Mohon tunggu...
Devi Diany
Devi Diany Mohon Tunggu... Jurnalis - padangdaily.com

Penulis, Jurnalis dan Advokat, tinggal di Padang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Realita Indonesia Hari Ini dan Target Indonesia Emas 2045

6 Juli 2024   11:19 Diperbarui: 7 Juli 2024   06:42 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa ini tengah bersiap menyambut Indonesia Emas 2045. Kala itu, genap 100 tahun Indonesia merdeka. Ada mimpi besar yang hendak dicapai bangsa ini pada momen satu abad tersebut, yaitu Indonesia menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara adidaya di dunia. Apalagi pada periode 2030-2040, Indonesia juga mendapatkan bonus demografi berupa 70 persen penduduknya berusia produktif dan 30 persen sisanya usia tidak produktif.

Jika ditarik garis dari hari ini, maka waktunya masih 21 tahun lagi. Ada yang bilang masih lama. Tetapi tidak lama untuk meraih harapan besar yang ingin diwujudkan. Sebab mereka yang merupakan bibit-bibit unggul itu sudah ada di sekitar kita saat ini. Anak-anak maupun mereka yang baru lahir tahun ini adalah mereka yang akan memimpin Indonesia pada 2045 kelak. Di tangan mereka yang masih bayi dan anak-anak saat ini, masa depan dan nasib bangsa ini dipertaruhkan.

Lalu, apa yang dipersiapkan bangsa ini.? Salah satunya melalui Dialog Wawasan Kebangsaan yang digelar Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI di Sumatera Barat. Dialog yang mengusung tema "Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia dalam Rangka Menyongsong Indonesia Emas 2045" itu, berlangsung selama 3 hari, sejak Rabu (03/07/2024) hingga Jumat (05/07/2024), dan diikuti 100 orang peserta.

Para peserta berasal dari unsur organisasi kemasyarakatan (Ormas), organisasi kepemudaan, organisasi mahasiswa, birokrat dan TNI/Polri, di antaranya Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumbar diwakili oleh saya dan Yuke dari Harian Singgalang. Ada juga perwakilan dari PWI Sumbar, Forum Perjuangan Seniman Sumbar, Forum Pembauran Kebangsaan, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) perguruan tinggi, akademisi, PGRI, Bundo Kanduang Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (Ipemi), KNPI dan lainnya.

Mereka semua mendapat pemahaman lebih dalam tentang nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari empat Konsensus Dasar Bangsa, yaitu Pancasila, UUD Negara RI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Kegiatan ini bagian dari prioritas nasional yang ditetapkan pemerintah dalam rencana kerja 2024. Selain itu juga sinergi dengan RPJM yaitu membangun karakter bangsa yang memiliki wawasan kebangsaan," kata Sekretaris Utama (Sestama) Lemhannas, Komjen Ridwan Zulkarnain Panca Putra Simanjuntak saat pembukaan kegiatan.

Dialog wawasan kebangsaan juga menjadi wadah untuk bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan merumuskan strategi-strategi konkret dalam upaya penguatan kapasitas sumber daya manusia, terutama dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Lemhannas RI menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya dan pesertanya juga dari berbagai unsur masyarakat dengan latar belakang beragam, sehingga dapat menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat untuk kemajuan bangsa.

"Melalui dialog ini, kita bangun karakter bangsa yang mencerminkan nilai-nilai kebangsaan. Diharapkan materi-materi yang diberikan oleh narasumber dapat memotivasi dan menginspirasi peserta untuk menjalani peran dan tugas masing-masing dengan senantiasa menjunjung tinggi empat Konsensus Dasar Bangsa," katanya.

Foto bersama peserta Dialog Wawasan Kebangsaan Kelompok UUD NRI 1945. dok. pribadi
Foto bersama peserta Dialog Wawasan Kebangsaan Kelompok UUD NRI 1945. dok. pribadi

Negeri Ini Tidak Baik-baik Saja

Hari pertama, Lemhannas menghadirkan narasumber Deputi Kebangsaan Lemhannas RI Mayjen TNI Rido Hermawan, M.Sc dengan materi Sejarah Lemhannas dan Kehidupan Bernegara. Kemudian dilanjutkan Laksamana Muda TNI (Purn) Robert Mangindaan tentang Perkembangan Lingkungan Strategik.

Sang narsum memberikan banyak clue dan mengajak peserta untuk berpikir kritis untuk memahami realita dihadapannya. Salah seorang tenaga ahli professional Lemhannas ini melontarkan ungkapan "evil deed in order to pursue good things" atau dapat diartikan sebagai melakukan kejahatan untuk tujuan kebaikan. Lalu Robert merujuk beberapa buku, di antaranya Greed is Good karya Milton Friedman dan buku Simulacra and Simulation karya Jean Baudrillard.

Saya sangat ingin tahu dan mencoba mencari referensi tentang buku-buku tersebut. Hasilnya luar biasa. Milton Friedman adalah seorang ekonomi libertarian yang mengilhami gagasan ekonomi "keserakahan itu baik" yang disarikan dari tulisan sang ekonom tahun 1970 berjudul "Tanggung Jawab Sosial Bisnis adalah Meningkatkan Keuntungan".

Selanjutnya pemikiran Jean Baudrillard dalam bukunya Simulacra and Simulation cukup relevan dengan kondisi kekinian, di tengah dahsyatnya perkembangan teknologi informasi. Menurutnya,  teknologi digital dan media menciptakan simulasi yang begitu kuat dan seakan nyata sehingga realitas itu sendiri menjadi samar dan terdistorsi. Digitalsasi dan media mengaburkan batas antara realitas dan imajinasi.

Materinya sungguh membuat kita tersentak dan sekaligus menggugah kesadaran jika bangsa ini sedang tidak baik-baik saja. Bahkan saya pribadi awalnya cukup mengkerut dan sedikit pesimis dengan Indonesia di masa depan, tetapi kemudian tersadar dan  berbalik sangat optimis untuk membalik keadaan. Sebab banyak sekali yang tidak kita ketahui, atau banyak informasi yang beredar tetapi yang sampai hanya kabar baik yang menyenangkan hati. Tentunya hal itu tak mewakili realita yang sesungguhnya.

Dari pemaparannya itu, Robert menyimpulkan, Indonesia mengalami krisis saat ini, di antaranya krisis identitas, krisis integritas dan krisis kepemimpinan. Dewasa ini ada anak bangsa yang tidak suka dengan nilai-nilai Pancasila, mereka justru suka materialistik dan hedonistik. Lalu berbagai kasus yang menjerat para pengadil (hakim), benteng terakhir bagi masyarakat dalam mencari keadilan justru mereka yang terjerumus di sana. Dan, pada akhirnya terjadi paceklik negarawan.

"Dengan kondisi negara hari ini, maka kami mengaku sebagai generasi yang gagal. Maka tanggung jawab itu akan beralih kepada anak bangsa yang akan memimpin negeri ini ke depan," katanya.

Setelahnya saya renungkan kata-katanya. Sungguh ungkapan jujur yang tak akan kita dengar dari bibir mereka yang lainnya. Ungkapan yang pastinya tidak mudah diucapkan dengan segala konsekwensinya. Dari kata-katanya itu pula, semangat itu muncul untuk mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam 4 konsesus dasar bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Pada akhirnya sikapnya patut diacungi jempol dan saya menyebutnya sebagai seorang nasionalis yang bertutur apa adanya dan menjelaskan hal-hal yang patut diketahui oleh semua. Bukankah negara ini terbentuk dari kesepakatan bersama anak bangsa.? Disadari atau tidak, materi yang disampaikan Laksamana Muda TNI (Purn) Robert Mangindaan di depan peserta dialog itu, menjadi pemantik untuk membangkitkan semangat dan menggelorakan nasionalisme peserta tentang "Saya.. Indonesia". Dan disadari atau tidak, tetap ada yang merasa terusik.

Pemateri lainnya, Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo yang juga Pengajar Islam dan Kebudayaan Minangkabau serta Dewan Pakar LKAM Sumbar menyajikan materi Ketahanan Nasional dan Kewaspadaan Nasional dari Pespektif Kearifan Lokal. Ia membeirkan solusi mengatasi berbagai tantangan kebangsaan itu dengan kearifan lokal.

Implementasi Nilai-nilai Kebangsaan

Pada hari kedua, hadir narasumber Mayjen TNI (Purn) E. Imam Maksudi dengan tema "Menerapkan Nilai-nilai Kebangsaan dari Pancasila". Berturut-turut setelahnya Laksda Irjenpol (Purn) Dr. Drs. E. Winarto Hadiwasito. S.H., M.Si dengan "Nilai-nilai Kebangsaan Yang Bersumber dari UUD NRI 1945", Laksda TNI (Purn) Bambang Darjanto dengan materi "Implementasi Nilai-nilai Kebangsaan Yang Bersumber dari NKRI" serta Tantri Relatami dengan "Implementasi Nilai-nilai Kebangsaan Yang Bersumber dari Bhinneka Tunggal Ika".

Jika awalnya hanya jadi pendengar yang kadang terkantuk-kantuk pada jam rawan usai istirahat siang, maka kali ini peserta langsung berkelompok mengerjakan tugas membuat essai tentang implementasi nilai-nilai kebangsaan dari masing-masing 4 konsesus dasar bangsa itu. Tak hanya itu, peserta juga diminta membuat yel-yel yang penuh semangat nasionalisme serta membuat video singkat tentang nilai-nilai kebangsaan yang dipilih.

"Ini sudah saya bikin rancangan essai. Tapi perlu kita diskusikan lebih lanjut untuk disesuaikan dengan pilihan nilai yang kita pilih, yaitu Implementasi Nilai-nilai Demokasi dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045," kata Deni Mahesa, Ketua Kelompok UUD 1945.

Diskusi pun berlangsung seru. Bak pepatah Minang, basilang kayu ditungku mangko api ka nyalo. Tuntas. Kini, peserta telah kembali ke daerah masing-masing dengan tekad untuk mengembangkan sikap dan perilaku positif serta karakter kebangsaan pada diri sendiri dan mentransformasikan nilai-nilai kebangsaan kepada keluarga dan lingkungan masing-masing. (***)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun