Mohon tunggu...
DEVA SEPTANA
DEVA SEPTANA Mohon Tunggu... Penulis - Journalist

dseptana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary

AI Dunia Medis

2 Februari 2025   16:07 Diperbarui: 2 Februari 2025   16:07 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler


Dalam sebuah ruangan instalasi rawat intensif (ICU), pasien seringkali terhubung dengan berbagai alat medis, seperti monitor tanda vital dan belalai infus. Alat-alat ini digunakan untuk memantau kondisi pasien, termasuk detak jantung, tekanan darah, hingga saturasi oksigen dalam darah. Data yang dihasilkan oleh alat-alat medis tersebut menjadi dasar penting dalam proses diagnosis yang kini banyak terbantu oleh teknologi kecerdasan buatan (AI).

Apa yang Terjadi?
Penggunaan AI dalam dunia medis membawa potensi besar. AI membantu dokter memantau pasien pascabedah jantung, memprediksi kondisi pasien COVID-19, hingga mengidentifikasi tanda-tanda klinis sepsis. Namun, tidak semua model AI mampu memberikan hasil yang relevan dan dapat diandalkan dalam mendukung keputusan medis. Keragaman data, seperti hasil monitor ICU, analisis darah, dan riwayat kesehatan pasien, membuat proses pengambilan keputusan semakin kompleks. AI yang tidak transparan dalam proses analisisnya berisiko memperparah bias dalam tindakan medis.

Siapa yang Terlibat?
Dokter, pasien, pengembang AI, institusi kesehatan, hingga pembuat kebijakan menjadi pihak-pihak utama yang terlibat dalam adopsi teknologi ini. Dokter mengandalkan data dari AI untuk membantu diagnosis, sementara pengembang bertanggung jawab menciptakan model AI yang aman dan bebas dari bias. Di sisi lain, pembuat kebijakan memiliki peran untuk mengatur penggunaan AI agar tidak merugikan pasien.

Kapan dan Dimana Masalah Ini Terjadi?
Fenomena ini terjadi secara global, termasuk di Indonesia, seiring meningkatnya penggunaan AI dalam layanan kesehatan modern. Sebagai contoh, saat pandemi COVID-19, tekanan besar di ICU mendorong banyak rumah sakit mengadopsi AI untuk membantu alokasi sumber daya. Namun, situasi ini sering kali memperbesar risiko bias, terutama di wilayah yang memiliki akses terbatas terhadap fasilitas kesehatan.

Mengapa Bias Menjadi Ancaman?
Studi menunjukkan bahwa bias dalam dunia medis dapat menyebabkan ketimpangan layanan kesehatan. Misalnya, pasien perempuan lebih sering mengalami pengurangan perawatan intensif dibandingkan laki-laki, terlepas dari kondisi medis mereka. Di Amerika Serikat, pasien kulit hitam memiliki angka kematian lebih tinggi di ICU dibandingkan kulit putih akibat ketimpangan layanan kesehatan. Ketika model AI mempelajari data yang sudah bias, pola bias tersebut dianggap sebagai norma, memperburuk ketimpangan yang ada.

Bagaimana Cara Mengatasinya?
Ada beberapa langkah strategis untuk mencegah bias dalam penggunaan AI di dunia medis:

Edukasi Praktisi Kesehatan
Institusi pendidikan kesehatan perlu memasukkan AI ke dalam kurikulum, sehingga dokter dan tenaga kesehatan memahami potensi dan keterbatasan teknologi ini.

Pengembangan AI yang Transparan
Pengembang AI harus menciptakan model yang analisisnya sederhana, transparan, dan dapat ditafsirkan secara klinis. Regulasi dari pemerintah sangat diperlukan untuk memastikan model AI yang bebas bias dan diskriminasi.

Kolaborasi Global dalam Riset
Penting untuk memperluas cakupan data ICU secara global. Komunitas medis dapat mengadaptasi model konferensi internasional yang memfokuskan pada publikasi data dan hasil riset dari berbagai negara.

Regulasi Etika Penggunaan AI
Pemerintah perlu menerapkan regulasi etika penggunaan AI seperti yang dilakukan WHO dan Uni Eropa. Regulasi ini bertujuan memastikan kinerja AI yang aman dan akurat di bidang kesehatan.

Memastikan teknologi AI mendukung layanan kesehatan yang adil memerlukan kolaborasi semua pihak, dari dokter hingga pemerintah. Dengan memahami potensi dan ancaman yang ada, AI dapat digunakan secara optimal tanpa memperburuk ketimpangan yang sudah ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun