Polis asuransi adalah polis atau perjanjian asuransi maupun dengan nama apa pun serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, termasuk tanda bukti kepesertaan asuransi bagi pertanggungan kumpulan, antara pihak penanggung dan pihak pemegang polis atau tertanggung.Â
BAB 4: Objek Asuransi
Merujuk pada ketentuan pasal 268 KUHD, yang mana telah disebutkan bahwa hal-hal yang dapat menjadi objek asuransi ialah semua kepentingan yang dapat dinilai dengan uang (op geld waardeerbaar) dapat takluk pada macam-macam bahaya (aan gevaar on derhevig) dan tidak dikecualikan oleh UU. Menurut Wirjono Prodjodikoro mengyatakan bahwasannya objek perjanjian pada umumnya selalu berkaitan dengan kekayaan harta benda seseorang. Dalam asuransi terbagi menjadi 4 (empat) jenis objek asuransi, yaitu: benda asuransi, premi asuransi, peristiwa, dan uang asuransi.
BAB 5: Prinsip-Prinsip Dasar Perjanjian AsuransiÂ
Dalam prinsip dasar perjanjian asuransi terbagi menjadi 6 (enam) prinsip, diantaranya yaitu: pertama, prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan, hukum asuransi menentukan bahwa apabila seseorang menutup perjanjian asuransi, yang bersangkutan harus memiliki kepentingan terhadap objek yang diasuransikannya. Pada prinsip ini lebih dikenal sebagai prinsip insurable interest yang diatur dalam pasal 250 KUHD. Dari pasal ini jelas bahwa kepentingan merupakan syarat mutlak untuk dapat diadakan perjanjian asuransi. Bila hal itu tidak terpenuhi maka penanggung tidak diwajibkan untuk memberikan ganti kerugian. Kedua, prinsip iktikad baik yang sempurna (asas kejujuran sebaik-baiknya), prinsip ini menghendaki agar para pihak berperilaku jujur sejujur-jujurnya dengan cara mengungkapkan segala fakta materiil mengenai dengan objek asuransi di satu pihak dan produk asuransi di pihak lain. Ketiga, prinsip ganti kerugian, hakikatnya besarnya ganti kerugian yang diterima tertanggung harus seimbang dengan kerugian yang di deritanya. Keempat, prinsip suborgasi, tercantum pada pasal 1400 KUHPerdata bahwasannya suborgasi ini merupakan perpindahan kreditor kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditor yang dapat terjadi karena persetujuan atau karena UU. Kelima, prinsip kontribusi, yang berarti apabila perusahaan asuransi telah membayar ganti rugi yang menjadi hak tertanggung maka perusahaan berhak menuntut perusahaan asuransi lain yang terlibat dalam objek tersebut untuk membayar bagian kerugian sesuai dengan prinsip kontribusi. Keenam, prinsip sebab-akibat yakni bahwa suatu penyebab aktif dan efisien dalam menimbulkan serangkaian peristiwa dan menyebabkan suatu akibat tanpa adanya intervensi dari suatu kekuatan yang berawal dan secara aktif bekerja dari sumber baru serta berdiri sendiri.
BAB 6: Jenis-Jenis Asuransi, Usaha dan Perusahaan Perasuransian
Jenis asuransi sendiri dapat ditinjau berdasarkan hal-hal tertentu, yaitu: pertama, ditinjau secara yuridis, asuransi terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu asuransi kerugian yang mengenai prestasi penanggung, asuransi jumlah tang mengenai kesehatan dan keselamatan seseorang yang tidak dapat dinilai dengan uang, dengfan begitu dapat dikatakan sebagai campuran antara kedua golongan asuransi tersebut. Kedua, berdasarkan kriteria ada tidaknya kehendak bebas para pihak, dapat dibedakan atas 2 jenis asuransi yaitu asuransi sukarela yang mana suatu perjanjian asuransi terjadi lantaran kehendak bebas dari pihak-pihak yang mengadakannya. Dan asuransi wajib dimana asuransi ini diperuntukkannya disebabkan ataupun diharuskan oleh suatu ketentuan UU bukan atas kehendak bebas dari pihak-pihak yang bersangkutan. Ketiga, berdasarkan tujuannya dapat dibedakan atas asuransi komersial (asuransi sebagai suatu bisnis yang tujuannya untuk memperoleh keuntungan) dan asuransi soaial yang diselenggarakan tidak untuk memperoleh keuntungan melainkan untuk memberikan jaminan sosial kepada masyarakat. Keempat, berdasarkan sifat dari penanggung terbagi menjadi asuransi premi dan asuransi saling menanggung.
Dalam jenis usaha perasuransian dibagi atas usaha asuransi sosial dan usaha asuransi komersial. Pada bab II UU Perasuransian muali pasal 2-5 secara garis besar diatur mengenai ruang lingkup usaha perasuransian diantaranya meliputi pada perusahaan asuransi umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi umum syariah, perusahaan asuransi jiwa syariah, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi.
BAB 7: Syarat Pendirian Perusahaan Perasuransian
Berikut persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan perasuransian dalam rangka melaksanakan kegiatan usahanya, yaitu: pertama, Anggaran dasar dinyatakan bahwa maksud dan tujuan didirikan perusahaan hanya untuk menjalankan salah satu jenis usaha perasuransian dan perusahaan tidak boleh memberikan pinjaman kepada pemegang saham; Kedua, permodalan yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan UU dan dapat dilihat paada Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2008 serta PP No.81/2008 khususnya pasal 6, 6A, 6B, 6C, 6D, 6E, 6F, dan 6G; Ketiga, susunan organisasi perusahaan yang meliputi bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yaitu pada fungsi pengelolaan resiko, keuangan, dan pelayanan. Bagi perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi yaitu pada fungsi keuangan dan pelayanan. Selanjutnya bagi perusahaan agen asuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, dan perusahaan konsultan aktuaria yaitu pada fungsi teknis sesuai dengan bidang jasa yang diselenggarakannya; keempat, memperkerjakan tenaga ahli sesuai dengan bidang usahanya dalam jumlah yang cukup untuk mengelola kegiatan usahanya; kelima, untuk perusahaan asuransiharus memiliki komisaris independen yang tugas pokoknya untuk menyuarakan kepentingan pemegang polis, bukan merupakan afiliasi dari pemegang saham, direksi, atau komisaris, menjabat sebagai komisaris yang independen paling banyak pada dua perusahaan asuransi; Keenam, untuk perusahaan asuransi dan resasuransi syraiah harus menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah dan memiliki Dewan Pengawas Syariah; Ketujuh, melaksanakan pengelolaan perusahaan perasuransian berlandaskan pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
BAB 8: Penggabungan, Peleburan, Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Perasuransian