Pada tahun-tahun terakhir, McDonald's telah menjadi subjek perdebatan di media sosial karena hubungannya dengan Israel. Beberapa pengguna Twitter telah menyatakan ketidaksenangan mereka terhadap McDonald's karena persepsi bahwa perusahaan tersebut memiliki dukungan atau keterlibatan dalam kebijakan politik pro-Israel. Ini bisa mencakup dukungan finansial langsung atau afiliasi dengan lembaga atau individu yang dianggap mendukung Israel.
Persepsi ini seringkali muncul dalam konteks ketegangan politik dan konflik di Timur Tengah, terutama dalam kaitannya dengan konflik Israel-Palestina. Dalam suasana sensitif seperti itu, ketika opini publik terpecah tentang isu-isu regional, merek besar seperti McDonald's bisa menjadi sasaran kritik dari pengguna media sosial yang merasa bahwa dukungan terhadap merek tersebut setara dengan mendukung posisi politik tertentu.
Namun, penting untuk diingat bahwa persepsi adalah subjektif dan dapat bervariasi di antara individu dan kelompok. Tidak semua pengguna Twitter atau konsumen McDonald's akan memiliki pandangan yang sama tentang hubungan antara merek tersebut dan politik Israel. Beberapa mungkin tidak peduli atau tidak menyadari keterlibatan politik perusahaan tersebut, sementara yang lain mungkin memilih untuk tidak mempermasalahkannya dalam keputusan pembelian mereka.
Penting juga untuk dicatat bahwa tanggapan McDonald's terhadap isu-isu politik dapat memengaruhi persepsi publik. Jika perusahaan merespons dengan transparansi dan sensitivitas terhadap kekhawatiran yang diajukan oleh pengguna media sosial, ini dapat membantu meredakan kontroversi dan memperbaiki citra merek. Sebaliknya, respons yang tidak memadai atau terlambat bisa memperburuk situasi dan meningkatkan ketegangan dengan konsumen yang mempertanyakan nilai dan prinsip merek tersebut.
Hasil dari hasil survei yang dilakukan melalui platform Twitter dengan menggunakan sistem kuisioner menunjukkan bahwa mayoritas pengguna Twitter aktif berusia di bawah 24 tahun. Sebanyak 1% responden berusia 24 tahun, 3% berusia 18 tahun, 28 tahun dan 4% berusia 23, 25-27 tahun, 6% berusia 19 dan 22 tahun, 7% berusia 21 tahun serta 8% berusia 20 tahun.
Jenis kelamin para pengguna Twitter juga menunjukkan bahwa 54% pengguna adalah laki-laki dan 46% pengguna adalah perempuan. Dari survei ini juga terlihat bahwa mayoritas pengguna aktif Twitter adalah mahasiswa dengan pengguna yang cenderung aktif di platform ini karena menyediakan akses yang luas untuk berbagai informasi aktual dengan cepat dan mudah. Twitter digunakan oleh mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan informasi, berkomunikasi dengan teman, dan bahkan sebagai alat untuk belajar bahasa Inggris atau berjualan produk.
Terkait dengan akses informasi politik, media sosial digunakan sebagai sarana yang efektif dalam membentuk dan menanamkan harapan, sikap, keyakinan, dan orientasi perilaku pemilih. Sebanyak 38% pengguna sering dan cukup sering memanfaatkan media sosial untuk mengakses informasi terkait dengan konflik Israel-Palestina.
Dari hasil survei juga terlihat bahwa sekitar 56% pengguna setuju dengan gerakan boikot terhadap restoran McDonald's yang diduga mendukung Israel, dengan alasan bahwa McDonald's di Israel memberikan makanan gratis kepada tentara Israel, yang dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap konflik Israel-Palestina.
Banyak pengguna media sosial percaya bahwa dukungan sebuah perusahaan terhadap Israel dapat memengaruhi opini publik terhadap restoran mereka, dan sekitar 50% pengguna sangat setuju dengan pendapat bahwa seharusnya McDonald's memisahkan bisnis mereka dari isu-isu politik yang sensitif.
Dari hasil survei juga terlihat bahwa banyak konsumen McDonald's kecewa dengan dukungan perusahaan tersebut terhadap Israel. Beberapa konsumen mengurangi atau bahkan berhenti mengkonsumsi McDonald's setelah mengetahui dukungannya terhadap Israel. Banyak pengguna Twitter yang setuju dengan gerakan boikot McDonald's, namun ada juga yang tidak setuju dikarenakan faktor-faktor tertentu.
Banyak pengguna Twitter menggaungkan gerakan boikot terhadap restoran McDonald's di platform Twitter, namun masih terdapat pro-kontra antar pengguna Twitter mengenai gerakan boikot.
Pendapat lain yang diutarakan oleh responden termasuk menyebutkan bahwa McDonald's seharusnya memisahkan bisnis mereka dari isu-isu politik, dan ada juga yang merasa tidak peduli terhadap isu tersebut. Mayoritas dari mereka juga menyatakan bahwa gerakan boikot ini adalah salah satu movement dalam membela Palestina dan menekankan bahwa perusahaan besar seperti McDonald's seharusnya bisa lebih bijaksana dalam mengambil langkah dan keputusan yang dapat berdampak pada keberlangsungan bisnis mereka.
Dosen Pengampu : Beta Puspitaning Ayodya, S.Sos., M.A.
Mata Kuliah : Opini Publik dan Propaganda (Kelas I)
Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Penulis :
Nikita, Devia Nafasya, Oktavia Firnanda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H