Mohon tunggu...
Devi Anggraini
Devi Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi semester 5 prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Book Dasar-dasar Hukum Asuransi

7 Maret 2023   10:43 Diperbarui: 7 Maret 2023   10:55 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Ketentuan dan persyaratan yang diberlakukan dalam rangka penggabungan dan peleburan perusahaan perasuransian sama persis dengan yang ada pada perubahan kepemilikan perusahaan perasuransian. Hal ini hanya dapat dilakukan antar perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi yang bidang usahanya sejenis. Selanjutnya, pembubaran dan likuidasi perusahaan asuransi dapat terjadi atas sebab bubarnya perusahaan asuransi yaitu perusahaan perasuransian menghentikan kegiatan usahanya dan mencabut izin usahanya. Dapat juga mengenai sebab yang dilakukan atas kesadaran sendiri dan bisa juga karena dipaksa atau atas kehendak pemerintah yaitu OJK. Sementara itu, kepailitan perusahaan perasuransian, yang mana kewenangan mentri keuangan untuk memuhonkan pailit terhadap perusahaan perasuransian telah hilang dan secara mutlak menjadi kewenangan OJK sejak diberlakukannya UU No. 21 Taahun 2011 Tentang OJK pada 22 November 2011.

BAB 9: Perlindungan Hukum Pemegang Polis

Dalam UU Perasuransian pada UU No. 40 Tahun 2014 mengatur satu bab khusus yang berkaitan dengan prlindungan hukum bagi pemegang polis, tertanggung, ataupun dari peserta asuransi. Bab khusus ini adalah bab 11 yang terdiri dari pasal 53 (progam penjaminan polis) dan pasal 54 (lembaga mediasi). Lembaga kepailitan pada prinsipnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak, bila debitur dalam keadaan tidak mampu membayar lunas utang-utangnya. Lembaga kepailitan mempunyai fungsi sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditor bahwa debitor tidak akan berbuat curang dan sebagai lembaga yang memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi masal oleh kreditornya.

BAB 10: Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan Usaha Perasuransian

Dalam UU No.40 tahun 2014 tentang perasuransian mengatur satu bab khusus (Bab 13) tentang pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha Perasuransian yakni pada pasal 57-67. Pengaturan dan pengawasan usaha perasuransian dilakukan atau dilaksanakan oleh OJK yang menyangkut aspek tata kelola, perilaku usaha, dan kesehatan keuangan. Tugas pengaturan umum yang diemban oleh OJK tercantum pada pasal 8 UU OJK. Sementara tugas OJK juga diatur dalam pasal 60 UU Perasuransian yang menyatakan bahwa dalam rakngka pelaksanaan fungsi pengaturan sebagaimana di maksud dalam pasal 57 ayat (1) UU Perasuransian Baru, OJK menetapkan peraturan UU di bidang Perasuransian.

BAB 11: Asuransi Rangkap

Asuransi rangkap adalah suatu keadaan dimana tertanggung menutup asuransi pada resiko dan kepentingan yang sama. Asuransi rangkap merupakan sebuah tipe asuransi dimana objek yang sama diasuransikan lebih dari sekali. Metode asuransi rangkap ini dianggap sebagai tindakan hukum yang sah. Saat terjadi kerugian, tertanggung dapat mengajukan klaim asuransi dan penanggung dapat diminta bertanggung jawab untuk membayar atas polis yang sah. Terdapat asuransi rangkap yang dilarang berdasarkan pasal 252 dan pasal 277 (1) KUHD yang mana pada pasal 252 dapat disimpulkan bahwa bila suatu benda sudah diasuransikan dengan nilai penuh, maka tidak boleh lagi diasuransikan untuk waktu dan atas evenment yang sama. Bilamana masih diadakan lagi asuransi kedua maka asuransi kedua ini batal. Sementara itu,Asuransi rangkap yang diperbolehkan yaitu telah tercantum pada ketentuan pasal 277 (2) KUHD, pasal 278, dan pasal 279 KUHD. Asuransi rangkap diperbolehkan bila beberapa polis yang ditutup oleh seorang tertanggung atas objek dan evenment yang sama, dan masing-masing polis tidak bernilai penuh. Pelarangan dalam asuransi rangkap yang bernilai penuh bertujuan untuk mencegah terjadinya tertanggung memperoleh ganti kerugian melebihi nilai yang sesungguhnya yang menyebabkan atas menyimpangnya dari asas keseimbangan. 

BAB 12: Reasuransi

Dalam pasal 271 KUHD yang menyatakan bahwa si penanggung selamanya berkuasa untuk sekali lagi mempertanggungkan apa yang telah di tanggung olehnya. Ketentuan yang terkandung dalam pasal ini memberi legitimasi hukum bagi para penanggung untuk kembali mempertanggungkan objek asuransi yang sudah ditanggungnya pada pihak lain yang bersedia mengambil alih resiko yang semula hanya menjadi kewajibannya. Secara umum reasuransi berfungsi untuk memberi kemungkinan pada penanggung untuk membebaskan diri dari sebagian resiko yang melebihi kapasitas atau resiko yang mana demi suatu alasan tertentu atau lainnya, dan mereka tidak berharap untuk menanggungnya sendiri. umumnya terdapat tiga pihak yang terikat pada perjanjian reasuransi diantaranya yaitu ceding company (penanggung pertama), penanggung ulang (perusahaan reasuransi), dan pialang (broker). Menurut berbagai sumber, terdapat metode dalam melakukan kerjasama reasuransi diantaranya yaitu dengan metode reasuransi secara fakultatif, kontrak, dan metode reasuransi pool dan fakultatif obligatory. Sementara itu, tipe kontrak reasuransi yang lazim digunakan dalam melakukan kegiatan kerja sama reasuransi meliputi konrak proporsional dan kontrak non proporsional. Sebagaimana lazimnya sebuah kontrak perjanjian, reasuransi juga menyebutkan segala persyaratan dan ketentuan yang disepakati bersama antara pihak pemberi sesi dan penanggung ulang. Persyaratan tersebut meliputi komisi reasuransi, komisi keuntungan, dan klausul MPL.

BAB 13: Asuransi Kebakaran

Yaitu asuransi atau pertanggungan yang menjamin kerugian atau kerusakan atas harta benda yang disebabkan oleh kebakaran lantaran sembaran petir ataupun kecelakaan lain. Benda objek asuransi kebakaran berupa benda tetap seperti bangunan, rumah, pabrik, atau gedung. Maupun pada benda bergerak seperti kendaraan bermotor, kapal, serta benda bergerak lainnya. Sementara untuk mengenai bahaya biasanya menjadi syarat dalam perjanjian asuransi kebakaran yang ditanggung oleh penanggung semuanya telah diatur dalam pasal 290-291 KUHD. Biasanya resiko yang dijamin oleh penanggung ialah kebakaran yang dikarenakan kurang kehati-hatian dan akibat dari hantaran panas yang menyebabkan menjalarnya api dikernakan sifat barang tersebut; terdapat petir yang menyebabkan kerusakan; adanya ledakan yang berasal dari harta benda yang dipertanggungkan pada polis; kejatuhan pesawat terbang yang dijamin dalam polis; asap yang berasal dari harta benda yang dipertanggungkan oleh polis. Demikian jenis asuransi kebakaran dapat di bedakan antara polis kebakaran industry dan polis kebakaran non industry. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun