Mohon tunggu...
Devi Afriani
Devi Afriani Mohon Tunggu... Penulis - Binar's Mommy

I'm a full time mother, part time teacher and all the time author.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Belajar Bersama Badai [Resensi Novel "Si Anak Badai"Karya Tere Liye]

31 Oktober 2019   14:29 Diperbarui: 31 Oktober 2019   14:30 4870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber gambar : bukurepublika.id
Sumber gambar : bukurepublika.id

  • Identitas Buku

Judul : Si Anak Badai

Penulis : Tere Liye

Co-Author : Sarippudin

Editor : Ahmad Rivai

Cover : Resoluzy

Layout : Alfian

Penerbit : Republika Penerbit

Tahun Terbit : 2019

Cetakan : Pertama, Agustus 2019

Jumlah Halaman : iv + 318
ISBN : 978-602-5734-93-9

Dimensi : 13,5 20,5 cm

Berat : 359 gram

Harga : Rp.70.000,-

  • Orientasi

Si Anak Badai adalah karya terbaru Tere Liye yang merupakan buku ke enam dari Serial Anak Nusantara. Namun cerita Si Anak Badai ini terpisah dari kelima buku sebelumnya. Buku ini berisi tentang kehidupan anak-anak negeri yang kisahnya dapat dinikmati oleh semua umur.

Sama seperti karya-karya Tere Liye yang lain, Si Anak Badai ini juga sudah mampu memikat hati saya sejak awal paragrafnya. "Wah, gila!", itulah kalimat yang sering keluar dari mulut saya setelah membaca karya-karya Tere Liye, termasuk Si Anak Badai ini. Entah saya yang baperan atau memang Tere Liye yang terlalu pandai mengobrak-abrik mood pembacanya? Tapi sepertinya opsi kedua lebih tepat, hehe. Kalau bicara tentang Tere Liye, pasti hasrat hati ingin mengulas semua karya-karya luarbiasanya. Tahaann... Kali ini kita hanya akan fokus ke Si Anak Badai saja. Sementara, abaikan yang lain. Tapi percayalah, Si Anak Badai ini memang tak kalah istimewa dengan karya-karya Tere Liye yang lain.

  • Sinopsis

Badai kembali membungkus kampung kami. Kali ini aku mendongak, menatap jutaan tetes hujan dengan riang. Inilah kami, Si Anak Badai. Tekad kami sebesar badai. Tidak pernah kenal kata menyerah.

Buku ini tentang Si Anak Badai yang tumbuh ditemani suara aliran sungai, riak permukaan muara, dan deru ombak lautan. Si Anak Badai yang penuh tekad dan keberanian mempertahankan apa yang menjadi milik mereka, hari-hari penuh keceriaan dan petualangan seru.

Itulah ringkasan yang tertulis di bagian belakang cover buku ini.

Buku ini bercerita tentang kehidupan di Kampung Manowa. Kampung yang seluruh rumah penduduk, masjid, hingga sekolahnya pun berada di atas air. Bangunan-bangunannya kokoh berdiri dengan tiang-tiang yang tertanam di dasar muara. Karena itulah Kampung Manowa ini disebut sebagai kampung terapung. Tadinya, kehidupan di kampung ini sangat damai, sampai datang seorang utusan gubernur yang mengatakan akan membangun pelabuhan besar. Kampung Manowa terancam digusur. 

Dari sinilah aksi Geng Anak Badai dimulai. Zaenal beserta tiga temannya, Ode, Awang dan Malim, menyelamatkan Pak Kapten dan Kampung Manowa. Pak Kapten adalah orang yang paling keras menentang pembangunan pelabuhan ini. Namun dia justru ditangkap dengan tuduhan palsu. 

Zaenal bersama Geng Anak Badai berusaha keras untuk menyelamatkan Kampung Manowa. Mereka melakukan segala cara demi mempertahankan tanah kelahirannya itu. Meskipun alasan dari pembangunan pelabuhan itu adalah untuk kesejahteraan Kampung Manowa, tapi mereka paham bahwa itu hanyalah muslihat orang-orang yang berkepentingan saja.

"Sekarang orang-orang pintar itu akan membuat pelabuhan di sini. Mereka tidak akan tahu apa dampaknya bagi kita. Lebih celakanya lagi, mereka tidak peduli apa akibatnya bagi kita. Yang penting pelabuhan itu jadi, yang penting mereka mendapat uang banyak dari pembangunan pelabuhan." (Halaman 98)

  • Analisis

Tema

Awalnya, saya pikir buku ini bertemakan tentang persahabatan. Betapa rasa kesetiakawanan anak-anak ini diuji saat salah satu sahabatnya memutuskan untuk putus sekolah. Tere Liye memang pandai menguras emosi pembaca dengan menghadirkan konflik internal persahabatan terlebih dahulu sebelum ke konflik yang sesungguhnya. Ternyata tema utama novel ini adalah tentang perjuangan. Perjuangan sekelompok anak kelas 6 SD yang ingin mempertahankan keberadaan Kampung Manowa, tanah kelahiran mereka.

Tokoh / Penokohan

Tokoh-tokoh yang terlibat dalam novel ini antara lain:

1. Zaenal (Za)
2. Fatahillah atau Fatah
3. Thiyah
4. Mamak Fatma
5. Bapak Zul
6. Malim
7. Awang
8. Ode
9. Pak Kapten (Sakai bin Manaf)
10. Paman Deham
11. Rahma (anaknya Paman Deham)
12. Wak Sidik
13. Wak Minah
14. Mutia
15. Guru Rudi
16. Bu Rum
17. Kak Ros
18. Pak Alex
19. Camat Tiong
20. Pak Puguh
21. Rahan
22. Pipit
23. Utusan Gubernur
24. Bang Kopli
25. Pemuda yang dituduh maling (Unan)
26. Pak Mustar
27. Wak Albet
28. Wak Tukal
29. Paman Rota
30. Bang Sabri
31. Adnan Buyung

Dari sekian banyak tokoh yang terlibat dalam kisah ini, hampir semua karakternya digambarkan dengan cara yang cukup detil. Semua tergambar jelas melalui sikap maupun dialognya. Dan setiap tokoh mempunyai perannya masing-masing untuk membuat jalan cerita semakin menarik.

Alur / Plot

Kisah dalam buku ini terdiri dari 25 bab yang bercerita dengan alur maju tentang warga Kampung Manowa, khususnya Zaenal dan keluarganya beserta Geng Anak Badai dan konflik mengenai proyek pembangunan pelabuhan.

Latar / Setting

Latar tempat terjadinya cerita dalam buku ini adalah di Kampung Manowa. Kampung ini merupakan kampung fiksi karangan penulis. Tapi jika dilihat dari deskripsi yang disajikan tentang kayu ulin, kelapa sawit, nama-nama tokoh dan bahasa dialognya, kampung ini seperti perkampungan masyarakat melayu di Pulau Sumatera.

Latar waktu cerita ini terjadi di awal tahun 2000-an. Ini cukup tergambar jelas dari adanya grup kasidah Nasida Ria yang memang sedang populer di tahun itu.

Sudut Pandang

Kisah dalam buku Si Anak Badai ini diceritakan oleh Zaenal. Sang tokoh utama dengan sudut pandang orang pertama.

Gaya Bahasa

Tere Liye menulis buku ini dengan menggandeng kakaknya, Sarippudin. Namun, meskipun ada  2 penulis di sini, gaya bahasa yang digunakan tidak tampak ada perbedaan. Bahkan meskipun kejadian-kejadian dalam kisah ini cenderung berunsur kedaerahan, tapi bahasanya tetap menggunakan Bahasa Indonesia tanpa adanya banyak catatan kaki. Sehingga hal ini sangat memudahkan pembaca untuk mengikuti alur ceritanya.

Amanat

Akhirnya sampailah pada bagian paling panjang dari kisah ini. Banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran dari cerita Zaenal dan Geng Anak Badai, antara lain:

Saling Tolong Menolong

Baiklah kalau begitu. Kau tenang saja, Tia. Sebelum lonceng tanda istirahat selesai, aku akan membawa kembali bolpoin kesayanganmu itu. (Halaman 35)

Bertanggung Jawab

Mamak menyuruh kita bertanggung jawab. Aku tidak mau pulang sebelum urusan ini selesai. Bisa panjang urusannya. (Halaman 43).

Memahami bahwa Ilmu Allah itu Luas

Ilmu milik Allah sangat luas, ibarat kita mencelupkan telunjuk kita di laut, lalu kita angkat telunjuk itu, maka air yang menempel di telunjuk kita adalah ilmu yang Allah anugerahkan. Sedangkan air lautan yang tak terhingga banyaknya, itulah ilmu Allah. (Halaman 58)

Memaafkan dan Belajar dari Kesalahan

Kita tidak boleh terus marah atas kesalahan orang lain, Fat. Yang membedakan orang yang melakukan kesalahan itu adalah orang yang belajar dari kesalahannya, ada juga yang tidak mengambil pelajaran apa-apa dari kesalahannya itu. (Halaman 72).

Menghargai Orang Lain

Ayo habiskan makanan kalian. Bayangkan semua perjuangan Mamak, pasti akan terasa lezat. (Halaman 122-123).

Berbakti kepada orangtua

Tahu beratnya pekerjaan Mamak membuat kami tidak banyak protes. Apa pun yang Mamak masak akan kami makan. Betapa pun tidak rapinya baju yang disetrika Mamak, selalu kami kenakan dengan gaya. (Halaman 128).

Gotong-Royong

Semua warga ikut gotong-royong. Pembagian tugas dilakukan. Bapak-bapak dan para pemuda mengerjakan jembatan. (Halaman 175)

Pentingnya Pendidikan

Mau jadi apa pun, sekolah tetap penting. Jadi pedagang juga butuh sekolah. (Halaman 189)

Persahabatan

Seorang kawan tidak akan meninggalkan kawannya sendirian. (Halaman 202).

Berani jika Berada di Pihak yang Benar

Bila tidak bersalah, tidak perlu dibela oleh siapa pun. (Halaman 223)

Percaya diri

Aku memang bukan anak nelayan. Aku hanya anak pegawai kecamatan. Tetapi, pelaut tidak ada urusannya dengan siapa orangtua kita. (Halaman 246)

Jujur

Andai saja Pak Mustar memilih jujur, proyek pelabuhan ini pasti dibatalkan. Kelas kita tidak bising lagi. (Halaman 266)

Membalas Kejahatan dengan Kebaikan

Kami tidak bisa melawan kekerasan dengan kekerasan, kami harus mengambil hati, memanfaatkan sisi kebaikan mereka. (Halaman 295)

Itu benar sekali. Tidak selalu api dilawan dengan api. Kadangkala, cara terbaiknya justru dilawan dengan cara lemah lembut. (Halaman 300).

  • Evaluasi

Kelebihan

Banyak hal yang menjadi kelebihan novel ini. Pertama, alurnya yang tidak mudah ditebak. Kedua, karakter tiap tokohnya yang digambarkan dengan sangat luarbiasa. Setiap tokoh punya ciri khas dan kekuatan masing-masing. Ketiga, dari isi ceritanya itu sendiri. Banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran dari isi cerita dalam novel ini. Tentang kasih sayang orangtua khususnya Ibu, tentang kesederhanaan sebuah keluarga, dan masih banyak lagi pelajaran di setiap paragraf-paragrafnya.

Kekurangan

Tere Liye selalu bisa membuat karya-karyanya terlihat sempurna tanpa cela, termasuk di novel Si Anak Badai ini. Tapi saat pertama kali membaca novel ini, saya sempat berpikir kalau novel ini tidak semenarik Serial Anak Nusantara yang lainnya. Entahlah, atau mungkin karena mood saya yang kurang bagus saja saat itu, haha. Tapi setelah sampai di akhir bab 3 saya mulai menemukan 'gong' nya buku ini. Bahkan saya langsung berpikir bahwa buku ini harus selesai saya baca dalam sekali duduk. Kekurangan pertama berhasil diatasi.

Kekurangan selanjutnya adalah mengenai teknis. Ada satu kesalahan penulisan yang saya temukan di buku ini. Terdapat di halaman 229 "kali ini mereka tidak sibuk mengolokku, melalinkan..."

  • Penutup

Kalau menuruti hasrat hati sebenarnya masih banyak yang ingin saya tuliskan tentang buku ini. Ingin rasanya mengulas setiap bab yang ada di dalamnya. Tapi saya tidak ingin membuat anda berlama-lama membaca resensi saya yang tidak seberapa ini. Cusss lah langsung saja baca bukunya, dan buktikan sendiri keseruannya.


Jambi, 31 Oktober 2019

Oleh : Devi Afriani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun