Menurut Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2001), burnout memiliki tiga dimensi yakni sebagai emotional exhaustion (Kelelahan Emosional) dimana ini merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan depresi, merasa tidak berdaya, dan merasa terkungkung dengan pekerjaan tersebut. Selain itu kelelahan emosional biasanya terjadi karena adanya tuntutan pekerjaan yang tinggi. Selanjutnya depersonalization (Depersonalisasi) depersonalization merupakan kondisi yang dialami oleh seseorang yang mengalami burnout ditandai dengan munculnya kelelahan dalam melakukan hubungan sosial dengan orang lain. Orang tersebut biasanya menunjukkan sikap negatif seperti sinis, dan apatis pada orang lain. Terahir yaitu reduced in personal accomplishment (kurangnya penghargaan atas diri sendiri
Faktor pendukung terciptanya burnout
Faktor pendukung terciptanya burnout meliputi beban kerja yang berlebihan, kurangnya dukungan sosial, kurangnya kontrol atas pekerjaan, ketidakjelasan peran dan tanggung jawab, ketidakadilan dalam lingkungan kerja, konflik antara tuntutan pekerjaan dan kebutuhan pribadi, serta faktor kepribadian seperti perfeksionisme yang berlebihan dan kurangnya kemampuan mengatur stres. Semua faktor ini dapat berkontribusi pada akumulasi stres fisik, emosional, dan mental yang menyebabkan terjadinya burnout pada individu.
Peran Bimbingan dan Konseling
Beranjak dari permasalahan tersebut, Di sinilah peran bimbingan dan konseling diperlukan dalam membantu mahasiswa menghadapi fenomena burnout ini. Dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990, bimbingan dimaknai sebagai bantuan yang diberikan kepada peserta didik secara sistematis dan berkesinambungan dalam rangka memahami diri sendiri, mengenal lingkungan dan mempersiapkan masa depan. Konseling pun dilaksanakan guna membantu individu mencapai pemahaman terhadap dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah yang dihadapinya di masa yang akan datang (Natawidjaja dalam Sukardi, 2008).
Bimbingan dan Konseling (BK) dapat mencegah burnout dengan mengambil beberapa langkah. Pertama, BK dapat memberikan pendidikan dan meningkatkan kesadaran tentang burnout kepada individu, sehingga mereka dapat mengenali tanda-tanda awal dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat. Selain itu, BK juga dapat membantu individu dalam mengembangkan keterampilan manajemen stres, seperti teknik relaksasi dan pengaturan waktu yang efektif.
Dengan mengelola stres dengan baik, individu dapat mengurangi risiko terjadinya kelelahan fisik, emosional, dan mental yang menyebabkan burnout. Selain itu, BK dapat memberikan dukungan emosional melalui konseling dan pembinaan, serta melakukan pemantauan kesejahteraan mental secara teratur. Selain upaya individu, BK juga dapat meningkatkan kesadaran organisasi tentang pentingnya kesejahteraan karyawan dan mendorong kebijakan dan lingkungan kerja yang mendukung keseimbangan kerja-hidup serta perhatian terhadap kesejahteraan mental. Dengan kerja sama antara individu, organisasi, dan pihak yang terkait, pencegahan burnout dapat dilakukan secara efektif.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H