(Esai ini ditulis pada 23 November 2023 dan berhasil mengantarkan saya untuk lolos ke tahap 100 besar social inovator penerima Beasiswa Inovasia. Beasiswa ini diadakan oleh Salman Subakat, CEO NSEI (Nurhayati Subakat Entrepreneurship Institute), part of Paragon Corp)
Deva Yohana, sebuah nama yang diberikan oleh orang tua saya yang sering disangka sebagai nama laki-laki. Saya adalah anak kedua dan anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara. Saya lahir dari keluarga yang sederhana. Ayah saya bekerja sebagai pedagang ketupat sayur di Pasar Baru dan ibu saya adalah IRT.
Saya memiliki cerita yang menarik. Beberapa hari yang lalu, saya mampir di rumah seorang teman sekolah. Kami berbincang banyak hal, salah satunya adalah ia mengulik tentang aktivitas saya di salah satu grup di Facebook yang saya buat pada saat masih SMA. Grup yang beranggotakan ratusan orang tersebut sudah tidak aktif lagi. Setelah pulang ke rumah, obrolan tersebut memicu saya untuk memikirkan sesuatu, yakni kecintaan saya pada membuat inovasi dan berkontribusi dimulai sejak masih duduk di bangku SMA.
Ketika kuliah, saya juga berinovasi dengan membuat beberapa blog yang saya sesuaikan dengan minat saya; Deva La Exploradora, Kulik Bebuku, dan Kulik Sastra. Kecintaan saya pada aktivitas kerelawanan juga mengantarkan saya membuat Espaolito (program belajar bahasa Spanyol) dan Frencheese (program belajar bahasa Prancis) yang semula berbentuk social project dan bersifat personal. Setelah berjalan hampir dua tahun, dua program yang menyediakan kelas belajar bahasa asing gratis itu bertransisi menjadi komunitas dengan nama Kanca Bahasa.
Selayang Pandang Kanca Bahasa
Belajar bahasa asing tidak selalu dianggap sebagai hal yang mudah bagi sebagian orang, salah satunya adalah terbatasnya akses mengikuti kursus karena harganya yang relatif mahal. Meskipun kecanggihan teknologi memungkinkan seseorang untuk mempelajari suatu bahasa dengan mudah, tetapi kurangnya praktik dan support system bisa menjadi kendala tersendiri.
Cerita di atas saya alami sendiri. Sewaktu SMA, ibu saya tidak mengizinkan saya untuk ikut kursus bahasa Inggris karena terkendala biaya. Saya pun memutuskan untuk mempelajarinya secara mandiri dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Alasan saya membangun Kanca Bahasa adalah karena saya yakin tidak sedikit orang yang mengalami hal serupa.
Kanca Bahasa adalah komunitas yang berfokus pada isu pendidikan, khususnya dalam pembelajaran bahasa asing level dasar untuk mewadahi para pemuda yang menggemari dan/atau tertarik untuk belajar bahasa asing. Kami menyelenggarakan kelas bahasa asing gratis melalui empat program, yakni Espaolito, Frencheese, Arabiyatuna, dan O-benkyou.
Kanca Bahasa diresmikan pada 10 Agustus 2023. Komunitas ini hadir sebagai upaya untuk mengatasi isu ketimpangan berbahasa di mana tidak semua orang memiliki akses yang mudah untuk mempelajari bahasa asing. Kami menjunjung tinggi inklusivitas dan keadilan dalam pendidikan. Selain itu, komunitas ini juga sejalan dengan tagline "kuasai bahasa asing" yang menjadi misi Badan Bahasa.
Mimpiku: Kanca Bahasa Bertransformasi menjadi NGO
Kalau ditanya, apa target pekerjaan setelah lulus kuliah? Saya memiliki dua jawaban, yaitu menjadi penulis/jurnalis dan terjun di NGO. Pengalaman saya lima tahun terakhir menjadi relawan di 20+ komunitas sangat membuka mata saya terkait banyaknya masalah di Indonesia, terutama di bidang pendidikan, isu yang menjadi concern saya beberapa tahun terakhir.
Selama menjalankan program Espaolito dan Frencheese hingga Vol. 5, saya mendapatkan banyak ulasan positif dari teman-teman yang merasa terbantu dalam mempelajari bahasa Spanyol dan Prancis. Itulah mengapa saya mengajak tiga teman saya untuk mengubahnya menjadi komunitas, sehingga bisa menjangkau dan melibatkan lebih banyak orang.