Mohon tunggu...
Devi Afriani
Devi Afriani Mohon Tunggu... Penulis - Binar's Mommy

I'm a full time mother, part time teacher and all the time author.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengeja Makna Srawung

13 Agustus 2021   23:51 Diperbarui: 13 Agustus 2021   23:58 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : www.idntimes.com

Lahir dan tumbuh besar di lingkungan yang homogen, hampir membuatku menjadi pribadi yang anti toleransi. Terlebih lagi seringnya menerima nasehat untuk selalu berhati-hati dalam memilih teman, semakin membuatku membatasi diri terhadap perbedaan. Ya, sepanjang sejarah kehidupanku, aku hanya bisa akrab dengan orang yang seagama dan sesuku denganku. 

Aku memang banyak belajar tentang teori menghargai perbedaan. Tapi karena dalam kehidupan nyata aku hanya berada di lingkungan masyarakat yang suku dan agamanya sama denganku, sedikit sulit ketika teori menghargai perbedaan itu harus aku praktekkan. 

Suku dan agama selalu jadi kriteria utama yang aku perhatikan saat memilih teman. Cukup lama aku berada di fase ini. Bahkan setelah lulus kuliah aku masih begitu pemilih dan berharap dapat menemukan lingkungan kerja yang juga homogen. 

Sampai di satu titik, takdir membawaku ke salah satu dunia kerja yang jauh dari ekspetasi. Dunia kerja yang ternyata sangat heterogen. Dunia kerja yang penuh warna. Lebih dari seratus rekan kerja yang berasal dari suku, budaya dan agama berbeda.

Aku kalut. Seperti seorang introvert yang terpaksa harus berpesta. Hari-hari pertama bekerja terasa begitu lama. Tak juga mampu menemukan rekan kerja yang bisa dijadikan teman cerita. Aku bekerja hanya sebatas melakukan kewajibanku, kemudian pulang. Hingga akhirnya aku mengerti, duniaku kini tak seperti dulu lagi. 

Di sini, bukan hanya sulit, tapi juga rasanya mustahil untukku tetap mempertahankan kriteria penting dalam memilih teman yang dulu selalu aku agungkan. Benar saja. 

Orang yang Allah kirimkan kepadaku untuk menjadi sahabat pertama di tempat ini, ternyata berbeda suku dan agama dengan diriku. Beliau begitu baik. Sepenuh hati mau membimbing dan membersamaiku belajar melangkah di dunia yang baru aku pijaki. 

Awalnya, aku sempat diliputi kecemasan karena merasa tak mungkin bisa bersahabat dengan seseorang yang memiliki perbedaan latar belakang. Nyatanya, saat aku menuliskan ini, persahabatan kami telah terjalin selama hampir lima tahun. 

Beliau bahkan sudah seperti sosok seorang kakak bagiku. Hal paling mengagumkan dari sosok yang aku sebut sebagai kakak ini adalah, sikap toleransinya yang begitu luar biasa. 

Bukan hanya sekali dua kali, tapi setiap ada kegiatan yang harus melewati jadwal ishoma, dia akan selalu memberikan penawaran kepadaku apakah akan makan dulu atau shalat dulu. 

Jika aku memilih untuk shalat dulu, sepanjang shalatku itulah dia menunggu dengan nasi bungkus yang masih rapi bahkan belum bergeser dari tempatnya semula. 

Sederhana, tapi sungguh aku selalu tersanjung dengan caranya. Dan itu hanya salah satu dari sekian banyak contoh yang mungkin akan terlalu panjang jika aku tuliskan semua. Satu hal yang akhirnya dapat aku simpulkan.

Ternyata bersahabat dengan orang yang memiliki latar belakang berbeda dengan kita, tidak menakutkan. Karenanya, aku mengerti indahnya bersikap toleran.

Setelah berhasil belajar menerima perbedaan di dunia kerja, rupanya Allah ingin menguji sikap toleransi yang telah aku miliki. Aku dilamar oleh seseorang, yang kakak kandungnya berbeda keyakinan dengan kami. 

Kali ini bukan hanya rekan kerja, tapi saudara yang setiap hari akan membersamaiku. Saudara, yang dengannya kami akan bersama-sama merawat dan membahagiakan orangtua. 

Untuk hal ini, aku tak bisa memutuskan sendiri. Setelah diskusi panjang dengan keluarga, Bismillah, akhirnya aku menerima. Menerima seseorang untuk menjadi teman hidup sepanjang masa. Menerima saudara yang latar belakang agamanya berbeda. 

Di perjalanan tahun ketiga kami bersaudara, semua selalu baik-baik saja. Sekali lagi, Allah menjawab kekhawatiranku yang berlebihan tentang perbedaan. Justru begitu banyak kebaikan-kebaikan yang aku dapatkan dari orang-orang yang sempat aku ragukan. 

Aku terus saja merasakan indahnya toleransi. Kakak ipar yang begitu pengertiannya kepadaku. Beliau yang ketika mendengar suara adzan berkumandang akan langsung mengambil alih penjagaan si kecil (anakku) dan menyuruhku untuk segera menunaikan kewajiban.

Beliau yang ketika masa puasa ramadhan tapi si kecil sedang aktif-aktifnya, memaksaku untuk tidur siang sementara beliau yang menemani si kecil berlarian kesana-kemari. 

Beliau yang membuatku mengerti, ternyata berkerabat dengan orang yang memiliki latar belakang berbeda dengan kita, tidak mengecewakan. Karenanya, aku semakin mengerti indahnya menerima perbedaan.

Aku mungkin belum begitu baik. Tapi di sekelilingku ternyata telah dipenuhi orang-orang baik. Orang-orang baik yang dulu sempat aku ragukan hanya karena sedikit perbedaan. 

Padahal, dari orang-orang yang aku anggap berbeda itulah aku mendapatkan banyak kemudahan di setiap kesulitan. Padahal, dari orang-orang yang aku anggap berbeda itulah aku mendapatkan banyak kepedulian di setiap kecemasan. 

Padahal, dari orang-orang yang aku anggap berbeda itulah aku mendapatkan banyak ketenangan di setiap kekhawatiran. Terimakasih orang-orang baik. 

Melalui tulisan ini aku ingin mengabadikan kebaikan kalian terhadapku. Siapa sangka, seseorang yang dulunya sulit untuk menerima perbedaan, ternyata kini membanggakan adanya perbedaan itu. Berkat kalian.

Perbedaan di dunia ini hanya ada dua, kebaikan dan kejahatan. Selain itu, namanya keberagaman, bukan perbedaan.

"Ini cara saya untuk merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman. Bagaimana cara kamu? Kabarkan/sebarkan pesan baik untuk MERAWAT kebersamaan, toleransi, dan keberagaman kamu dengan mengikuti lomba "Indonesia Baik" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini https://indonesiabaik.kbr.id/yuk-ikut-lomba-konten-baik-tentang-keberagaman"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun