai bahaya biasanya menjadi syarat dalam perjanjian asuransi kebakaran yang ditanggung oleh penanggung semuanya telah diatur dalam pasal 290-291 KUHD. Biasanya resiko yang dijamin oleh penanggung ialah kebakaran yang dikarenakan kurang kehati-hatian dan akibat dari hantaran panas yang menyebabkan menjalarnya api dikernakan sifat barang tersebut; terdapat petir yang menyebabkan kerusakan; adanya ledakan yang berasal dari harta benda yang dipertanggungkan pada polis; kejatuhan pesawat terbang yang dijamin dalam polis; asap yang berasal dari harta benda yang dipertanggungkan oleh polis. Demikian jenis asuransi kebakaran dapat di bedakan antara polis kebakaran industry dan polis kebakaran non industry. 

BAB 14: Asuransi Jiwa

Ialah sejenis perjanjian asuransi yang mempertanggungjawabkan jiwa seseorang yang berkepentingan baik jangka waktu tententu maupun untuk sepanjang hidupnya. Berdasarkan praktik perasuransian selama ini terdapat 3 jenis asuransi jiwa yang dikenal oleh masyarakat diantaranya asuransi jiwa berjangka, asuransi jiwa seumur hidup, dan asuransi jiwa dwiguna. Pada dasarnya asuransi jiwa secara terbuka menawarkan suatu proteksi atau perlindungan dan harapan pada masa yang akan datang, fungsing dari asuransi jiwa ialah melindungi keluarga dari kehilangan penghasilan jika pencari nafkah utama telah meninggal, melindungi keluarga dari beban utang, melindungi sejumlah warisan yang berharga untuk anak turunnya, sebagai final expenses (biaya kematian), dan menjadi sedekah jariah untuk terakhir kalinya. 

BAB 15: Asuransi Sosial dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Asuransi sosial ialah asuransi yang menyediakan pertanggungan atau jaminan sosial bagi anggota masyarakat suatu negara dan pengelolanya dilakukan melalui BUMN. Terdapat berbagai jenis asuransi sosial diantaranya yaitu, asuransi sosial kecelakakan penumpang, asuransi sosial kecelakakan lalu lintas jalan, asuransi sosial PNS, asuransi sosial tenaga kerja, asuransi sosial ASABRI, dan asuransi sosial pemeliharaan kesehatan (askes). Menurut pasal 18 UU No.40/2004 tantang sistem jaminan sosial nasional dikenal 5 kerja program jaminan sosial diantaranya jaminan kesehatan, kecelakakan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Dalam pembentukan badan penyelenggaraan jaminan sosial bertujuan untuk mewujudkan terselanggarakannya pemberian jaminan sehingga kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta atau anggota keuarganya bisa terpenuhi.

BAB 16: Asuransi Unit Link

 Asuransi Non Tradisional atau biasa disebut asuransi modern adalah jenis unit link. Unit link ini adalah jenis asuransi yang menggabungkan antara asuransi jiwa dan investasi. Unit link adalah polis asuransi jiwa individu yang memberikan manfaat proteksi asuransi jiwa dan juga terdapat kesempatan untuk berpartisipasi secara langsung dalam pengelolaan investasi yang setiap saat niali poils bervariasi sesuai dengan nilai asset investasi tersebut. 

BAB 17: Asuransi Syariah

Konsep asuransi Islam pada dasarnya berasaskan pada konsep Takaful sehingga asuransi syariah sering disebut dengan asuransi takaful. Takaful sendiri memiliki arti menolong, memberi nafkah, dan mengambil alih perkara seseorang. Hal ini diatur dalam QS. Thoha (40) dan QS. An-Nisaa (84). Terdapat prinsip dasar asuransi syariah yang meliputi tauhid, keadilan, tolong-menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, larangan riba, larangan maisir, dan larangan gharar.

Buku ini baik dan layak dibaca serta dijadikan referensi oleh para mahasiswa, dosen, praktisi hukum, pemerhati pemikiran hukum di masyarakat luas yang ruang lingkupnya pada bidang hukum asuransi untuk menjadi salah satu buku rujukan dalam mempelajari dasar-dasar hukum asuransi. (Devi Anggraini)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun